Akhirnya Senin pun tiba.
"Ayo Kemal! Samira dan mami sudah siap berangkat lho!" Seru ku memanggil putra pertamaku untuk segera keluar dari kamarnya. Taxi online kami pun sudah tiba, menunggu di depan rumah kami.
Aku akhirnya tersenyum melihat putraku keluar dari kamar dan siap berangkat.
"Maaf mami, Kemal ingin bawa bola ke sekolah, kemarin Kemal sudah berjanji dengan teman-teman." Ucap Kemal dan akupun mengangguk tersenyum.
Kami berangkat pagi sekali, aku berharap semoga anak-anakku tidak mengantuk di sekolah, karena kami harus berangkat benar-benar pagi sebelum macet menghadang perjalanan kami. Ini juga hari pertamaku bekerja aku tidak ingin membuat citra yang buruk di hari pertama bekerja.
Akhirnya aku tiba di kantor sebelum jam kantor mulai. Aku segera menemui bagian personalia dan melaporkan kehadiran diriku serta mengurus segala administrasi kepegawaian ku di kantor ini. Aku senang karena mereka semua sangat kooperatif dan membantuku dalam segalanya, pendaftaran finger scan untuk absenku, berkeliling dan berkenalan dengan banyak orang dari berbagai bagian, lalu mengantarku ke meja kerjaku dan menjelaskan segala sesuatu kebiasaan Mr.Salvastone di kantor termasuk segala yang beliau sukai dan tidak sukai.
"Nah Kartika, sekarang kamu siapkan saja dirimu untuk menerima segala perintah Mr. Salvastone. Selamat bekerja dan kuharap kamu bisa betah bekerja disini." Ucap Melani bagian personalia yang sedari tadi menemaniku berkeliling.
"Terima kasih Melani, ya, semoga aku bisa menjadi sekretaris yang baik bagi Mr.Salvastone." sahutku tersenyum.
"Eh! Tidak perlu menjadi sekretaris yang baik, itu justru bahaya." Ucap Melani dan membuatku memasang wajah berkerut bingung.
Melani lalu mendekat ke telingaku dan berbisik.
"Mr.Salvastone suka meminta jatah s*x dari setiap sekretarisnya, bahaya bagimu." Bisiknya di telingaku. Aku mendelik dan menutup mulutku yang menganga dengan tanganku.
"Ternyata kabar itu benar!" Batinku terkejut.
Melani tersenyum lebar lalu berbisik lagi
"Tapi fasilitas yang dia berikan mewah lho asalkan kamu bisa memuaskan gairahnya." Bisik Melani. Aku langsung merinding mendengarnya.
"Apa semua mantan sekretarisnya mau melakukan hal itu?" Tanyaku ragu.
"Tentu saja mereka mau! Karena mereka selalu mendapat fasilitas yang mewah, dari rumah, mobil, bahkan bonus yang besar setiap bulan. Ada juga yang meminta apartment mewah dan dikabulkan!" Sahut Melani.
"Ach tidak! Tidak! Sebaiknya aku menjauh darinya! Aku ingin bekerja disini, bukan mencari kesenangan sesaat, karena anak-anakku butuh untuk aku hidupi dan sekolahkan." Ucapku.
"Bukankah kamu janda? kamu pasti butuh pemuas s*x kan?! Kalau kamu sudah pernah merasakan miliknya, maka kamu akan merasa ketagihan dengan juniornya." Sahut Melani.
"Apa kamu juga pernah?" Tanyaku polos dan terkejut saat Melani tersenyum menganggukkan kepala. Aku menahan napasku saat mengetahuinya.
"Tapi hanya satu kali, entahlah! Mungkin aku kurang memuaskan dirinya. Tapi yang penting aku berhasil mendapatkan sebuah mobil sport mewah gratis atas namaku." Ucap Melani dan aku semakin menganga tidak percaya dengan pendengaran ku.
"Apa kamu tidak hamil?" Tanyaku.
"Hamil juga tidak masalah, karena aku sudah memiliki suami dan sangat ingin memiliki keturunan, tapi sayang sekali bos kita selalu bermain aman dan bersih, jadi aku tidak sampai hamil." Sahut Melani dengan santai.
"Astaga! Perusahaan apa ini sebenarnya?! Mengapa semua pegawai wanita disini sangat bangga dan justru ingin diajak bermain s*x dengan bos maniak itu??? Sungguh-sungguh gila!" Batinku terkejut menatap Melani yang hanya senyum-senyum.
"Ehem! Selamat pagi." Tegur suara berat yang mengejutkan kami berdua.
"Eh! Selamat pagi Mr. Salvastone." Sahut Melani.
"Selamat pagi pak." Sahutku dan langsung mendapat tatapan tajam darinya.
"Kartika, masuk ke ruangan saya!" Perintah pria itu sambil melanjutkan langkahnya menuju ke ruangannya.
Aku dan Melani saling menatap.
"Ikutilah Cepat! Auranya sedang tidak baik." Bisik Melani dan dia juga langsung kembali ke lift meninggalkan aku. Aku menghela napas panjang lalu menyusul langkah Mr. Salvastone.
"Iya pak, ada yang bisa saya kerjakan?" Tanyaku saat sudah masuk ke dalam ruangannya.
Dia nampak membuka laptopnya dan menatapnya dengan serius, membiarkan aku berdiri di tengah ruangan itu begitu saja. Aku menghela napas panjang lagi dan menelan salivaku dengan susah.
"Maaf pak, ada yang bisa saya kerjakan?" Tanyaku mengulangi lagi
Dia akhirnya menatapku dan menyandarkan tubuhnya ke belakang pada sandaran kursi besarnya.
"Apa jadwalku hari ini?" Tanyanya
"Ehm...hari ini anda tidak ada pertemuan rapat apapun, hanya undangan dari PT.Hansasei saat jam 12 nanti, sekedar undangan perayaan ulang tahun putri mereka." Sahutku
"Bagus! Aku mau kamu pelajari segala hal tentang PT.Hansasei dan kerjasamanya bersama kita selama ini. Aku mau kamu dampingi aku dalam kunjungan hari ini, dan kamu harus dapat memberitahuku segala informasi yang tidak aku kuasai." Ucapnya.
"Tapi pak, siapa lagi yang akan bersama kita saat kunjungan ke PT. Hansasei?" Tanyaku.
"Tidak ada, hanya kita berdua." Sahutnya tenang sambil menatapku.
"Maaf pak, tidak bisa. Hal itu melanggar perjanjian kita." Ucapku mengingatkannya.
"What the f**k you talking about?! Hah?! Seorang sekretaris sangat wajar mendampingi atasannya dalam pertemuan bisnisnya! Apa yang menjadi masalahmu dengan pekerjaan ini?!" Seru Mr. Salvastone sambil melemparkan ballpoint dengan keras ke meja bahkan benda itu jatuh terpental ke lantai.
Aku hanya menunduk diam.
"Ibu Kartika yang terhormat, apa kamu tahu siapa aku dan apa posisiku?!" Tanya nya.
"Anda pemilik perusahaan ini." Sahutku singkat sambil tetap menunduk menatap lantai. Dia menghela napasnya dengan kesal.
"Baiklah, aku jelaskan padamu. Aku Salvastone Kendrick Ozdemir, adalah pemilik Hard Stone group sekaligus seorang triliuner di negara ini! Jadi, kemanapun aku pergi, aku akan selalu di kelilingi oleh minimal 5 orang pengawal. Apa kamu tahu tentang hal itu?! Jadi, jika aku mengatakan kita pergi berdua itu artinya setidaknya kita akan pergi bertujuh! Kamu paham?!" Jelasnya dengan nada sangat kesal dan marah.
Aku memberanikan diri menatapnya dan menganggukkan kepala berusaha tersenyum padanya namun canggung.
"Baik pak, kalau begitu saya akan segera mempersiapkan segalanya sesuai perintah anda." Ucapku lalu berbalik dan melangkah hendak keluar dari ruangan itu.
"Tunggu! Tolong ganti panggilan pak itu kepadaku, panggil aku Mr. Salvastone! Seperti yang lainnya! Ini perusahaan internasional!" Seru nya menghentikan langkahku. Aku berbalik dan mengangguk padanya.
"Baik pak. Eh, maaf Mr. Salvastone. Saya mengerti." Sahutku.
"Satu lagi! Ini adalah undangan acara ulang tahun dari putri kesayangan PT.Hansasei, kamu hubungi Melani dan minta dia untuk menyiapkan pakaian yang pantas untukmu ke acara itu! Jangan permalukan aku dan nama besar perusahaan ini dengan penampilan kuno mu itu!" Ucapnya memberi perintah lagi.
Aku menatap pada penampilan diriku sendiri, lalu menghela napas panjang.
"Baiklah, hal ini tidak ada di perjanjian, jadi aku tidak bisa melawan." Batinku sedikit menyesal.
"Baik pak, eh! Anu, i..itu baik Mr. Salvastone." Sahutku.
"Kita akan berangkat jam 11 supaya tidak terlambat, kamu paham?!" Ucapnya lagi dan aku hanya mengangguk lalu berbalik dan melanjutkan langkahku keluar dari ruangannya.
Aku segera menghubungi Melani dan meminta bantuannya. Sementara dia sedang mencari pakaian untukku maka aku mempelajari segala hal tentang PT.Hansasei. Selang beberapa jam kemudian Melani datang ke meja kerjaku dengan membawa sebuah tas belanjaan yang bertuliskan merk terkenal.
"Aduh Melani! Kenapa kamu membeli baju yang bermerk seperti ini?! Bagaimana aku harus membayarnya?!" Tanyaku cemas saat melihat merk di tas belanjaan itu. Melani hanya tersenyum lebar.
"Kamu tenang saja, ini semua sudah masuk ke dalam fasilitas seorang sekretaris pribadi Mr. Salvastone. Sudah sana cepat ganti pakaian mu, dan sepatumu juga. Setelah itu aku akan mendadani wajah dan rambutmu juga." Sahut Melani dan aku sedikit terkejut mendengarnya.
"Tidak, terima kasih. Aku bisa dandan sendiri, tenang saja. Tolong titip mejaku sebentar ya, aku mau siap-siap di toilet." Ucapku dan dia mengangguk tersenyum.
Saat di dalam toilet, aku terkejut melihat pakaian dan sepatu yang dibeli Melani.
"Astaga Melani! Kenapa dia membeli pakaian dan sepatu seperti ini sih?! Bagaimana aku bisa memakainya?! Pakaian ini terlalu mini dan terbuka! sepatunya juga tinggi sekali! Aduuuhhh!!!! Bagaimana ini???" Ucapku gelisah sendiri di dalam toilet sambil memandangi pakaian dan sepatu itu.
Aku menatap penampilanku saat ini di kaca besar itu.
"Jangan permalukan aku dan nama besar perusahaan ini dengan penampilan kuno mu itu!"
Suara Mr. Salvastone tadi kembali terngiang di otakku.
Aku menarik napas sangat panjang dan menghembuskannya. Tidak ada yang bisa kuperbuat, aku harus memakainya karena hal ini tidak ada dalam perjanjian kami. Akupun segera mengganti pakaian dan sepatuku, mencoba berdandan sepantasnya saja menyesuaikan pakaian itu namun tetap bernuansa natural. Aku berjalan keluar dari toilet, dan Melani menatapku dengan tatapan.... yang....entahlah, takjub atau malah justru tatapan aneh.
"Aneh ya???" Tanyaku, dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
"Sempurna! Kamu sangat cantik sempurna! Syukurlah aku tidak salah memilih ukuran dan model pakaian untukmu." Sahut Melani.
"Tapi aku tidak nyaman Melani, pakaian ini terlalu terbuka dan mini." Keluhku
"Tidak Kartika! Kamu cantik sempurna! Kamu akan terbiasa nantinya." Sahut Melani.
Ceklek.
Mr. Salvastone keluar dari ruangannya, namun belum melihat Kartika karena Melani berdiri menutupi Kartika dari pandangan Mr. Salvastone.
"Baiklah, Mr.Salvastone sudah siap berangkat, sebaiknya kamu cepat berkemas. Selamat menikmati pengalaman pertamamu Kartika." Bisik Melani lalu melangkah menuju lift.
Mr.Salvastone telah berdiri di belakang Melani tadi berdiri, dan kini saat Melani telah berjalan menuju lift, Mr.Salvastone terkejut dengan penampilan baru Kartika. Dirinya berhenti melangkah dan berdiri diam menatap Kartika dari atas ke bawah lalu ke atas lagi terus menatap Kartika. Kartika menjadi canggung dengan tatapan bos nya itu.
"Ayo kita berangkat!" Ajak Mr.Salvastone melanjutkan langkahnya tanpa berkomentar apapun tentang penampilan Kartika saat ini.
Kartika segera mengemas tas dan segala gadgetnya lalu mengikuti langkah Mr. Salvastone. Langkahnya sedikit tertatih bahkan sedikit tersandung akibat heels yang tinggi pada sepatunya. Mr. Salvastone tersenyum tanpa diketahui oleh Kartika yang berjalan di belakangnya.
"Tidak bisa kupercaya, dia bisa berubah secantik itu. Apakah aku salah lihat atau dia memang memiliki bahu yang sangat menggairahkan??? Kalau aku tidak ingat dengan sangsi yang dia tetapkan, sudah pasti kukecup pundaknya tadi." Pikiran m***m Salvastone mulai bereaksi dalam otaknya.
Keduanya berada dalam satu lift menuju ke lantai lobby kantor dan Salvastone terus menatap Kartika dari pantulan kaca yang ada di pintu lift.
"Ouh s**t! Aku sangat menginginkan wanita ini saat ini juga!" Pikiran m***m Salvastone terus berputar di otaknya bahkan membuat intinya berkedut bahkan mulai mengeras di dalam celananya.
Kartika tidak sadar jika dirinya terus ditatap oleh bos nya dari pantulan kaca. Kartika masih menunduk memperhatikan dirinya sendiri dan berkali-kali menarik roknya supaya bisa sedikit turun lagi, namun sia-sia. Kartika merasa risih dengan penampilannya saat ini. Ini pertama kalinya dia menggunakan pakaian sependek itu dan pergi dengan pria yang bukan suaminya.
"Astaga! Apa yang akan dikatakan orang tentangku jika melihatku seperti ini???" Batin Kartika gelisah.
****
Mereka akhirnya tiba di PT. Hansasei sebelum acara dimulai.
"Bagus kita tidak terlambat." Ucap Salvastone dan Kartika masih tetap diam karena sibuk menarik roknya yang pendek itu.
"Berhentilah menarik rok itu! Sungguh memalukan!" Protes Mr.Salvastone.
Kartika pun akhirnya menghela napas panjang, berusaha membiasakan dirinya dan terpaksa menerima pakaiannya yang mini.
"Mr. Salvastone...calon menantu impianku...." sapa seorang pria sudah setengah baya dengan rambut yang sudah ada rambut putihnya.
"Selamat siang Mr. Hans, anda terlalu menyanjung diriku." Sahut Mr. Salvastone. Aku hanya berjabat tangan dan tersenyum mengangguk hormat padanya.
"Your new toy? Hah?!" Tanya Mr.Hans dan sangat membuatku tersinggung
"I'm Mr.Salvastone's Assistant, not his toy." Protesku pada ucapan Mr.Hans. Mr.Salvastone hanya menatapku diam.
"Ouw tentu saja, publik bahkan sudah mengetahui bahwa setiap sekretarisnya adalah juga mainannya di atas tempat tidur. Mengapa anda harus malu mengakuinya?" Sahut Mr.Hans tersenyum lebar tanpa merasa bersalah. Aku menatap tajam pada Mr. Salvastone.
"Ehm Mr. Hans, dia bukan seleraku. Dia adalah teman adikku, dia menjadi sekretarisku atas permintaan adikku." Ucap Mr.Salvastone pada akhirnya.
"Ouw...maafkan aku. Kupikir anda sama dengan sekretarisnya yang lain. Ini pertama kalinya dia membela sekretarisnya di hadapanku, biasanya dia hanya selalu mencumbu sekretarisnya dihadapanku." Ucap Mr. Hans menganggukkan kepala padaku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum sinis padanya. Aku sungguh masih kesal dengan ucapannya tadi.
"Calm down." Ucap Mr.Salvastone padaku namun tanpa suara hanya gerak bibir saja.
Aku menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, mengendalikan emosi diriku, lalu mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum pada Mr.Salvastone. Bos ku itu pun tersenyum dengan lega. Kami melanjutkan langkah kami masuk ke dalam ruangan acara makan siang ini, dan mendadak ada seorang wanita muda dan sexy yang langsung bergelayut manja pada Mr.Salvastone.
"Dia pasti nona Shasa, putri tunggal pewaris segala harta kekayaan Mr.Hans." Batinku menebak jati diri wanita muda itu.
"Kak Alva..., lama sekali tidak pernah mengunjungiku." Ucapnya merajuk manja
"Maafkan aku sha...terlalu banyak pertemuan yang harus aku hadiri hingga tidak ada waktu mengunjungimu. Tidak terasa usiamu sekarang sudah 25 tahun ya, kamu sudah semakin dewasa." Sahut Mr.Salvastone
"Maka dari itu, cepatlah nikahi aku! Aku sudah dewasa sekarang." Wanita itu merajuk lagi.
Bos ku hanya tersenyum lebar, dan berusaha melepaskan pelukan tangan wanita muda itu dari lengannya.
"Aku terlalu tua untukmu Sha...carilah yang sepantasnya untukmu." Sahut Mr.Salvastone.
"Tapi aku cintanya sama kak Alva, dan cuma mau menikah dengan kak Alva. Papa juga setuju jika aku menikah dengan kak Alva." Ucap Shasa terus berusaha merayu bosku.
Aku sangat terkejut dengan pernyataan cinta wanita muda ini.
"What?! Apa yang sudah terjadi dengan dunia ini??? Kenapa banyak wanita muda sangat ingin memiliki pria ini?! Suka bermain wanita! menghambur-hamburkan uang untuk semua wanita yang diajaknya tidur! suka dengan segala yang berbau s*x! iissshhh!!! Apa mereka sadar bahwa pernikahan mereka akan menjadi neraka bagi mereka jika menikah dengan pria ini?!" Batinku heran dengan segala pendengaran ku di hari pertama bekerja ini.
"Shasa, terima kasih ya buat cintanya, tapi aku lebih cocok jadi om kamu deh daripada suami kamu." Sahut bos ku dengan bijaksana. Aku serasa mau muntah mendengar jawaban bos ku ini.
"sok bijaksana sekali pria ini! Tumben tidak diajak tidur wanita ini??? mumpung dia menyodorkan dirinya." Batinku mencibir bos ku itu.
AAAAAAAA!!!!!
Aku berteriak dan sedikit loncat ke samping berusaha menjauhkan diriku karena sangat terkejut mendadak ada tangan seseorang yang melingkar di pundak ku yang terbuka dari belakang. Semua mata memandangku dengan berbagai ekspresi.
"Maaf, saya pikir anda adalah Niki, sekretaris Alva yang lalu." Ucap pria asing itu sambil tersenyum seolah penuh kemenangan bukan penyesalan.
"Ouh baiklah, lain kali tolong jaga sikap dan juga tangan anda, siapapun wanitanya jika bukan kekasih atau keluarga anda, sebaiknya anda lebih menjaga kesopanan anda!" Sahutku ketus dan kesal.
Pria itu nampak berbisik sesuatu di telinga bos ku.
"Baiklah, aku akan transfer kekalahan ku padamu. Percayalah!" Ucap bos ku sedikit berbisik namun aku masih bisa mendengarnya.
Pria itu tersenyum menatapku dan memajukan bibirnya seolah mengirim sebuah kecupan padaku, membuatku bergidik merinding ngeri dan jijik.
"Kartika, kamu carilah tempat duduk dan buat dirimu nyaman, aku akan bicara dengan Mr.Hans sebentar lalu kita akan pergi dari sini." Ucap bos ku itu dan aku mengangguk.
Aku mencari tempat duduk yang kosong diantara para tamu undangan lainnya, dan meneguk minuman yang tadi kuambil sambil mencari tempat duduk. Aku memperhatikan semua orang-orang yang hadir disini. Semua orang kaya dan berpenampilan kelas atas. Beberapa sibuk berbincang-bincang, namun tidak sedikit mata yang terus menatap ke arahku. Aku mencoba bersikap sewajarnya saja. Ini pertama kali aku menghadiri pesta seorang triliuner besar.
****
"Maaf, kamu jadi menunggu lama. Apa kamu menikmati acaranya? Atau hidangan makan siang nya tadi?" Tanya Mr. Salvastone saat kita sudah berada di dalam mobil perjalanan kembali ke kantor.
"Lumayan untuk hidangan makan siang nya, tapi saya tidak bisa menikmati acaranya, karena banyak mata pria yang terus melihat dan menatapku dengan genit. Ini semua karena Melani memilihkan pakaian yang terlalu mini untuk saya!" Sahutku dengan sedikit kesal.
"Kenapa dengan pakaian itu? Banyak yang lebih mini dari yang kamu pakai tapi mereka tidak masalah. Lagipula kamu cantik dengan penampilan seperti ini. Menurutku Melani sangat tepat memilihkan untukmu, sangat sempurna." Ucap Mr.Salvastone.
Aku menatapnya terkejut, entah apa yang aku rasakan di hatiku saat ini. Ini pertama kalinya ada seorang pria mengatakan penampilanku sangat sempurna. Almarhum Kak Edward juga tidak pernah memujiku seperti ini. Ada rasa senang dalam hatiku dengan pujiannya, namun aku juga menatapnya curiga atas pujiannya barusan. Aku dan dia saling diam hanya menatap selama beberapa saat, dan aku pun memilih memutuskan pandangan kami dan melihat keluar jendela. Kami hanya diam selama perjalanan kembali ke kantor bahkan kami sibuk di meja kerja kami masing-masing hingga sore hari saat jam kerjaku selesai.
Aku pulang ke rumah setelah menjemput kedua buah hatiku. Kami makan malam bertiga dan aku mendengarkan celotehan anak-anakku tentang pengalaman mereka hari ini. Aku tersenyum bahagia mendengar mereka sangat senang sepanjang hari ini. Saat malam tiba anak-anakku sudah terlelap tenang dalam tidur mereka, sedangkan aku, entahlah mengapa aku terus teringat dengan pujian bos ku tadi siang. Aku pun tersenyum sendiri di kamarku. Namun aku segera menyadarkan diriku supaya tidak terlena dengan pujian manis bos ku yang maniak s*x itu.
"Tidak! Tidak boleh terjebak dalam rayuannya! Dia pastilah pandai merayu dan memuji wanita! Aku tidak boleh terhanyut dengan mudahnya! Pujian itu pasti sudah biasa dia ucapkan pada semua wanita yang dia tiduri selama ini. Tidak! Tidak! Aku harus tetap pada pendirianku!" Ucapku bertekad pada diriku sendiri.