KEHIDUPANKU

2648 Words
"ini pak, surat perjanjiannya. Silahkan dibaca terlebih dahulu." Ucapku menyodorkan selembar surat perjanjian kerja kami. "Banyak sekali point-point dalam perjanjian ini!" Protes Mr.Salvastone saat melihat pertama kali. Aku hanya diam, aku harus menjaga diriku dengan sebaik-baiknya dari predator wanita ini. Dia kembali membaca isi perjanjian itu. 1. Tidak bersentuhan secara fisik baik sengaja atau tidak sengaja. 2. Selalu menjaga jarak tidak kurang dari 50cm. 3. Tidak ada acara keluar bersama dalam bentuk apapun hanya berdua di luar jam kantor. 4. Tidak saling mengatur urusan pribadi ataupun segala yang berhubungan dengan pribadi masing-masing di luar kepentingan kantor. 5. Tidak membawa urusan pribadi ke dalam segala pekerjaan di kantor. 6. Tidak ada perjalanan bisnis keluar kota ataupun keluar negeri ataupun menginap dimanapun hanya berdua, meski dalam urusan bisnis."   Dia berhenti membaca surat itu dan menatap ke arahku dari Sofanya. Dia menatapku yang berdiri di hadapannya. "Haruskah kamu menulis semua point sebanyak ini?!" Tanya pria bos itu. "Saya hanya berjaga saja pak." Sahutku menunduk ketakutan. Aku tidak takut jika kehilangan pekerjaan ini, tapi aku takut saat ingat dengan cerita Odi yang mengatakan bahwa pria ini sangatlah kejam, bagaimana jika dia marah dan melakukan kekejaman terhadapku???   "Berjaga dari aku?! Apa itu maksudmu?! Heh! Percaya diri sekali dirimu! Tubuhmu sangat tidak mengundang gairah bagiku! Wanita dengan usia sepertimu, terlebih kamu adalah single parent, ouw tidak! Sangat tidak masuk kriteriaku! Jadi tanpa surat perjanjian inipun kamu sudah bisa dipastikan aman dariku! Kamu tahu itu?!" Ucapnya dengan nada sangat kesal padaku. Aku hanya diam menunduk.   "Sudahlah! aku akan tanda tangan saja. Ingat! Aku melakukan semua ini hanya demi adikku, bukan karena dirimu! Jadi sebaiknya kamu tetap bekerja dengan baik atau aku akan segera memecatmu hanya dengan satu kali kesalahan saja!" Lanjutnya lagi begitu kesal padaku. "Apa anda tidak akan membaca sangsi jika melanggar point-point itu?" Tanyaku mengingatkan dirinya supaya tidak ceroboh. "Aku sudah melihat sepintas tadi! Satu milyar untuk masing-masing point yang dilanggar. Tenang saja, aku pastikan tidak ada yang akan aku langgar!" Sahutnya dengan penuh percaya diri bercampur kesal. "Ingat! Satu kesalahan maka kamu harus segera angkat kaki dari kantor ini selamanya!" Ancam pria bos itu padaku sambil melemparkan surat perjanjian itu ke atas meja dengan kasar.   "Sekarang keluarlah dari ruanganku dan mulailah bekerja dengan sebaiknya!" Perintahnya. "Maaf pak, saya dan pihak personalia sudah sepakat bahwa saya akan mulai bekerja di awal bulan, tepatnya Senin depan." Ucapku dan dia hampir berteriak marah lagi, namun dia menahannya entah karena apa. "Baiklah! Pergilah! Terserah! kapan kamu mulai bekerja!" Sahutnya lalu duduk kembali ke kursi kerjanya, dan kudengar suara desahan muncul kembali dari laptop itu, membuatku merinding dan memutuskan segera pergi dari ruangan m***m itu.   "Hiiiihhh!!! Gila! Apa dia itu seorang maniak?! Mengapa dia suka menonton film porno seperti itu??? Hhiiiiihhhh...." Ucapku sendiri dengan merinding.  ****   Aku memutuskan kembali ke Cirebon sore itu juga. "Maafkan aku, ibu ayah, aku harus membawa anak-anak pindah ke Jakarta bersamaku. Yani akan mencarikan rumah kontrakan untuk sementara waktu yang tidak jauh dari kantorku. Anak-anak akan aku titipkan di sekolah yang memiliki daycare juga, jadi mereka akan sekolah disana dan sekaligus penitipan anak disana, aku akan menjemput mereka saat pulang dari kantor." Ucapku pada mertuaku. "Sebenarnya kami sangat keberatan berpisah dengan kalian, tapi kamu masih muda Tika, kamu pasti butuh kebebasan, semoga kamu bisa menemukan jodoh yang bisa menerima anak-anak juga." Sahut ayah mertuaku. "Tidak ayah, bukan kebebasan untuk mencari suami lagi, tapi aku hanya ingin bertanggung jawab terhadap anak-anakku. Sedangkan untuk masalah menikah lagi, aku belum memikirkannya. Kehilangan kak Edward sangat membuatku terpukul dan kehilangan arah hidup, sekarang anak-anak adalah tujuan hidupku, aku tidak memikirkan hal lainnya." Ucapku tidak ingin membuat mertuaku salah paham. "Ibu dan ayah hanya bisa mendoakan kalian selalu baik-baik saja disana. Hati-hati ya Tika, jangan mudah percaya pada seseorang yang baru dikenal. Kalau ada libur, pulanglah kemari Tika, kunjungilah dua orang tua renta yang kesepian ini." Sahut ibu mertuaku.   Aku memeluk ibu mertuaku dan menangis. "Pasti! Pasti kami selalu berlibur kemari ibu! Kalian adalah rumah kami untuk kembali." Ucapku dalam pelukan ibu mertuaku. "Terima kasih Tika." Ucap ibu mertuaku.   Yani telah menemukan rumah kontrakan bagiku dan anak-anak untuk tinggal di Jakarta, di sebuah perumahan sederhana. Yani juga telah membantuku mendaftarkan anak-anak di sebuah sekolah yang memiliki daycare, dan lokasinya juga searah dengan kantorku. Aku berhutang banyak kebaikan pada Yani dan Kak Raja. Mereka selalu melakukan yang terbaik bagiku dan anak-anak. Semoga Tuhan memberiku kesempatan membalas segala kebaikan mereka.  ****   Hari pertama tiba di Jakarta. "Yani, kak Raja, terima kasih selalu membantuku dan anak-anak." Ucapku saat mereka telah menjemput kami di stasiun dan mengantar kami ke rumah kontrakan. "Sudahlah, jangan terlalu sungkan begitu. Kamu itu adik kami, jadi sudah sepatutnya kami membantumu." Sahut kak Raja sambil merangkul Yani. "Iya Tika, kamu jangan sungkan begitu terhadap kami. Selama kami mampu, pasti kami akan menolongmu dan menjagamu." Ucap Yani juga merangkul pinggang kak Raja. Aku tersenyum melihat kemesraan mereka. Rumah tangga mereka memang sudah dirajut bertahun-tahun lamanya, tapi kemesraan mereka masih terlihat hingga saat ini.   "Aku doakan kalian segera memiliki momongan, Tuhan pasti akan membalaskan segala kebaikan kalian terhadap anak-anakku." Ucapku tersenyum. "Amin..." Sahut Yani dan Kak Raja bersamaan dan tersenyum. Mereka pun lalu kembali ke rumah mereka, meninggalkan aku dan anak-anak di rumah kontrakan ini.   Aku pun segera melapor ke ketua RT setempat mengenai kepindahan kami ke perumahan ini, sekaligus berkenalan dengan mereka.  Malam ini anak-anakku tidur sangat awal, mungkin karena mereka lelah di perjalanan. Masih ada tiga hari lagi sebelum aku mulai bekerja. Aku akan mengantar anak-anak ke tempat sekolah dan daycare mereka. Kami bisa berkenalan dengan para pengasuh disana dan aku bisa menemani mereka sehari untuk beradaptasi disana.   BRAAAKK!!! Suara pintu dibanting dengan sangat keras dari rumah sebelah. Aku sebenarnya tidak ingin mencari tahu apa yang terjadi, namun suara gaduh itu lama-lama mengganggu istirahat anak-anakku. Aku mengintip keluar jendela. Pertengkaran sepasang kekasih. Sang wanita terlihat tidak ingin ditinggalkan oleh sang pria yang terlihat hendak segera pergi memasuki mobilnya. Banyak tetangga yang juga mengintip kejadian itu, namun tidak ada yang menolong wanita muda itu. Aku mencoba keluar rumah, kasihan pada wanita muda itu. "Hei! Bisakah kalian bicara baik-baik di dalam rumah kalian?! Maaf, tapi tidur anak-anakku sangat  terganggu dengan keributan kalian! Maaf, mohon pengertian kalian!" Seru ku saat sudah berada di luar rumahku.   Pasangan yang sedang bertengkar itupun segera menoleh ke arahku bersamaan. "What?! Astaga! Mampus aku!"  Batinku terkejut melihat siapa pria yang sedang ingin meninggalkan wanitanya itu. Mr.Salvastone.   "Kamu??? Kamu tinggal di perumahan ini?!" Tanya Mr.Salvastone. "Eh, pak maaf, sa...sa...saya tidak bermaksud ikut campur, tapi kalian sungguh menjadi tontonan bagi semua warga disini." Sahutku mengingatkan mereka. Mr.Salvastone pun melihat ke sekeliling dan benar semua warga sedang melihat ke arah mereka, bahkan beberapa ikut keluar rumah bersama denganku tadi. "Kamu sungguh membuatku malu Niki! Mulai detik ini jangan pernah menemuiku lagi atau menghubungiku lagi! Dasar w************n!" Seru Mr.Salvastone lalu pergi dengan mobilnya secepat kilat. Aku melihat wanita muda itu menangis sangat terpuruk. Aku mendekatinya dan merangkulnya. "Dek, maaf, sebaiknya menangisnya di dalam saja. Banyak warga yang menonton." Bisik ku pada wanita muda itu. Dia pun menatap ke sekeliling dan mengangguk, lalu aku menuntunnya masuk ke dalam rumahnya. Aku terkejut dengan pemandangan ku saat masuk ke dalam rumah. Begitu banyak pakaian berantakan berhamburan di lantai, bahkan ada pakaian dalam wanita juga.   "Apa yang sebenarnya terjadi disini?"  Batinku bertanya-tanya.   "Niki.." panggilan lembut dari seorang pria yang keluar dari sebuah kamar hanya dengan menggunakan celana boxer pendeknya. "Astaga! Siapa sebenarnya wanita dan pria ini?! Dan apa yang sebenarnya sedang terjadi disini?"  Batinku kembali penuh pertanyaan.   "Maaf, sebaiknya aku kembali ke rumahku. Permisi." Ucapku memilih meninggalkan rumah itu. Wanita itu hanya diam dan membiarkanku pergi begitu saja. Aku tidak ingin berasumsi apapun tentang kejadian barusan. Aku memilih mengunci pintu dan tidur segera karena besok pagi - pagi harus mulai melatih membawa anak-anak ke sekolah mereka.  ****   "Mama! ayo kita berangkat! nanti terlambat!" Seru Kemal dengan penuh semangat.  "Ayo! Ayo!" Sahutku lalu menggendong Samira yang juga sudah siap berangkat.  Kami keluar rumah dan bersyukur taxi online kami sudah datang. Aku menggandeng Kemal dan menggendong Samira serta membawa tas-tas kami, segera masuk ke dalam mobil taxi online itu. Aku melihat wanita muda yang semalam menangis itu, pagi ini terlihat ceria, tersenyum lebar dan bergelayut manja di lengan prianya.   "Syukurlah keadaannya sudah lebih baik dari semalam."  Batinku tersenyum ikut lega melihat keadaan wanita muda itu.  ****   Aku tersenyum bangga menyaksikan anak-anakku yang sedang berinteraksi dengan teman-temannya dan guru juga pengasuh mereka di tempat ini.   "Kak Edward, lihat kak, anak-anak kita semua sehat dan aktif, bantu aku dalam merawat dan membesarkan mereka ya kak. Meski kak Edward sudah jauh disana, tapi terus doakan aku dan anak-anak disini ya kak. Aku merindukan kak Edward, aku sangat ingin masuk dalam pelukanmu kak Edward."  Batinku teringat pada almarhum suamiku.    Aku selalu berusaha menyibukkan diriku dengan segala hal, supaya tidak terus menangisi kepergian kak Edward, namun tetap saja tidak mudah melupakan bayangannya. Aku tidak munafik juga, saat hormon wanitaku meningkat, aku juga sangat merindukan sentuhan kak Edward dan kemesraan bersamanya. Namun aku selalu mengalihkannya pada semua kegiatan dan kesibukan rumah tangga.   Aku menghela napas panjang berkali-kali dan tersenyum sambil terus menatap anak-anakku dari halaman sekolah. Semua hal baru hari ini rupanya menjadi pengalaman seru dan menarik, juga menyenangkan bagi anak-anakku. Mereka berceloteh menceritakan segala kejadian di hari ini sepanjang perjalanan pulang dan bahkan saat makan malam di rumah. Kami hanya bertiga namun kami bisa sangat berbahagia malam ini. Anak-anakku telah tidur, besok akhir pekan dan aku berencana membawa mereka untuk berlibur di suatu tempat yang dekat dengan rumah ini, sebelum aku memulai kesibukanku bekerja. Aku pun mulai mencari di internet lokasi wisata untuk anak-anak yang lokasinya dekat rumah.  ****   "Asiiikkkk!!! Hore...!!! Kita mau berenang mami??" Seru Kemal melompat senang saat bangun pagi ini. Aku mengangguk sambil tersenyum lebar. Kemal semakin melonjak senang sekali. Samira pun ikut melompat-lompat gembira. Aku tertawa melihat tingkah mereka, hanya sekedar berenang di pantai dan mereka sudah sangat bahagia, hatiku merasa penuh kebahagiaan melihat anak-anakku yang tertawa bahagia. "Terima kasih Tuhan, aku masih mampu membuat mereka tertawa bahagia setelah beberapa bulan ayahnya meninggal."  Batinku bersyukur pada Tuhan.   "Aku harus kuat, aku harus melanjutkan hidup ini bersama anak-anakku, apapun yang terjadi mereka adalah kehidupanku saat ini. Aku tidak boleh mengeluh apapun, mereka adalah semangatku hidup saat ini."  Tekadku dalam hati. Aku tersenyum lebar menatap mereka berdua sambil menyiapkan bekal untuk kami piknik sederhana di pantai.  ****   Kami sangat menikmati piknik sederhana kami hari ini, bahkan Yani dan Kak Raja juga ikut bergabung menyusul kami saat mereka menghubungiku dan aku bercerita pada mereka.  Anak - anak terus bermain di air bersama kak Raja, mereka sangat begitu menikmati liburan hari ini.   "Bagaimana persiapanmu Senin nanti? Apa kami perlu mengantarkan kalian?" Tanya Yani, saat kami hanya duduk berdua di pinggir pantai. "Tidak perlu, terima kasih. Aku kemarin sudah mencobanya satu hari, dan semuanya masih bisa diatur dengan baik." Sahutku tidak ingin merepotkan mereka terus. "Bagaimana dengan anak-anak? Apa mereka senang dengan tempat itu?" Tanya Yani lagi. "Iya, mereka sangat senang bersekolah dan bermain bersama para pengasuh dan teman-teman baru mereka disana. Terima kasih Yani, kamu sudah memilihkan tempat terbaik bagi mereka." Sahutku tersenyum lebar. "Syukurlah, aku ikut senang mendengar kabar kalian disini sangat senang." Ucap Yani. "Terima kasih Yani." Sahut ku. "Tika, apa kamu akan menikah lagi nantinya?" Tanya Yani. "Masih terlalu baru untuk memikirkan hal itu, jasad kak Edward saja mungkin masih utuh di dalam kubur. Aku harus memikirkan masa depan anak-anakku saat ini, bukan memikirkan kesenanganku sendiri." Sahutku. "Kamu masih sangat muda Tika, kamu berhak mendapatkan kebahagiaanmu juga." Ucap Yani.  Aku menatap ke arah laut dan melihat kedua anak-anakku. "Merekalah kebahagiaanku Yani, cukup melihat tawa mereka dan melihat mereka aktif ceria dan sehat sungguh membuatku bahagia.". Ucapku tersenyum lebar menatap kedua anakku, Kemal dan Samira. "Kamu benar, entah kapan aku dan kak Raja akan mendapat kebahagiaan sepertimu, memiliki anak-anak yang aktif dan ceria. Lihatlah, kak Raja sungguh menyukai dan menyayangi anak-anak." Sahut Yani sedikit murung. "Apa kamu sudah mencoba konsultasi dokter atau terapi?" Tanyaku. "Sudah kami lakukan, semuanya normal, tidak ada masalah apapun pada diri kami berdua. Untuk terapi, kami belum mencobanya." Sahut Yani. "Mungkin sebaiknya kalian mengambil cuti satu minggu dan nikmatilah bulan madu kalian dengan romantis dan mesra. Bagaimana?" Usulku pada Yani. "Akan kami coba, kak Raja juga berencana seperti itu, sejak awal menikah hingga sekarang kami belum pernah pergi bulan madu. Kamu tahu bagaimana pernikahan kami waktu itu, sangat mendadak karena ayah kak Raja dalam keadaan sekarat, dan setelah menikah kak Raja harus langsung memegang kendali perusahaan, belajar segalanya dari awal sebagai pengganti ayahnya. Kami terlalu sibuk dengan pekerjaan kami masing-masing, dan akhirnya setelah sadar kami sudah melewatkan pernikahan 3 tahun ini dengan bekerja." Sahut Yani. "Kalian hanya butuh liburan romantis, percayalah Tuhan pasti akan percayakan buah hati pada kalian berdua karena kalian sangat menyayangi anak-anak." Ucapku memberinya semangat. "Semoga saja doamu dikabulkan." Sahut Yani. Hari semakin sore dan beranjak gelap, kami bersiap meninggalkan pantai ini, berjalan di tepi pantai ini menuju mobil kak Raja. Samira tertidur di gendonganku karena kelelahan bermain seharian ini di pantai. Kemal berada dalam gendongan kak Raja karena juga merasa lelah. Akhirnya anak-anakku tertidur dalam perjalanan pulang hingga tiba di rumah, bahkan mereka tidak terbangun saat kami memindahkan mereka ke dalam kamar.   "Terima kasih kak Raja, Yani, aku jadi merepotkan kalian terus." Ucapku. "Tika... Tika....apa kamu masih menganggap kami orang asing? Kami ini saudaramu Tika, mereka sudah seperti anak-anak kami juga." Sahut Yani merangkul pundak ku. "Iya maafkan aku, tapi sungguh aku sangat berterima kasih pada kalian berdua." Ucapku lagi. "Sudahlah, sebaiknya kamu juga istirahat, karena kami akan segera pulang." Sahut Yani. "Baiklah, hati-hatilah di jalan. Ingat usulku tadi, cobalah bicarakan dengan kak Raja." Ucapku berbisik di kalimat terakhirku. Yani hanya mengangguk dan tersenyum, kak Raja hanya menatap dengan curiga dan menyelidik. Kami hanya tertawa bersama pada akhirnya. Sungguh kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku pun membersihkan diriku setelah Yani dan kak Raja pergi.   Tok.Tok.Tok. Pintu rumahku diketuk seseorang dari luar. Aku mencoba melihat melalui jendela yang tertutup gorden sebelum membukanya. Wanita muda tetangga sebelah rumahku. Akupun membuka pintu baginya. "Dek, ada apa?" Tanya ku "Mbak yang bernama Kartika Widyasari ya?" Tanyanya. "Iya betul, ada apa ya?" Tanyaku lagi. "Begini mbak, aku tahu mbak Kartika pernah menolongku kemarin, tapi aku tetap tidak rela jika kak Alva berhubungan dekat dengan mbak Kartika! Jadi ingat baik-baik mbak, kak Alva itu selamanya adalah milikku!" Sahutnya dengan kesal.    Aku bingung dengan ucapannya "Maaf, aku tidak mengerti,  Alva itu siapa ya?" Tanya ku. "Tidak perlu pura-pura mbak! Salvastone Kendrick Ozdemir. Pemilik Hard Stone! Dialah kak Alva milikku!" Sahutnya. Aku mulai paham siapa yang dia maksud, tapi aku tidak paham mengapa dia mengatakan aku tidak boleh berhubungan dengannya??? "Maaf, sepertinya adek salah paham. Aku  hanya sekretarisnya saja, tidak ada hubungan lain apapun di luar itu. Lagipula aku juga baru akan mulai bekerja Senin nanti." Ucapku menjelaskan. "Tapi mengapa kak Alva menyebut kalau mbak Kartika adalah calon istrinya?!" Tanya wanita muda itu. "hah?! Aku?! Astaga! Itu tidak benar! Aku tidak akan menikah dengan siapapun dek, suamiku baru meninggal sekitar tiga bulan yang lalu! Aku tidak berpikiran untuk menikah dengan siapapun dek. Sepertinya adek sudah dibohongi oleh pria itu." Sahutku. Wanita muda itu nampak sedikit lega, raut wajahnya mulai mereda dari rasa kesal dan amarah.   "Ah sial! Kak Alva sudah mengerjai diriku! Maafkan aku mbak, aku terlalu takut kehilangan kak Alva, jadi aku bersikap seperti ini." Ucap wanita muda itu sedikit tersipu malu. "Iya tidak apa-apa dek, tenang saja aku bukan selera pria itu, lagipula adek jauh lebih cantik, muda dan sexy, jadi adek jangan takut aku akan menggodanya. Aku juga tidak berminat menikah lagi dek. Aku mau bekerja disana demi anak-anakku saja, tidak ada pikiran lainnya." Sahutku lagi. Seketika datang seorang pria berdiri di pintu rumahku, pria yang malam itu aku lihat hanya mengenakan boxer dan ada di dalam rumah wanita muda ini. "Niki, kita berangkat sekarang?" Ajak pria itu dan wanita muda inipun berpamitan padaku lalu pergi bersamanya. Aku menghela napas panjang dan menggelengkan kepalaku. Aku tidak mau  pusing memikirkan masalah yang terjadi antara bos ku dan wanita muda itu. Aku menatap kedua anakku yang terlelap dengan tenangnya, aku tersenyum lebar, hatiku penuh ketenangan dan kebahagiaan.   "Kak Edward, lihat kak, anak-anak kita semua sehat dan aktif, bantu aku dalam merawat dan membesarkan mereka ya kak. Meski kak Edward sudah jauh disana, tapi terus doakan aku dan anak-anak disini ya kak. Aku merindukan kak Edward, aku sangat ingin masuk dalam pelukanmu kak Edward."  Batinku sangat merindukan almarhum suamiku. Aku memilih untuk ikut tidur bersama anak-anak malam ini, bukan di kamarku sendiri. Hormon wanitaku sedang sangat merindukan sentuhan kak Edward, pasti aku tidak akan bisa tidur karena merasa kesepian dan gelisah. Di samping anak-anakku lah, aku tetap merasa bahagia dan tidak kesepian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD