Chapter 2

1151 Words
Mobil sport tersebut berhenti di depan rumah minimalis bergaya klasik. Aura memandang rumahnya dengan tatapan ragu. Zac yang melihat hal itu menggenggam tangan Aura. "Apa yang kau takutkan ?" Aura menarik tangannya dan menggeleng. "Tidak. Aku akan menelfon kakakku" Aura keluar dari mobil tersebut dan mengambil ponselnya. Pintu pagar rumahnya pasti sudah terkunci. Terbukti dengan gembok besar yang menguncinya. "Kak Zi. Aura di depan tolong bukain pagarnya dong" "Lo barusan pulang jam segini ? Lo ini ya dek! Tunggu di sana" "Okay. Makasih Kak Zi" ucap Aura dan menutup telfonnya. Aura memutar badannya dan menatap Zac yang ternyata sudah keluar dari mobil. Aura menatap kearah pria tinggi berbadan besar dihadapannya. "Terima kasih sudah mengantarku. Kau bisa pulang sekarang, kakakku akan membukakan pintu untukku" ucap Aura lembut. Aura tersenyum manis saat ini. Sejak tadi Aura bersikap kasar hanya karena takut jika Zac akan melakukan hal yang menakutkan. Sikap kasarnya itu hanya sebuah tameng. Sikap Aura yang tiba-tiba berubah membuat Zac merasa heran. Namun Zac tetap membalas senyum manis yang Aura keluarkan. "Tidak apa. Aku bisa berkenalan dulu dengan kakakmu" ucap Zac yang seketika membuat Aura melototkan matanya. "Tidak! Jangan. Kakakku akan marah jika yang mengantarku orang yang tidak dikenal" Zac menggeleng pelan dan menatap rumah didepannya. Sudah kesini kenapa tidak sekalian berkenalan ? "Maka dari itu. Aku memperkenalkan diri" ucap Zac langsung melangkah maju ketika pintu gerbang dibuka. Aura yang tak sempat mencegahkanya harap-harap cemas dibelakang Zac. Gerbangpun terbuka dan memunculkan Kak Zi yang hanya menggunakan bozer. "Selamat malam" ucap Zac dengan formal. Kak Zi menatap Zac dengan pandangan herannya dan dia mengalihkan pandangannya kepada Adik satu-satunya itu. Aura hanya tersenyum getir. "Aura kesini! Kau siapa dan kenapa mengantar adikku ?" tanya Kak Zi dengan nada dinginnya. Aura berjalan pelan dan berdiri di samping Kak Zi. Aura menatap Zac yang hanya tersenyum samar. Tidak ada raut cemas diwajahnya. Tidak seperti teman-temannya yang biasanya di tegur Kak Zi. Kata mereka Kak Zi begitu menakutkan. Walaupun hanya sekedar bertatapan. "Nama saya Zac dan saya teman Reon. Saya hanya mengantarkan Aura karena ini sudah malam" ucap Zac dengan tegas. Kak Zi menoleh kearah Aura meminta sebuah jawaban. Aura mengangguk menyetujui apa yang dikatakan oleh Zac. Kak Zi mengangguk dan menatap Zac. "Baiklah, terima kasih sudah mengantarkan Aura dengan selamat. Kau bisa pulang" ucap Kak Zi dan membalikkan badannya. Aura tersenyum kecil sebelum berbalik mengikuti Kak Zi. Tapi sebuah tarikan membuatnya tertarik ke belakang. Aura merasakan panas tubuh seseorang dibelakangnya. "Aku akan menghubungimu nanti" ucap orang tersebut yang membuat Aura menegang. Aura segera mengikuti langkah kaki Kak Zi sebelum kakaknya itu menyadari. Jika Aura belum jalan dibelakangnya dan ikut masuk ke dalam rumah. *-*-* Aura memberikan sebuah berkas kepada Mbak Anita. Berkas tentang divisinya. Mbak Anita tersenyum dan berlalu pergi. Aura menghela nafas pelan dan berjalan menuju tempat duduknya. Sudah setahun Aura bekerja di perusahaan penerbitan novel. Masih ada dua novel yang harus segera direvisi dan dikirimkan ke divisi lainnya. Pekerjaannya semakin hari semakin banyak dikarenakan banyak pesanan cetak. Ketika Aura ingin mengambil segelas air yang disiapkan di mejanya. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk diponselnya. Nomer yang tidak dikenal. "Kau ingin bertemu denganku ?" Siapa dia ? Kenapa to the point banget ya ? Kenal aja belum udah ngajak bertemu. Aura menggelengkan kepalanya dan menaruh ponselnya kembali pada tempatnya. Namun sebuah panggilan masuk membuat Aura segera mengangkatnya. Siapa tau itu merupakan panggilan penting. "Halo. Siapa ya ?" "Sudah kuduga kau tidak akan membalas pesanku" "Zac ? Kenapa kau menelfonku ? Darimana kau tau nomerku ?" "Slow, baby. Bagaimana jika kita bertemu saja ?" "Apa kau gila ? Aku sedang bekerja!" "Aku akan menjemputmu sekarang" Panggilan pun terputus. Aura mengumpat dan menatap kaca besar dibelakangnya. Hatinya merasa tidak tenang. Jika harus ijin keluar semua pekerja diwajibkan untuk meminta ijin langsung dengan bos mereka. Aura bukanlah pegawai berpangkat tinggi yang dengan mudah meminta ijin. Aura hanya pegawai yang bekerja merevisi naskah dari penulis-penulis. Aura cukup mengerti jika bekerja di perusahaan ini harus mau mengikuti setiap peraturan perusahaan. Tapi perusahaan tempatnya bekerja memiliki peraturan yang begitu sulit. Tapi inilah dunianya. Menyukai segala hal yang berbau sebuah buku. Inilah yang diingkan Aura sejak muda. Bekerja dipenerbitan, tapi yang paling diinginkannya adalah bisa memiliki perusahaan penerbitan sendiri. Tapi itu sebuah hal yang tidak mungkin. "Laura Alhusein!" seseorang memanggilnya dengan keras dan menariknya dari lamunannya. Saat ini Mbak Anita berdiri dengan wajah sebalnya. Aura segera berdiri dan menghampiri Mbak Anita. "Kau dipanggil Mr. Smith" ucap Mbak Anita yang membuat Aura mengedipkan matanya beberapa kali. "Apa kau tidak mendengarkanku ?" "Saya mendengarnya, Mbak. Tapi kenapa saya dipanggil Mr. Smith ?" tanya Aura yang membuat Mbak Anita menghela nafas pelan. "Apa saya harus tau ? Cepat sana sebelum Mr. Smith turun sendiri" Aura segera mengangguk dan meninggalkan Mbak Anita. Aura mengutuki dirinya yang lupa membawa ponsel. Bagaimana dengan Zac ? Astaga apalagi yang sedang dipikirkannya saat ini. Kenapa dia malah memikirkan Zac daripada apa yang akan dikatakan Mr.Smith. Lift berdenting yang menandakan jika sudah sampai di lantai yang ditujunya. Aura menghela nafas pelan sebelum melangkahkan kakinya menuju ruangan Mr. Smith. Aura yang masuk ke dalam ruangan Mr. Smith melihat punggung pria yang tidak pernah dilihatnya sama sekali. Aura merasakan hal yang begitu mencekam disini. Entah apa yang membuatnya merasa bergetar dan mungkin bisa dikatakan merasa sebuah desiran aneh. Hingga Mr. Smith membalikkan badan dan menatapnya. "Segera bawa kekasihmu pergi" ucap Mr. Smith yang membuat Aura merasa keheranan. Tiba-tiba sebuah rangkulan membuat Aura menoleh dan menemukan Zac berdiri di sebelahnya. Zac menatapnya dengan wajah datarnya. Aura ingin melepaskan rangkulan tersebut. Tapi lengan yang merangkulnya lebih kuat. Aura menatap Mr. Smith dengan tatapan bertanya. "Terima kasih, sudah mengijinkanku membawa pegawaimu" ucap Zac dan menarik Aura keluar. "Apa yang kau lakukan pada Mr. Smith ?" tanya Aura dengan melepaskan pelukannya ketika berada di lift. "Tidak ada. Hanya saja dia temanku" "Oh jadi dia temanmu makanya dia membiarkanku di culik ?" ucap Aura yang membuat Zac terkekeh. "Aku akan mengembalikanmu. Jadi aku tidak menculikmu" ucap Zac yang membuat Aura mendengus. Percuma saja menoleh. Jika dilihat Zac bukan orang yang menerima penolakan. Jadi percuma saja jika mereka berdebat dan dia yang akan menang. Lebih baik Aura diam saja. "Kau akan membawaku kemana ?!" tanya Aura ketika dirinya di tuntun ke salah satu mobil di basement. "Makan ? Atau kau ingin yang lain?" "Hey tidak! Kau bilang hanya bertemu bukan membawaku makan" sungut Aura yang membuat Zac menatapnya keras. "Saya sudah menjemputmu. Bukankah kemarin kau sudah saya beri makan ? Saat ini saya ingin kau makan dengan saya" ucap Zac yang membuat Aura mengerjapkan matanya. "Dasar nggak ikhlas" gumam Aura yang dapat di depan oleh Zac. "Aku tidak ingin makan di restoran" "Lalu kau ingin kemana ?" tanya Zac dengan membukakan pintunya. Zac menarik tangan Aura dan mendorongnya masuk ke dalam mobil dengan perlahan. Aura mau tidak mau harus masuk. "Entahlah" ucap Aura yang membuat Zac tersenyum. "Baiklah, aku tau kita akan kemana" mobil berjalan meninggalkan basement perusahaan. Kemana ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD