I Believe You Chapter 08

3371 Words
Evelyn menghampiri wanita paruh baya lalu memeluknya erat, mengusap air mata ibu tersebut dan tersenyum sebelum berkata. "Berterima kasihlah pada Tuhan nyonya karena putra anda berhasil melewati masa kritis, sekarang putramu sudah dipindahkan ke ruang perawatan," Mendengar penuturan Evelyn wanita paruh baya itupun tidak mampu berkata-kata selain beribu-ribu ucap syukur yang hanya bisa terucap dalam hati. Setelah memberitahu keluarga pasien Evelyn bergegas menuju ruangannya. "Kau memperlakukan semua pasien seperti keluargamu sendiri," Sambil berjalan bersisihan.  "Mereka semua memang keluargaku Leo, pasien-pasienku adalah keluargaku," Karena aku tidak ingin mereka merasakan apa yang ku rasakan Leo, merasa tidak diinginkan bahkan oleh keluargaku sendiri, batin Evelyn dengan senyum yang dipaksakan. "Terima kasih Evelyn kau sudah sangat membantuku hari ini, aku tidak tahu kalau akan ada operasi dadakan dan Dr. Richard mengosongkan jadwal hari ini," "Itu sudah jadi tanggung jawabku sebagai seorang dokter, tidak perlu berterima kasih," Tersenyum tulus. "Apa rencanamu setelah ini?" Leo bertanya. "Kembali ke apartement karena-" Evelyn terlihat ragu untuk melanjutkan kalimatnya. "Katakan Evelyn sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Raut wajah Leo dipenuhi rasa cemas. "Tidak terjadi apa-apa Leo, kau lihat sendiri kan aku baik-baik saja, aku hanya merasa sangat lelah dan kurasa istirahat bisa membantu," “Benar tidak terjadi sesuatu? Apa perlu ku antar sampai ke apartement?" Tawar Leo. Tersenyum manis menatap Leo. "Tidak, terima kasih dan maaf untuk sikapku yang sudah kasar padamu," Leo meraih jemari Evelyn mengusap punggung tangannya lembut. "Untuk apa kau masih mengingatnya, aku bahkan sudah lupa," Setelah sampai diruangannya manik hijau Evelyn menangkap setangkai mawar merah bertengger diatas meja kerjanya. "Siapa yang datang ke ruanganku?” Evelyn bertanya-tanya sambil menelisik ke seluruh ruangan. “Mungkinkah Leo yang melakukannya tapi dari tadi dia bersamaku lalu kapan dia-," Ucap Evelyn entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian. Diciumnya bunga mawar tersebut. "Lumayan, baunya cukup harum," Setelah itu dilempar ke tempat sampah. Malang sekali nasib si mawar harus berakhir diranjang sampah dan Evelyn tidak menyadari kalau sepasang mata elang berdiri tidak jauh darinya sedang menatapnya tajam.  Jadi kau membuang pemberianku bithc.     ---     Dua hari ini Evelyn mengambil masa cuti akan tetapi dia merasa sangat bosan karena hanya berdiam diri di apartement tanpa melakukan apapun. Akhirnya dia memutuskan pergi dengan mengendarai mobil ferrari kesayangannya. “Ahh sampai juga,” Ucapnya entah pada siapa karena kenyataannya dia sendirian dalam mobil. Memesan tempat khusus agar bisa menyaksikan langsung keindahan pantai disore hari seperti waktu itu bersama Leo, akan tetapi moodnya seketika lenyap ketika tanpa sengaja menangkap sosok pria yang tidak asing menggunakan setelan jas hitam dengan kacamata hitam sedang berjalan ke arahnya. Ingin rasanya segera lenyap dari tempat tersebut akan tetapi cekalan tangan kekar seseorang dipergelangannya membuat langkahnya terhenti dan memaksanya berbalik untuk menatap siapa lelaki yang sudah sangat tidak sopan berani menyentuhnya. "Lancang!" Menepis kasar tangan kekar yang saat ini melingkupi pergelangannya. Penuh kebencian itulah yang terpancar dari manik hijau Evelyn ketika pandangannya bertemu dengan pemilik mata abu-abu. Akan tetapi ada sesuatu yang aneh, ada tarikan kuat  dalam pesona lelaki tersebut terlebih tatapan mata abu-abunya seperti sebuah magnet yang berhasil menjeratnya. "Apa kau tidak mengenaliku?" Ethan bertanya. “Tentu saja aku mengenalimu, aku tidak mungkin semudah itu melupakanmu iblis sialan,” Sambil mendongakkan dagunya menantang. “Kau bilang apa barusan? Ulangi!” Bentaknya. Tersenyum smirk sambil terus menatapnya tajam. “Harusnya lelaki seusiamu ini masih memiliki ingatan yang sangat kuat kecuali kau tuli,” Penuh penekanan pada kata terakhir. “Kau,” Geram Ethan lalu kembali berucap. "Apa ini jadi kebiasaanmu?" Nada suaranya terdengar sinis menggelitik pendengaran Evelyn. "Maksudmu?" Memicingkan sebelah matanya. "Kau bebas memijakkan kakimu ditempat manapun yang kau suka tapi kenapa kau selalu berada ditempat yang sama denganku?" "Kalau aku tahu aku pasti tidak akan datang kesini dan kau sendiri apa yang kau lakukan di tempat ini?" Ucap Evelyn penuh penekanan. Dasar iblis sialan dimana-mana selalu ada mengganggu saja. Evelyn mengumpat kesal. "Tentu saja mengunjungi cafe ini," "Oh kalau begitu nikmati saja dan semoga harimu menyenangkan," Ucapnya sinis. "Kau mau kemana?" Tanya Ethan tiba-tiba. "Tentu saja pergi karena aku tidak sudi berbagi tempat denganmu," "Siapa yang memberimu ijin untuk meninggalkan tempat ini, hah!" Suara Ethan mulai meninggi. Sebelum berbalik Evelyn mengambil nafas berat lalu menatap Ethan cukup lama dengan tatapan sinis. "Buka telingamu lebar-lebar kemanapun aku akan pergi itu bukan urusanmu Mr. Ethan. Kau, tidak memiliki hak untuk mengaturku," Karena selalu dibuat geram dengan tingkah Evelyn yang suka melawan tanpa sadar Ethan memelintir tangannya hingga dia mengaduh kesakitan akan tetapi Ethan mengabaikannya. Suara rintih kesakitan Evelyn dia anggap sebagai kicauan burung. "Lepas! Kau menyakitiku bodoh," Bentak Evelyn. "Dengan satu syarat," Tersenyum licik. "Katakan, auwww sakitttt," Rintih Evelyn. "Turuti perintahku," "Jangan harap, aku tidak sudi menuruti perintah lelaki iblis sepertimu," -Krekkk- Plintiran tersebut membuat kepala Evelyn mendadak pening hingga perutnya terasa mual, tak kuasa menahan rasa sakit kristal bening lolos melewati pipinya yang mulus. Tidak tega melihatnya Ethan langsung melepaskan cengkraman pada pergelangannya lalu mengaitkan jemarinya diantara jemari Evelyn. Menyeretnya sehingga mau tidak mau mengharuskannya mengikuti langkah kaki Ethan jika tidak ingin tangannya putus. "Kau mau membawaku kemana?" Bentaknya sambil berjalan tertatih karena tubuhnya setengah diseret. "Ke tempat yang seharusnya," "Lepaskan! Aku tidak mau ikut denganmu iblis sialan," Maki Evelyn. "Bisakah sekali saja kau menurut padaku?" Menghentikan langkah kakinya lalu menatap Evelyn dengan tatapan membunuh. Semakin berusaha melepaskan diri maka semakin kuat genggaman dijemarinya. Manik abu-abu  Ethan menatapnya cukup lama, lalu dengan sekali tarikan tubuh mereka saling menempel mengharuskan kulit dan kulit saling bersentuhan. "Turuti perintahku dan jangan membantah lagi, jangan memaksaku bersikap lebih kasar dari ini," "Aku tidak akan heran kalau kau bertindak lebih kasar lagi karena dari pertemuan pertama kita sampai detik ini kau sudah menunjukkan hal itu. Kita ini tidak saling kenal tapi kau suka sekali menyakitiku,” Menarik sudut bibirnya sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. “Atau jangan-jangan kau mengidap suatu penyakit atau.. Kau berusaha menculikku dan meminta uang tebusan. Ohh, kau salah sasaran Mr. Ethan karena aku ini hanyalah gadis miskin yang hidup sebatang kara,” Evelyn sendiri merasa tidak percaya mendapat kekuatan dari mana bibirnya mampu bersuara sementara kakinya terasa seperti jelly sehingga Ethan harus menopang tubuhnya untuk tetap bisa berdiri. Sejenak Evelyn berfikir apakah Ethan tahu dari mana asal usulnya lalu berencana menculik dan meminta tebusan dan akankah keluarganya peduli akan hal itu tidak setelah kejadian malam mencekam yang berhasil mengoyak keteguhan hatinya menyisakan trauma mendalam. Pengusiran yang dilakukan keluarganya serta kejadian dimana kehormatannya hampir saja terenggut dan juga penghianatan yang dilakukan Andreas telah menyisakan luka batin yang mungkin tak akan pernah bisa sembuh.       Flash back on   Malam ini suasana didalam mansion Sandors diwarnai ketegangan. Rahang macwell mengeras. "Jadi kau tetap bersikeras pada keputusanmu Eve?" Sementara Evelyn tertunduk lesu tanpa berani menatap wajah ayahnya. "Katakan sesuatu? Kebungkamanmu berarti iya," "Maafkan aku dad," Suaranya bergetar, manik hijau yang biasa bersinar indah kini diwarnai kilatan kristal bening. Meskipun hal ini bisa sangat menyakiti hati keluarga terutama Jovina akan tetapi dia tetap pada keputusannya. "Selama ini aku sudah mengikuti semua kemauanmu tidak bisakah kau membuang sedikit sikap keras kepalamu itu, hah?" bentak Macwell. Dengan lembut Jovina memegang pundak Evelyn. "Mom mohon kali ini saja turuti perintah ayahmu," "Tapi aku tidak mencintai pria itu mom, akupun tidak mengenalnya, mom tahu kan aku sudah memiliki Andreas tolong mom jangan paksa aku," Rasa putus asa terpancar dari manik hijau putrinya membuat Jovina tidak tega akan tetapi dia juga tidak bisa membiarkan putrinya jatuh ke pelukan Andreas. "Kau bisa mencintainya setelah pernikahan Eve, Mark pria yang baik dan dari keluarga baik, ayahnya adalah partner bisnis ayahmu tentu ayahmu sudah-" "Cukup!" Sela Evelyn memotong ucapan Jovina. "Kau tidak perlu lagi menjelaskan apapun mom, aku sudah tahu inti dari pembicaraan ini," nada suara Evelyn semakin meninggi. Dia tertawa mengejek sebelum berkata. "Heh, kau sengaja menjual putrimu sendiri demi keuntungan bisnis bukan," Tunjuk Evelyn tepat ke wajah Jovina, rasa tak percaya pun semakin membelenggunya. Dugaannya selama ini terjawab sudah bahwa pria yang sering dibawa ke rumah dan tanpa sengaja selalu dipertemukan dengannya ternyata ada maksud dan tujuan tertentu. Cara pandangnya terhadap keluarga sendiri semakin diperburuk dengan kajadian ini. Evelyn berfikir bahwa dalam keluarga tidak ada kebebasan tidak ada kebahagiaan melainkan aturan-aturan yang mengacu pada keuntungan bisnis semata.   "Evelyn!" Bentak Macwell sambil menggebrak meja. "Aku tidak pernah mendidikmu untuk bersikap kurang ajar pada orang tua, apa lelaki itu yang mengajarkanmu sehingga kau bersikap tidak sopan," "Dia punya nama dad dan dia adalah kekasihku, aku akan tetap bertunangan terserah kalian akan merestui atau tidak, aku tidak peduli," "Jika kau tetap membantah maka akan ku lenyapkan dia" Ancam Macwell. "Berani sedikit saja daddy menyentuh kulitnya, aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai orang tuaku lg," "Anak durhaka!" Macwell murka. "Urus putrimu aku tidak mau melihat wajahnya lagi," Jovina mengusap lembut lengan suaminya coba meredam emosi. Macwell yang sudah hilang kesabaran sampai menepis kasar Jovina membuat tubuh mungil istrinya hampir hilang keseimbangan. "Aku sangat kecewa dengan sikapmu ini Eve, kau melukai hati kami," Nada suara Jovina masih terdengar lembut meskipun sebenarnya dia terluka dengan sikap putri kesayangannya tersebut. "Lalu, mom pikir dad tidak melukai hatiku? Dad memberiku pilihan yang sulit antara karir atau Andreas, aku tidak bisa memilih salah satu mom, keduanya adalah hal terpenting dalam hidupku," ucapnya bersungut-sungut. "Benarkah? Lalu, bagaimana dengan kami Evelyn?" "Ku mohon jangan bicara seperti itu mom, kau dan daddy sangat berarti melebihi apapun," memeluk erat Jovina. "Kalau begitu ikuti kata daddy mu," "Aku ti-tidak bisa melakukan itu mom," "Cukup Jovina! Tak ada gunanya berbicara dengan anak keras kepala sepertinya," Sorot mata macwell berubah gelap rahangnya mengeras buku-buku jarinya memutih menandakan bahwa amarah telah menguasainya akan tetapi gadis mungil pemilik mata hijau itupun tak juga gentar dan terus saja melawan. Tak berselang lama Macwell memanggil Rob salah satu orang kepercayaannya. "Siapkan tiket keberangkatan Ms. Evelyn ke Italia besok pagi," “Kenapa tidak menggunakan jet pribadi saja Mr. Macwell?” “Terserah kau saja, atur sesukamu,” Setelah itu dia melangkah pergi tanpa mau menatap putri kesayangannya akan tetapi langkahnya terhenti karena Jovina menghentikannya. Jovina menatapnya lama dan tanpa perlu mengatakan apapun Macwell sudah tahu apa yang sebenarnya ingin istrinya tanyakan. Sebenarnya baik Jovina maupun Evelyn sama- sama tidak tahu apa maksud Macwell namun satu hal yang terekam dalam otak Evelyn adalah bahwa Macwell berusaha menyingkirkannya. "Jadi kau membuangku dad?" teriak Evelyn memecah keheningan. Jovina kembali mengusap lembut lengan suaminya. "Jangan lakukan ini pada putriku, aku sudah cukup terpukul kehilangan putraku dan sekarang aku tidak mau kehilangan lagi," nada suaranya bergetar. "Aku terpaksa harus mengambil keputusan ini Jovina, semua ku lakukan demi kebaikan putri kita, tak ada cara lain untuk meruntuhkan sifat keras kepalanya jadi kita harus menjauh untuk sementara waktu," “Ada banyak cara Macwell dan tindakanmu ini sama sekali tak bisa dibenarkan. Aku ibunya jadi aku yang lebih tahu seperti apa putriku, tindakanmu ini hanya akan melukai hatinya, aku tidak mau putriku semakin membenci keluarga ini, ku mohon Macwell jangan lakukan kekejaman seperti ini pada putriku, jangan-“ Tangis Jovina pecah dilengan suaminya karena apapun yang dia katakan tak bisa merubah keputusan suaminya. Sementara gadis mungil yang berdiri tak jauh dari sana menatap nanar kedua orang tuanya sampai suara gelak tawa yang menyiratkan ribuan luka menggaung dalam ruangan yang super besar nan megah. "Wow, sungguh pertunjukan drama yang luar biasa," Suara yang biasa terdengar merdu itupun tak lagi terdengar hanya ada suara-suara gelegar petir yang saling bersahutan sampai memekik telinga. Kabut awan hitam menghapus setiap celah memekat kebencian lalu membawanya terbang tinggi hingga tak tergapai. Situasi semakin tak terkendali dan satu-satunya orang yang masih bisa berfikirr dengan akal sehat hanyalah Jovina. Dia berjalan mendekat ke arah putrinya hendak mendekapnya coba menghapus luka yang baru saja suaminya goreskan akan tetapi Evelyn langsung menghindar. "Jangan bersikap seolah kau peduli padaku mom, aku tidak butuh itu dan kau-" Jarinya mengarah tepat ke wajah Macwell. "Selama ini aku tidak pernah meminta apapun, hanya sedikit rasa kasih sayang yang tak pernah bisa ku dapatkan dari seoarng ayah sepertimu, aku-“ "Cukup! Kau bukan lagi putriku Ms. Evelyn jadi kau tak perlu mengatakan apapun lagi. Kemasi barang-barangmu dan segera angkat kaki dari rumahku," Bagaikan ribuan pisau dilempar tepat mengenai jantungnya, seakan-akan nyawanya dicabut secara paksa. Pandangannya mulai menggelap dan sedetik kemudian tubuhnya luruh menyatu dengan dinginnya lantai. Menekankan kedua tangannya pada lantai dan memaksa berdiri dengan tubuh bergetar. "Akhirnya kau mengungkap siapa diriku sebenarnya, jika tujuanmu untuk membuangku lalu untuk apa dulu kau mengadopsiku pak tua?" Mata Evelyn mulai digenangi kristal bening, dia tak sanggup lagi menahan kepedihan ini. Kepedihan yang baru saja keluargannya torehkan. Pantas saja selama ini dia merasa hanya sebagai tawanan dirumah megah tersebut yang mengharuskannya tunduk pada semua aturan-aturannya.  Ternyata dirinya tak lebih dari anak yang dipungut dijalanan yang nantinya hanya akan dijadikan keuntungan bisnis. Pikiran itulah yang saat ini tertanam dalam otaknya. “Apa yang kau katakana Eve, kau putri kami putri kandung kami. Kau lahir dari Rahim mommy Evelyn,” bentak Jovina. Tak kuasa melihat kehancuran putrinya Jovina menampar suaminya berulang kali akan tetapi Macwell tak bereaksi sama sekali, dia lebih seperti patung. “Hentikan kekacauan ini Macwell, kau tak berhak menghancurkan hati putriku,” "Cukup mommy!" Suara Evelyn berhasil menghentikan tindakannya yang sudah diluar batas kewarasan. "Aku tidak perlu ini semua," Dilepasnya semua perhiasan yang melekat ditubuhnya satu per satu.   "Aku tidak butuh keluarga palsu seperti kalian, aku-" Suaranya tiba-tiba hilang, dia tidak mampu lagi berkata, melangkah gontai meninggalkan kediaman Sandors hanya berbekal pakaian yang melekat ditubuhnya dan tas selempang berisikan buku tabungan hasil dari jerih payahnya sebagai dokter spesialis bedah selama satu tahun terakhir. "Mari saya antar nona," Rob menawarkan diri. Akan tetapi Evelyn hanya melambaikan tangannya tanda bahwa dia tidak memerlukan bantuan. Sementara itu diluar hujan sangat deras diiringi petir yang saling bersahutan dan Evelyn hanya berjalan kaki seorang diri tidak tahu arah dan tujuan. "Ku mohon hentikan putriku," teriak Jovina namun Macwell sama sekali tidak terpengaruh. “Ayah macam apa kau ini, hah?” nada suara Jovina tak terdengar begitu jelas karena bercampur isak tangis. “Diluar hujan lebat bercampur petir dan kau biarkan putri kita pergi seorang diri tanpa dikawal satupun bodyguard,” “Sudahlah Jovina,” bentak Macwell. “Semuanya sudah ku atur, Eve tetap akan mendapatkan kehidupan yang layak hanya saja dia harus belajar dan melihat sendiri kenyataan seperti apa orang yang diperjuangkannya selama ini,” “Lalu, kau pikir setelah kau hancurkan hatinya putriku akan kembali baik-baik saja,” Jovina membanting semua perhiasan milik Evelyn dari tangannya. “Lihat Macwell, lihat!” Menunjuk perhiasan yang berserakan dilantai, mata Macwell terbelalak. Tanpa mau menatap Jovina, dia segera menemui Rob dan menamparnya keras karena membiarkan putrinya meninggalkan mansion tanpa pengawalan. Macwel berjalan mondar mandir diruang kerjanya, dia sedang menyesali perbuatannya. --- Gadis mungil itupun berjalan tanpa alas kaki ditengah derasnya hujan dan petir yang saling bersahutan. Hawa dingin dan guyuran air hujan tak dapat lagi dirasakannya melainkan luka menganga yang terus menerus menyanyat hatinya terasa begitu memilukan. Air mata terus saja mengalir bersama lajunya air hujan. Hujan turun semakin deras disertai angin kencang membuat pandangan matanya berkabut, akhirnya dia memutuskan untuk berteduh didepan ruko sambil mendekap kedua sikunya mencari kehangatan. Sorot matanya menangkap segerombolan pria sedang berjalan ke arahnya, pria-pria ini sepertinya sedang mabuk terlihat dari cara mereka berjalan. Evelyn bersembunyi di gang kecil yang sangat gelap karena sama sekali tak ada pencahayaan disana. Nasib Evelyn sungguh malang disaat salah satu dari mereka sedang buang air kecil dan mengenai wajahnya sehingga refleks membuat Evelyn mengeluarkan suara karena saking terkejutnya. “Siapa disana?” Lengkingan suara lelaki tersebut menyadarkan Evelyn bahwa dirinya dalam bahaya, dia membungkam mulut dengan telapak tangan. Tangan satunya dia pakai untuk meraba dinding dan berjalan menjauh mencari tempat persembunyian. Akan tetapi karena sangat gelap, dia  justru menabrak sesuatu dan menimbulkan suara dentuman. Seketika sorot lampu yang diyakininya berasal dari lampu ponsel tepat menyinari punggungnya. Tangan kekar menekan kuat pundaknya dan memaksanya berbalik. Samar-samar terlihat seringain licik dari lelaki asing yang baru dilihatnya. “Mau kemana nona cantik?” Seketika bau alcohol menyengat penciuman Evelyn. “Mau lari kemana nona lebih baik kita bersenang-senang,” Lelaki tersebut memanggil teman-temannya. “Wow kita sedang ada disurga lihat disana ada bidadari,” Salah satu dari mereka lari mendekat dan dengan lancang tangannya menyentuh tubuh mungil Evelyn, refleks satu tamparan keras mampir dipipi kiri pemuda tersebut. “Jauhkan tangan kotormu atau ku patahkan kedua tanganmu itu, hah!” Evelyn melawan tanpa rasa takut sedikitpun. Tak terima dengan tamparan yang baru saja membelai hangat pipinya, laki-laki tersebut menatapnya bengis sambil menunjukkan sisi liarnya. “Gadis murahan,” Kepala evelyn terasa sedikit pening akibat tamparan keras tangan kekar tersebut. Belum juga pulih dari keterkejutannya rambutnya sudah dijambak dan tubuhnya diseret masuk dalam sebuah rumah kosong. Meskipun sekuat tenaga berontak akan tetapi kekuatannya kalah jauh dengan para pria bertubuh kekar tersebut. “Berteriaklah sampai suaramu habis nona tidak akan ada yang bisa mendengarmu,” bentak salah satu dari mereka. Tubuh Evelyn dibaringkan diatas meja dengan kedua tangan ditarik ke atas. Pemuda yang berada diatas tubuhnya tersenyum beringas sampai menampilkan giginnya membuat perut Evelyn terasa mual. Sorot lampu mobil menerobos masuk tepat mengarah ke rumah tersebut dan mengenai mereka karena pintu yang dibiarkan terbuka. Sehingga dengan terpaksa para pemuda tersebut melepaskan Evelyn dan berjalan mendekat ke arah mobil tersebut. “Shitt, berani sekali kau mengganggu kesenangan kami,” Bau alcohol langsung menyeruak. “Selamatkan Ms. Sandors,” Perintah Rob pada kedua bodyguardnya dan tanpa kata yang keluar dari bibirnya tatapannya mengisyaratkan kepada beberapa bodyguard yang lain untuk menghabisi seluruh pemuda tersebut karena telah berani melecehkan putri Sandors. Setelah itu Rob dan Andreas menyusul untuk mencari Evelyn. “Berhenti Ms. Sandors!” Merasa mengenali suara tersebut Evelyn langsung menghentikan langkahnya dan berbalik menatap pria dibelakangnya. “Kau?” Evelyn menatapnya tak suka meskipun ada kelegaan karena berhasil selamat dari maut. Seandainya Rob dan para bodyguardnya tidak datang tepat waktu entah apa yang sudah terjadi saat ini, mungkin kehormatannya lah yang terenggut. “Macwell yang menyuruhmu mengikutiku? Katakan padanya aku tak sudi kembali ke rumah terkutuk itu,” ucapnya dengan sorot mata terluka. Rob berjalan mendekat lalu melepas mantelnya. “Mau apa kau?” sikap Evelyn penuh antisipasi. “Maafkan atas kelancangan saya Ms. Sandors tapi pakailah ini,” Memberikan mantel tersebut kepada Evelyn mengingat setengah baju Evelyn dirobek paksa oleh para pemuda berandalan tadi. “Terima kasih,” ucap Evelyn tulus. Setelah berhasil membujuk Evelyn dengan mengatakan bahwa Andreas bersamanya, Rob segera membimbingnya menuju mobil yang terparkir diujung jalan. “Kenapa mobilnya kau parkir jauh sekali?” Maki Evelyn kesal karena merasakan perih ditelapak kakinya. Rob tidak tega melihat tuannya jalan terseok-seok akan tetapi Evelyn melarangnya untuk menggendongnya. Seketika Evelyn merasa malu dengan ucapannya sendiri mengingat dirinya lah yang lari tunggang langgang berusaha menyelamatkan diri setelah berhasil lolos dari para pemuda berandalan tadi. “Evelyn!” Teriak Andreas yang berlari ke arahnya. “Syukurlah kau tidak kenapa-napa sayang,” Mendapati kekasih yang sangat dicintainya berdiri dihadapannya Evelyn langsung memeluknya sangat erat. “Aku takut sekali Andreas,” disela-sela isak tangisnya. “Jangan takut ada aku sayang,” Mengusap kristal bening dengan ibu jarinya. “Sakit?” tanya Andreas melihat kaki Evelyn yang berdarah lalu tanpa meminta persetujuan dia langsung menggendong Evelyn memasuki mobil. “Kita akan kemana?” tanya Evelyn dengan raut wajah bingung. “Ke apartemenku, sementara waktu kau tinggal bersamaku sampai luka-lukamu benar-benar sembuh setelah itu secepatnya kita tinggalkan negara ini,” Berulang kali mencium puncak kepala Evelyn dengan sayang. “Tapi ini bukan arah ke apartemenmu Andreas?” Mendongak menatap kekasihnya. “Luka-lukamu harus diobati lebih dulu,” Menatap Evelyn penuh kehangatan seolah dia benar-benar tulus mencintainya. Padahal kenyataan sebenarnya Evelyn hanyalah sebagai bonekanya saja, dia dan Rob telah berkomplot untuk memanfaatkan situasi sekarang. “Kau harus terus bermain cantik Andreas,” bisik Rob ketika Evelyn sedang dalam penanganan dokter. “Itu urusanku kau tenang saja,” jawab Andreas. Setelah mendapat penanganan dokter Andreas membawa Evelyn ke apartement nya hanya saja kali ini tidak dikawal oleh Rob dan para bodyguardnya.  Mereka berdua kembali ke apartement dengan naik taxi. “Tidak keberatan kan sayang kalau kita naik taxi?” sambil memapahnya. Tersenyum tulus “Asal bersamamu sayang,” nada suara Evelyn terdengar penuh cinta. “Aku tidak berhasil membujuk orang kepercayaan ayahmu karena dia takut dengan..” ucapnya terjeda. “Mr. Macwell, dia tidak mengijinkan anak buahnya bekerja untukmu kecuali kau yang membayar mereka sayang. Aku tak habis pikir kenapa keluargamu tega melakukan hal rendahan seperti ini,”   Flash back off
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD