Salah Sangka

1548 Words
Jinny berjalan gontai dengan wajah yang terlihat masam memasuki kantor yang beberapa bulan belakangan tidak ia pijaki lagi. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan kembali secepat ini. Rasanya Jinny masih tidak terima jika dirinya selalu dipindahkan sesuka hatinya saja. Jika tidak karena zaman sekarang sangat susah mencari pekerjaan, Jinny pasti sudah berhenti dari pekerjaan yang seperti sedang mempermainkannya ini. Belum lagi fakta bahwa gajinya tidak akan lagi sebesar saat ia bekerja di Singapura membuat ia semakin lemas saja. Hawa kantor ini tidak berubah sejak ia terakhir ia tinggali. Para karyawannya juga masih terlihat sama-sama saja. Semuanya terasa tidak asing. Ah andai Agatha masih bekerja disini pasti ia tidak akan sekesal ini sekarang. Sayangnya sahabatnya itu kini pasti sedang menikmati masa-masa indahnya bersama keluarga kecilnya. Tidak seperti dirinya yang masih sibuk bekerja bahkan harus terombang-ambing dipindahkan kesana dan kemari. Jujur saja Jinny merasa iri namun tetap ikut bahagia. Jinny langsung menuju meja kerjanya. Ini satu-satunya hal yang berbeda saat ini. Mungkin meja kerjanya yang lama sudah diisi oleh orang lain, oleh karena itu ia memiliki meja kerja baru. "Kayaknya Jinny cinta banget nih sama Indonesia Raya tercinta ini. Cepat banget baliknya." Jinny menatap malas pada seorang pria yang terang-terangan menggodanya. Ia bahkan sengaja menarik kursi dengan rodanya itu untuk mendekati Jinny dan membuat gadis itu kesal. "Gue kangen seblak, makanya balik ke Jakarta," balas Jinny asal menimpali godaan Arya, salah satu karyawan disana. "Eittsssss... ada Jinny nih." Belum selesai dengan yang satu, sudah datang yang satu lagi. Jinny bahkan sudah mempersipakan diri untuk ini. Teman-teman kerjanya ini memang sangat jahil padanya. Padahal saat Jinny pindah mereka sangat sedih, kini saat ia kembali malah digoda seperti ini. Jinny menyalakan komputernya berniat untuk mengabaikan Arya dan Bunga yang entah mengapa masih setia di meja kerjanya sembari saling melempar senyum menggoda. Sepertinya mereka belum puas sebelum diteriaki oleh Jinny seperti biasanya. "Jin, dengar-dengar lo dipindahin lagi karena mbak Ira setuju buat dipindahin ya?" Tanya Bunga penuh keingin tahuan. "Bukannya waktu itu mbak Ira sendiri ya yang nolak? Lah kenapa tiba-tiba dia mau?" Arya menimpali merasa pembicaraan ini seru. Pria bertulang agak lunak itu berada di urutan satu jika masalah gosip. "Ya wajar sih, mbak Ira kan masih ada hubungan saudara sama pak Bos, jadi wajar. The power of orang dalam," sahut Bunga lagi sedikit berbisik-bisik. Brukkkkk.... "Ihhhhhh ngeselin banget sih..." Bunga dan Arya kompak tersentak kaget saat Jinny tiba-tiba memukul meja kerjanya dan berteriak kesal. Kekesalan Jinny terpancing oleh obrolan kedua orang itu. "Gue udah ngerasa juga nih, pasti gara-gara mbak Ira ada hubungan keluarga sama pak Bos," kesal Jinny. "Tuhkan, emang parah banget." "Sabar ya Jin." "Pokoknya gue mau nemuin pak Bos dan protes." Jinny bangkit dari duduknya dengan semangat berapi-api. "Waktu minta gue gantiin mbak Ira, enak banget mulutnya ngomong ngerayu-ngerayu gue. Mana lembut banget lagi lidahnya kayak gak bertulang kalau ngerayu." "Tapi Jin..." Bunga berusaha untuk menenangkan Jinny. "Gak ada tapi-tapian. Gue kan dulu salah satu pekerja terbaik disini. Gue wartawan andalan setelah Agatha. Sepaling tidak si kumis lele itu harus naikin gaji gue sedikit." "Tapi masalahnya Jin..." "Udah jangan tahan-tahan gue." Jinny menepis tangan Arya yang berniat menahannya dan melenggang pergi membuat pupil Bunga dan Arya membesar. Sepertinya Jinny akan mendapat masalah besar karena tidak mendengarkan ucapan mereka. Bunga dan Arya hanya mampu saling berpandangan dengan wajah khawatir ketika Jinny sudah hilang di pintu. Mereka hanya bisa menunggu kembalinya Jinny untuk tahu apa yang akan terjadi. *** Dengan penuh percaya diri Jinny mengetuk pintu CEO perusahaan media itu. Jinny merasa ia cukup mengenal dekat pak Erik, pemilik perusahaan itu meskipun ia cukup galak dan menyebalkan. Pak Erik ini sebenarnya juga merupakan kenalan ayah Jinny, jadi bisa dikatakan Jinny masuk ke dalam perusahaan ini atas bantuannya juga. "Masuk." Mendapat sahutan dari dalam membuat Jinny langsung membuka knop pintu dan masuk ke dalam ruangan. Yang Jinny dapati adalah pak Erik tengah membaca koran menghadap ke dinding kaca. Dari tempat ia berdiri Jinny hanya bisa melihat punggungnya saja. Lihatlah, menyebalkan bukan? Jinny masuk ia malah membelakanginya seperti ini. "Ada apa?" "Pak, kenapa Bapak pindahin saya ke Jakarta lagi sih? Katanya waktu itu sepaling tidak masa percobaan saya selama satu tahun. Kalau gitu bikin saya capek-capek pindah aja dong. Belum lagi sewa apartemen saya disana belum habis," Jinny langsung mengutarakan maksudnya tanpa jeda. Ia masih ingat betul bagaimana pak Erik kala itu membujuknya untuk mau dipindah tugaskan ke Singapura karena menutnya selain Ira, dirinyalah yang berkompeten di perusahaan ini. "Apa seperti itu cara kamu berbicara dengan atasan? Tidak ada kalimat pembuka sama sekali?" Mulut Jinny seketika terbuka saat orang yang duduk membelakanginya itu memutar kursinya. Rahang Jinny hampir saja jatuh sangkin kagetnya saat tidak mendapati pak Erik disana melainkan orang asing yang entah siapa itu. "Pak Erik mana?" Orang itu bangkit dari duduknya dengan dahi yang mengernyit dan mata sedikit menyipit. Ia berjalan mendekati gadis berperawakan tinggi langsing namun tidak setinggi dirinya. Rambut ikal bergelombang yang terurai. Matanya terlihat bulat dan semakin membulat mengekspresikan keterkejutannya, bibirnya tipis yang dipolesi lipstick merah itu bahkan belum tertutup sempurna. Pria itu berlalih memperhatikan tanda pengenal yang melingkar di leher Jinny hingga bisa melihat nama 'Jinny Nissya' tergantung disana. "Pak Erik atau bukan, kamu harus tetap bersikap sopan pada atasan." "Maa.. maaf Pak. Tadi saya kira pak Erik," jawab Jinny gugup. Ia semakin gugup saat melihat pria di hadapannya memasang wajah datar nan dingin. Namun ketakutan Jinny hanya bertahan sebentar dan berganti dengan kekaguman saat ia menyadari seseorang di hadapannya ini luar biasa tampannya. Pria ini memiliki proporsi tubuh yang tinggi tegap. Bisa dilihat tubuhnya di balik kemeja biru tua itu pasti sangat atletis. Mata bulat cekung dengan bulu mata yang cukup lentik untuk ukuran seorang pria. Hidungnya yang luar biasa mancung, bibir yang tidak begitu tepis namun juga tidak begitu tebal, rahang-rahangnya yang tegas serta rambut hitam agak sedikit kecoklatan alami lebat yang ditata rapi itu sangat cocok untuknya. Untuk sesaat Jinny lupa caranya berkedip. Rasanya ia sudah cukup lama tidak melihat pria tampan seperti ini. "Ulangi maksud kedatangan kamu dengan cara yang lebih sopan." Suara itu menyadarkan Jinny dari lamunannya. Ia menggeleng sejenak untuk mengembalikan fokusnya. "Gak jadi deh Pak, saya kira pak Erik tadi," balas Jinny sambil menyengir menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Saya tidak tahu kamu sudah tahu atau tidak, tapi sekarang sayalah yang menggantikan posisi pak Erik. Oleh karena itu jika ada urusan dengan pak Erik, kamu bisa mengurusnya dengan saya." "Jadi... jadi bapak ini gantiin pak Erik?" Jinny mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali tidak menyangka. Baru ditinggal beberapa bulan, ternyata perusahaan ini sudah berganti pemilik. "Lain kali lebih peduli pada perusahaan untuk menunjukkan dedikasimu," balas pria ketus kembali ke tempat duduknya. Jinny mengerucutkan bibirnya. Ia kan baru saja kembali, lagi pula tidak ada yang memberi tahunya. "Apa bapak juga yang memindahkan saya kembali ke Jakarta?" Tanya Jinny penasaran. "Ya." Setelah membaca nama gadis itu, ia ingat siapa gadis ini. Ingatannya cukup bagus. "Tapi kenapa Pak? Bukannya kata pak Erik masa percobaan saya satu tahun?" "Apa hal seperti ini harus dipertanyakan?" "Yakan saya pengen tau," cicit Jinny pelan. "Jika tidak ada yang penting untuk dibicarakan lagi silahkan keluar. Kamu tidak dibayar untuk ini," ucapnya tanpa menoleh pada Jinny dan kembali sibuk membolak-balikkan korannya. "Oh iya, lain kali kalau ada yang ingin dibicarakan pada saya, sampaikan dulu pada sekretaris saya. Saya disini CEO, bukan teman kamu. Semua ada aturannya." Baru saja Jinny akan membuka mulut untuk berpamitan, namun pria itu kembali bersuara. "Baik, permisi Pak," pamit Jinny. "Ih tu bos baru GGS banget. Ganteng-ganteng Serem," celoteh Jinny saat keluar ruangan. Jinny segera bergegas kembali ke meja kerjanya. Disana terlihat masih ada Bunga dan Arya yang sepertinya sengaja menunggu ia kembali. "Jin, gimana?" "Kalian kenapa gak bilang sih kalau minsalnya bos kita udah ganti?" Kesal Jinny. "Eh Jin iprit! Dari tadi kami udah berusaha kasih tau, lo nya aja yang gak mau dengar," ucap Arya. Jinny mengehela nafas kasar kemudian duduk di tempatnya. "Dia siapa sih? Kenapa gak pak Erik lagi?" "Namanya pak Yuda Fahrezi, dia itu keponakannya pak Erik. Ternyata perusahaan ini tu perusahaan ayahnya pak Yuda yang selama ini dikelola sama pak Erik karena pak Yuda dulu sekolah di Jepang. Nah karena pak Yuda udah balik ke Indonesia, jadinya dia deh yang nerusin. Dia masih muda banget lo, palingan dua tahun lebih tua dari kita, tapi udah jadi CEO," cerita Bunga panjang lebar. "Iya, mana ganteng banget lagikan." Jinny memasang wajah anehnya saat malah Arya yang terlihat bersemangat membahas ketampanan Yuda. Namun untuk yang satu itu Jinny sangat setuju. Ia kembali teringat dengan wajah tampan pria itu. Membayangkannya saja membuat dadanya bergemuruh. "Ah pokoknya ini salah kalian. Gue jadi kelihatan b**o tadi di hadapan pak Yuda," kesal Jinny tiba-tiba mengingat kejadian tadi. Pertemuan awalnya dengan pria tampan itu tidak berjalan dengan baik. Pasti Yuda akan terus mengingatnya sebagai gadis yang tidak punya sopan santun. "Yeeee malah nyalahin. Makanya lain kali jangan buru-buru. Dikejar satpol PP lu buru-buru gitu?" "Lu kali tu yang dikejar satpol PP," balas Jinny pada Arya yang langsung melenggang pergi ke meja kerjanya diikuti Bunga pula yang menyusul ke meja kerjanya pula. Jinny mengusap wajahnya kasar. Sepertinya ia tidak bisa lagi bertemu Yuda karena sudah terlanjur malu. Namun disatu sisi ia ingin melihatnya lagi. Ternyata ada kemajuan pesat di perusahaan ini. Dulu bagi Jinny tidak ada satupun pria tampan di perusahaan ini, tapi setidaknya kini sudah ada satu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD