I Believe You Chapter 02

2153 Words
Los Angeles Di negara inilah dia tinggal sekarang, setelah kondisinya pulih Andreas segera membawanya ke Los Angeles. Evelyn menempati apartement sederhana berbeda dengan apartement yang ditempati Andreas, berada dilantai paling atas dengan segala kemewahannya. Seharusnya Evelyn lah yang berhak tinggal disana karena apartement tersebut adalah fasilitas dari keluarganya, akan tetapi Andreas sengaja memutar balikkan fakta. Tak terasa lusa adalah hari anniversary kita yang ke-3 sayang dan tak terasa 2 tahun sudah kita jalani bersama di negara ini, batin Evelyn dengan senyum mengembang dibibirnya. Evelyn merasa sangat bahagia sekaligus beruntung memiliki kekasih sebaik Andreas. Bagi Evelyn Andreas adalah kekasih terbaik, kekasih yang sangat mengerti kesibukannya, kekasih yang tak pernah mengeluh meskipun tak memiliki banyak waktu untuk dihabiskan bersama. Seperti sekarang ini sudah hampir dua minggu tidak bertemu dan hanya bisa saling melepas rindu melalui sambungan telp. Rasa sesak mulai merayapi hatinya menahan kerinduan yang begitu dalam. Mendekap tubuhnya dengan mata terpejam membayangkan tangan kekar sang kekasih sedang memeluk erat tubuhnya. “I love you.. I love you more,“ tanpa sadar bibirnya berucap dan Evelyn tidak menyadari Dr. Bruce sedang mengamati dengan senyum mengembang dibibirnya. Dasar anak muda jaman sekarang, batin Bruce lalu melangkah pergi meninggalkan ruang kerja Evelyn. Bruce memberi perintah kepada management rumah sakit supaya mulai besok memberikan masa libur kepada Evelyn selama 4 hari. Meskipun tidak memiliki ikatan darah, Bruce menyayangi Evelyn seperti putrinya sendiri. --- Senyum terus mengembang menghiasi wajah cantiknya ketika lift membawanya ke lantai paling atas. Sepulang dari rumah sakit Evelyn memutuskan langsung menuju ke apartement Andreas karena sudah tidak tahan lagi untuk menahan kerinduan ini lebih lama lagi. Aku sudah tidak sabar untuk segera bertemu denganmu sayang, batin Evelyn sambil membayangkan wajah kekasih tercinta. Dengan ahli jari-jari Evelyn menekan pasword apartement Andreas akan tetapi hatinya seketika berubah sendu setelah pintu terbuka karena suasana didalam tampak sepi, lampu juga belum dinyalakan. Jadi Andreas belum kembali dari kantor tapi ini kan sudah larut. "Andreas.." Tidak ada jawaban. Evelyn berfikir mungkin saat ini kekasihnya sedang berada diruang kerjanya akan tetapi setelah dia memeriksanya hasilnya pun nihil karena sang empu tak jua ada disana. Berarti dia sudah ada di kamarnya, batin Evelyn dengan wajah berbinar. Langkah kakinya mantap menuju kamar kekasihnya, dari luar kamar samar-samar terdengar suara desahan namun Evelyn tidak ingin berfikiran buruk mungkin itu hanya suara tv. Pelan-pelan jemari mungilnya membuka handle pintu dan hal yang dilihatnya sungguh diluar dugaan. Lidahnya seketika terasa kelu, tubuhnya membeku, jantungnya seakan berhenti berdetak bagaikan ribuan pisau tepat menghujam jantungnya. Kenikmatan yang dirasakan Andreas terus menyeretnya dalam kegelapan hingga dia tidak menyadari kehadiran kekasihnya yang telah menyaksikan perbuatan bejatnya. Dengan langkah gontai Evelyn berjalan meninggalkan apartement Andreas. Untuk saat Evelyn ini tidak ingin sendiri dia butuh sahabatnya Libby. “Omg siapa yang larut malam begini berani bertamu ke apartemenku,” gerutu Libby. "Apa kau tidak tahu aturan larut begini.." ucapan Libby terpotong karena Evelyn langsung memeluknya dan tiba-tiba tubuhnya melemas sehingga Libby harus menopangnya. "Evelyn? Apa yang terjadi? Hai, katakan padaku!" Libby mengguncang pundaknya namun Evelyn tidak ingin menjelaskan apapun dia terus saja menangis dipelukan Libby. "Duduklah disini," Libby beranjak hendak ke dapur mengambil air minum untuk sahabatnya akan tetapi dengan cepat Evelyn menggenggam pergelangan  tangannya. Sorot matanya menyiratkan bahwa dia tidak butuh apapun. "Kalau begitu ayo ku bantu ke kamar kamu harus beristirahat wajahmu sangat pucat Evelyn," ajak Libby. "Tapi aku belum ingin tidur Libby," suaranya menyiratkan kesakitan yang luar biasa. "Tapi Evelyn.." "Please," Libby memeluk kembali sahabatnya mencoba memberikan sedikit ketenangan. Melewati malam ini terasa begitu berat bagi Evelyn, matanya bengkak karena menangis semalaman. Sementara ditempat lain Andreas sedang memuaskan nafsu bejatnya. "Kau sungguh luar biasa sayang," puji Andreas. "Kau juga sayang," wanita itu tidur dengan kepala bersandar pada lengan Andreas. "Sayang sepertinya kau harus pulang sekarang, aku takut Evelyn datang karena tadi dia menghubungiku bahwa besok dia akan mengosongkan jadwal operasi," "Apa kau tidak merasa bersalah telah menghianati Evelyn? Selama kau menjalin hubungan dengannya kau juga mencari kesenangan denganku Andreas," bisik Laura. "Dia sama sekali tidak berguna tidak sepertimu sayang," Andreas kembali mencium bibir Laura seketika Laura menjauhkan wajahnya. "Kau menyuruhku pulang tapi kau terus saja menggodaku, aku tidak mau mati konyol jika Evelyn tau bahwa aku dan kau menghianatinya maka dia akan membunuh kita berdua,"   ---   Sang surya mengintip malu-malu lewat tirai jendela ruang tamu apartement Libby menyapu hangat wajahnya. "Evelyn kau tidak tidur semalaman?" Libby terkejut mendapati sahabatnya tetap pada posisi semula. Tak ada jawaban hanya tatapan kosong, air mata kembali mengalir melewati pipinya yang mulus membuat Libby semakin hawatir. "Apa yang sebenarnya terjadi evelyn? Kau bisa berbagi masalahmu denganku," "Aku baik baik saja Libby," "Apanya yang baik baik saja, lihat dirimu?" Bentak Libby. Evelyn kembali terisak tak kuat menahan rasa sakit yang bersarang dihatinya. "Aku tidak tahan lagi Libby, aku harus meninggalkan negara ini secepatnya," Lalu mengalirlah cerita dengan apa yang dilihatnya semalam tentang perselingkuhan Andreas dan Laura. "Kurang ajar, aku akan memberi pelajaran pada mereka berdua," Libby tidak dapat lagi menahan emosinya. "Tidak perlu kau lakukan itu cukup kau rahasiakan keberadaanku, secepatnya aku akan berangkat ke Paris dengan memalsukan identitas maka dia tidak akan dapat menemukanku Libby," “Tapi kenapa harus Paris? Kau tidak memiliki siapapun disana Evelyn,” menatap sahabatnya lama. “Setahuku Leo membuka rumah sakit disana jadi akan ku coba menghubunginya terlebih dulu,” “Leo siapa?” tanya Libby. “Sahabatku semasa kuliah di University of Keihl, Leo satu fakultas denganku,” “Oh ayolah Evelyn, kau tetap bisa berada disini lagi pula bagaimana dengan karirmu?” Menggenggam erat tangan Libby. “Maafkan aku Libby tapi aku tidak bisa terus berada disini karena hal itu hanya akan menyakitiku, aku ingin menghapus semua kenangan bersamanya dan untuk itu aku harus pergi,” Libby tampak mengambil nafas berat. "Kalau begitu ayo ku bantu berkemas," Evelyn menatap sahabatnya lama. "Tidak Libby, aku tidak akan membawa apapun, aku ingin dia berfikir bahwa aku tetap berada di negara ini sungguh aku tidak ingin melihatnya lagi," "Tapi Andreas pasti akan curiga Evelyn? Lebih baik kemasi barang-barangmu dan ganti saja pasword apartementmu. Aku yakin dia tidak akan bisa menemukanmu. Akan lebih baik sekarang kau mandi, akan ku pesankan sarapan untuk kita berdua," beranjak meninggalkan sahabatnya. "Thanks Libby kau banyak membantuku, nantinya aku pasti akan sangat merindukanmu," Libby berbalik menatapnya lalu tersenyum.   ---   Andreas tampak gugup ketika mendapati cincin pertunangan tergeletak didepan pintu kamarnya. Jadi, semalam Evelyn datang dan melihatku bersama Laura. Karena panik dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju apartement Evelyn. Sial paswordnya sudah diganti, makinya dalam hati. Berkali-kali menekan bel apartemen akan tetapi yang dinanti tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Andreas semakin merasa hawatir mendapati nomor handphone Evelyn sudah tidak aktif. “Di mana kamu sayang jangan membuatku hawatir," dia merutuki kebodohannya karena telah menyia-nyiakan kekasihnya. Sekarang siapa yang akan membantuku membayar hutang-hutangku ke bandar judi. "Arrgg, jika aku menemukanku aku akan mencekik lehermu, kau membuatku gila dasar gadis bodoh tidak berguna," mengacak-ngacak kasar rambutnya. “Coba saja kalau dia tidak kekeh untuk menjadi dokter pasti saat ini akulah pemilik tunggal Sandors Company. Dasar bodoh, i***t, gadis tidak berguna,” "Andreas.." panggil Libby. Dia sangat terkejut mendapati kedatangan Libby pasalnya dia tidak menyangka Libby juga ada disini. Apa Libby mendengar semua yang ku katakana tadi? Pikir Andreas. "Sejak kapan kau ada di situ?" tanya Andreas penuh selidik. “Sepertinya kau tidak menyukai kehadiranku, apa aku mengganggumu?” “Eemm tentu saja tidak, apa yang kau lakukan disini Libby?” nada suaranya dibuat setenang mungkin supaya Libby tidak menaruh curiga. "Pertanyaan konyol, tentu saja aku menjemput sahabatku Evelyn, kami sudah ada janji untuk pergi jalan-jalan sore ini," Libby berbohong untuk mengelabuhi Andreas. "Oohh ya kenapa kau tidak masuk Andreas?" Sorot mata Libby berubah tajam “Evelyn ada didalam kan?” Andreas tidak menjawab akan tetapi kekawatiran tercetak jelas di wajahnya. Jika Libby tidak bersamanya lalu di mana si i***t. "Andreas kau tidak apa apa kan, kau terlihat sangat hawatir apa terjadi sesuatu dengan Evelyn?" "Tidak, dia baik baik saja semalam dia kelelahan karena menemaniku bergadang untuk menyelesaikan tugas kantor, sebaiknya kau pulang Libby biarkan Evelyn beristirahat aku akan menemaninya," "Baiklah kalau begitu aku pergi, sampaikan salamku untuknya yah, bye Andreas," Libby melambaikan tangan. "Dasar pembohong, penghianat, tunggu saja pembalasanku Andreas," gerutu Libby sambil terus melangkah meninggalkan Andreas, susah payah Libby menahan emosinya untuk tidak menghajar lelaki k*****t tersebut. Setelah kepergian Libby Andreas meluapkan emosinya dengan menendang pintu apartement Evelyn berulang kali. Akan ada saat dimana seseorang yang kau anggap paling lemah justru dialah orang paling kuat yang akan menghancurkanmu. Dan hal itulah yang saat ini dirasakan oleh Andreas. Ini adalah hukuman dari hasil penghianatan yang dilakukannya selama bertahun-tahun lamanya. "Hallo," jawab seseorang diseberang telp. "Bisa kau ke apartemenku sekarang, aku membutuhkanmu Laura," rasa putus asa terengar jelas dari nada suaranya.  “Apa terjadi sesuatu?” Laura bertanya dengan penuh rasa hawatir. “Cepat kemari,” tanpa mau menjelaskan Andreas langsung menutup sambungan telpnya. Dan tak lama kemudian Laura telah sampai di apartement Andreas. "Kau sangat kacau sayang apa yang terjadi?" "Evelyn menghilang," "Itu kabar bagus,” wajah cantiknya tampak sumringah. “Artinya kita tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi," Andreas menatapnya tajam dan Laura merasa hanya ditatap setajam itu mampu menusuk ke dalam jantungnya. "Kau gila!" "Apa bedanya ada Evelyn atau tidak toh kamu tidak mencintainya kan," "Tapi aku mencintai uangnya bodoh, dia memiliki segalanya sedangkan kau-“ tatapannya mencemooh. “Kau hanya memiliki tubuhmu," Laura tertawa getir. "Bukankah kau sangat mencintai tubuhku ini , kau selalu b*******h bila bersamaku. Kau dapatkan kepuasanmu saat bersamaku," Rasanya Andreas seperti dilempar ke dasar jurang, harga dirinya terluka akan tetapi yang dikatakan Laura memang benar karena seperti itulah kenyataannya. "Tapi aku juga butuh yang lain Laura tidak hanya kenikmatan dari tubuhmu saja," "Apa yang kau inginkan? Katakan!" balik menatap tajam Andreas. "Uang, apa tubuhmu bisa menghasilkan uang untukku?" Sikapnya sudah sangat keterlaluan bahkan dia tak segan-segan berniat menjual wanita yang selama ini menjadi pemuas nafsu bejatnya. Yang dipikirkan saat ini hanya uang dan uang. "Selama ini aku bersedia memberikan tubuhku untuk bebas kau sentuh hingga aku tidak merasa menyesal ketika kau renggut keperawananku, semua itu ku lakukan karena aku sangat mencintaimu Andreas meskipun kau hanya menganggapku sebagai kekasih gelap. Dan sekarang kau memintaku untuk menjual diri. Kau gila! Benar-benar tidak waras!" dadanya naik turun menahan emosi. "Aku kehilangan Evelyn karena kau," jari telunjuknya mengarah tepat ke wajah Laura. “Aku memintamu untuk tidak datang menemuiku tapi kau malah datang dan menggodaku,” “Aku tidak berniat menggodamu, saat kau memintaku untuk tidak menemuimu aku merasa sangat kacau, aku takut kehilanganmu aku takut kau meninggalkanmu. Aku datang hanya untuk berbicara denganmu tapi yang kau lakukan justru sebaliknya, kau langsung mencumbuku dan membawaku ke ranjangmu,” mata Laura mulai terasa panas. Kristal bening itupun memaksa mencuat ke pelupuk mata. Melihat hal itu Andreas langsung merengkuh tubuh Laura dalam pelukan. Entah siapa yang memulai lebih dulu bibir dua insan manusia itupun saling mencecap mencari kenikmatan. "Aku minta maaf sayang,” disela-sela ciumannya lalu kembali melumat bibir Laura. “Ku mohon lakukan untukku sayang jika kau benar benar mencintaiku, aku kelilit hutang dibandar judi dalam jumlah yang sangat banyak jadi aku terpaksa memintamu melakukannya. Ku mohon Laura lakukan untukku," Satu tamparan keras mampir dipipi kiri Andreas. "Sadar Andreas! Sadar,” Andreas tidak berniat membalas atau marah akan tindakan Laura. Dia bersikap sebaliknya. “Aku tahu kau pasti berfikir aku sudah gila dengan memintamu menjual diri,” “Yah kau gila Andreas,” Andreas mengusap wajahnya kasar. “Asal kau tahu sayang aku lebih terluka saat aku mengatakan ini padamu karena aku sangat mencintaimu. Tapi dengan cara apalagi aku bisa menghasilkan uang,” “Tapi tidak dengan cara menjualku? Aku bisa pinjam uang dari bank," Andreas merengkuh pinggang Laura. “Kemarilah.” Mendudukkan Laura dipangkuannya dengan sebelah tangannya memeluk erat pinggangnya. "Memangnya berapa yang bisa kau pinjam dan apa jaminannya sayang? Kau sama sepertiku tidak memiliki apapun, Aku kelilit hutang puluhan miliyar, kalau aku tidak bisa membayarnya aku bisa masuk penjara,” sambil mengendus leher Laura dan tentu tindakannya tersebut menimbulkan gelenyar panas. “Dulu bisa dengan mudah aku memanjakanmu apapun keinginanmu bisa ku penuhi itupun karena Evelyn masih ada disini tapi sekarang-" “Cukup! Jangan sebut nama itu lagi. Aku muak mendengarnya,” mulai menjauhkan tubuhnya akan tetapi Andreas menahannya dengan sangat kuat. "Aku akan melakukannya untukmu apapun itu tapi berhenti sebut nama wanita j*****m itu didepanku," Andreas tersenyum penuh kemenangan karena tipu muslihatnya telah berhasil, kini dia telah memiliki tambang uang baru. “Tapi berjanjilah sayang aku tidak rela tubuhmu yang sexy dan menggairahkan ini disentuh banyak pria. Cukup kau pikat satu pria miliyarder dan kuras habis kekayaannya. Kau juga tidak boleh menikmati saat b******a dengannya. Cukup akulah satu-satunya lelakimu yang mampu memberimu kepuasan,” Andreas mulai mencium bibir Laura dan menggigit bagian bawahnya. “Berjanjilah untukku sayang,” Akan tetapi Laura tak mampu lagi berkata-kata dia sangat menikmati ciuman panas Andreas. Justru yang keluar dari bibirnya adalah desahan-desahan kenikmatan. "Sepertinya kita butuh tempat yang lebih luas sayang," suaranya parau nektar matanya menggelap dipenuhi kabut gairah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD