I Believe You Chapter 03

1743 Words
France Terkenal dengan keromantisannya membuat negara lain iri karena negara ini dijadikan impian  para sepasang kekasih dalam mengabadikan cinta suci mereka akan tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk Evelyn. "Sudah sampai nona," driver taxi tersebutmembukakan pintu mobil. “Thanks,” Menyewa apartement sederhana menggunakan sisa tabungannya untuk bertahan hidup sampai memperoleh pekerjaan baru, itulah pilihan yang tepat untuk saat ini. Setelah selesai membereskan apartement dia menuju ruang tamu menyalakan tv lalu mematikannya lagi karena tidak ada satupun acara tv yang dapat memikat hatinya. Sebenarnya bukan karena acara tv hanya saja untuk saat ini pikiran, hati dan jiwanya terasa kosongi tak berselera untuk melakukan apapun kecuali berdiam diri tenggelam dalam lamunan membuat membuat kristal bening kembali menetes tanpa mau berhenti. "Apa salahku Tuhan kenapa kau menghukumku seberat ini, apa salahku?"  Tangis Evelyn pecah dia tidak lagi mampu menopang tubuhnya sehingga tubuhnya luruh menyatu dengan dinginnya lantai kamar mandi, selama berjam-jam dibiarkan air shower mengguyur tubuhnya hingga kulitnya mengkerut dan berubah pucat. Sedikit semangat untuk hidup telah membawanya kembali agar tidak terlalu larut dalam kesedihan. Dia mulai menghubungi rekan-rekannya untuk mendapatkan pekerjaan dan beruntunglah salah satu rekannya sebut saja Leo sang pemilik rumah sakit di Paris sedang membutuhkan seorang dokter spesialis bedah.   ---   Evelyn berjalan melewati koridor rumah sakit menuju ruangan dimana Leonardo Athalez Willmore sang pemilik Elizabeth Wiilmore Hospital sudah menunggu kedatangannya. "Selamat datang Ms. Sandors, silahkan duduk,” Karena sudah sekian tahun lamanya tidak bertemu membuat keduanya tampak canggung. “Anda mau minum apa?” Tawar Leo. “Eemm tidak terima kasih. Bagaimana kalau kita langsung ke intinya saja,” Pinta Evelyn. “Ok, mulai sekarang anda bergabung dengan tim sukses saya. Selamat bergabung Ms. Sandors semoga anda tidak kecewa memilih bergabung dengan saya," Leo menjabat tangan Evelyn. "Terimakasih Leo, tim kamu pasti akan lebih sukses dengan adanya campur tangan saya didalamnya, bukan begitu?" goda Evelyn. "Why not," Leo mengedipkan sebelah matanya balik menggoda Evelyn. “Oh ya satu lagi please jangan panggil saya Ms. Sandors,” “Why?” Leo tampak terkejut karena semasa kuliah dulu dia sudah terbiasa dengan panggilan tersebut. “Panggil saja Evelyn,” Entah kenapa Leo menangkap adanya kesedihan dimata Evelyn meskipun dirinya berusaha seceria mungkin. Leo semakin yakin wanita yang duduk didepannya ini sedang tidak baik-baik saja. Menelisik wajah Evelyn dengan seksama disaat gadis itu sedang sibuk mempelajari kontrak kerja. “Aku ingin ada yang dirubah disini?” Evelyn menunjukkan isi dokumen. “Apa ada hal yang memberatkan dari isi kontrak kerja kitaMs. Evelyn?” Meraih dokumen dari tangan Evelyn. “Cukup panggil Evelyn saja Leo dan tidak ada yang memberatkan dari isi kontrak kerja hanya saja aku ingin nama Sandors dihilangkan,” “Tapi Evelyn bagaimana itu mungkin,” Merentangkan tangannya dengan pundak terangkat. “Baiklah kalau begitu kontrak kerja ini batal,” beranjak dari duduknya. “Ok, wait,” berusaha menahan Evelyn supaya tidak pergi. “Kau bisa ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?” Evelyn menatapnya malas. “Maaf Leo ku rasa pembicaraan kita cukup sampai sini, permisi,” “Tunggu! Duduklah dulu akan ku minta sekretarisku untuk merubahnya,”  Dan setelah menunggu beberapa menit kontrak kerja tersebut berhasil direvisi. “Sekali lagi saya ucapkan selamat bergabung Evelyn,” Evelyn mengulas senyum. “Thanks Leo,” Leo dan Evelyn adalah teman kuliah ketika masih sama-sama menempuh pendidikan kedokteran di Jerman. Dulu mereka berdua cukup dekat dan Leo sempat menaruh hati padanya akan tetapi pada saat itu Evelyn telah menjatuhkan hatinya pada Andreas. Satu hal yang membuat Leo tidak habis pikir adalah tentang keputusanEvelyn menjadi dokter spesialis bedah dibandingkan meneruskan bisnis keluarganya. Sepengetahuan leo hampir seluruh perusahaan di Jerman berada dibawah naungan Sandors Company dan Evelyn adalah pewaris tunggalnya. Tanpa harus bekerja Evelyn bisa hidup bergelimang harta akan tetapi gadis ini berbeda, dia memilih jalan hidupnya dengan menjadi seorang dokter spesialis bedah, sungguh perempuan yang mandiri dan pekerja keras. Sejauh Leo mengenalnya Evelyn mau bergaul dengan siapa saja tanpa memperdulikan status, dari kepribadiannya inilah Leo telah dibuat jatuh hati. "Oh ya Evelyn bagaimana kabar Andreas, dia tinggal disini bersamamu?" Tanya leo namun Evelyn tidak menjawab, terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa pertanyaan Leo barusan sangat mengganggunya. "Emmm sepertinya saya sudah harus pergi, saya permisi dulu Leo," Evelyn bergegas meninggalkan ruang kerja Leo tanpa ingin menjelaskan apapun. Leo tampak bingung dengan sikap Evelyn. Sepertinya memang benar telah terjadi sesuatu denganmu Evelyn. Aku akan segera menemukan jawabannya dan kalau terbukti Andreas menyakitimu maka aku sendiri yang akan memberinya pelajaran.   ---   Hari ini Evelyn sudah mulai aktif berkerja di Willmore Elizabeth Hospital sebagai dokter spesialis bedah. Dia sedang berada diruangannya mempelajari beberapa laporan medis. Ketika dia sedang fokus ada yang mengetuk pintu. “Boleh aku.. eemm saya masuk dokter Evelyn,” Mengintip dari balik pintu. “Masuk saja Leo dan tolong bersikaplah biasa. Aku risih dengan sikap formal mu itu,” Menatapnya sinis. Leo tertawa terbahak-bahak. “Okay aku minta maaf Ms. Judes,” Lalu Leo melihat jam dipergelangan tangannya. “Sudah waktunya makan siang dan aku ingin kau menemaniku makan,” Sepertinya Leo bisa membaca jalan pikiran Evelyn, dia langsung berkata sebelum Evelyn sempat menolaknya. “Ini perintah langsung dariku sebagai atasanmu,” Lalu mengulas senyuman. “Dasar pemaksa,” Evelyn tampak kesal.  Sebelum pergi dia merapikan dulu beberapa dokumen yang dipelajarinya. Leo sengaja mengajak Evelyn makan siang direstoran paling dekat dengan rumah sakit mengingat waktu yang dimiliki hanya 3 jam sebelum memasuki ruang operasi. Selama acara makan siang berlangsung Leo sengaja mencuri kesempatan mengagumi kecantikan Evelyn. Meskipun hanya polesan bedak dan lipstik akan tetapi tetap terlihat sangat cantik ditambah kemeja putih tulang dipadu padankan dengan rok blouse kuning terlihat anggun membalut tubuhnya. Mereka berdua kembali ke rumah sakit setelah acara makan siang selesai. “Aku siap-siap dulu yah,” Tangan kekarnya terulur hendak mengusap kepala Evelyn akan tetapi Evelyn segera menghindar dengan mengulas senyum menatap Leo. “Setelah selesai dari ruang operasi aku ingin mengajakmu jalan-jalan jadi siapkan dirimu dan jangan kemana-mana,” “Tidak masalah asalkan ada hitungan lembur,” Jawab Evelyn. “Tak ku sangka Ms. Sandors sematre ini,” Ucap Leo lirih sehingga Evelyn tak mampu mendengarnya. Setelah kepergian Leo, Evelyn tenggelam kembali dalam pikirannya. Luka lama yang coba dipendam mencuat kembali ke permukaan, pengusiran yang dilakukan oleh keluarganya dan malam mencekam dimana kehormatannya yang hampir terenggut belum benar-benar sembuh dan kini dia harus kembali menelan pil pahit akan penghianatan Andreas. Luka ini masih terus saja bersarang dihatiku seakan enggan meninggalkanku meski sekeras apapun aku berusaha, Tuhan aku tidak kuat lagi menahan beban ini. Tangis Evelyn pecah, dia terduduk dilantai sambil memegangi kepalanya karena tidak kuat menahan denyutan hebat, pandangannya tiba-tiba menggelap dan sedetik kemudian tubuhnya limbung. Evelyn mulai tersadar namun rasa pusing kembali menyerangnya sehingga dia kembali memejamkan mata. "Anda sudah sadar Dr. Evelyn?" Panggil sang perawat. Perawat tersebut segera menekan tombol biru dan beberapa menit kemudian Dr. Richard datang memeriksa kondisinya. "Bagaimana perasaan anda sekarang Dr. Evelyn?" Tanya Richard. Evelyn mengeluhkan sakit dibagian kepala. "Anda harus istirahat total dalam beberapa hari ini dan jangan berfikir yang berat-berat dulu kalau tidak ingin hal buruk menimpa anda," Ucap Richard memberi peringatan sebelum pergi meninggalkan ruang perawatan Evelyn. Mengingat kondisi kesehatan Evelyn, Richard meminta Leo untuk ke ruangannya karena ada beberapa hal penting yang harus dibicarakan. Richard mempersilahkan Leo untuk duduk ketika sudah tiba diruangannya, lelaki yang sudah tak lagi muda tersebut tampak menarik nafas panjang sebelum mendiskusikan beberapa hal. "Apa ada hal yang serius dengan kondisi kesehatan Evelyn?" Tanya Leo penuh rasa hawatir. "Dr. Evelyn menderita depresi stadium mayor dan jika hal tersebut dibiarkan maka bisa membahayakan nyawanya," Dunia Leo seakan berputar mendengar penjelasan Richard, tampak jelas kecemasan dari raut wajahnya yang tampan karena Leo tahu betul resiko dari penyakit tersebut. Pelan-pelan dibukanya handle pintu ruang perawatan Evelyn, hatinya hancur melihat gadis yang pernah ada dihatinya terbaring lemah diranjang rumah sakit. Tanpa sadar tangannya terulur mengusap pelan puncak kepala evelyn membuat evelyn membuka mata. Sekarang kamu menjadi tanggung jawabku Evelyn selama kamu bersamaku. Melihat kecemasan dalam sorot mata Leo membuat Evelyn segera menampilkan senyum termanisnya. "Aku dalam kondisi baik-baik saja Leo, kenapa kamu begitu cemas ini hanya sakit kepala biasa sebentar lagi pasti akan pulih," Jari-jarinya mengusap lembut punggung tangan Leo yang dibalas dengan remasan hangat. 2 minggu telah berlalu dan Leo tidak mengijinkannya kembali bekerja di Wilmore Elizabeth Hospital. Wilmore diambil dari nama belakang ayahnya yaitu Jack Wilmore dan Elizabeth adalah nama depan ibunya Elizabeth Maria Wilmore sehingga rumah sakit tersebut diberi nama Wilmore Elizabeth Hospital untuk mengenang kedua orang tuanya yang telah pergi lebih dulu meninggalkannya dalam insiden kecelakaan ketika dalam perjalanan menuju University of Keihl tempat putra tunggal mereka menjalani prosesi wisuda. Penyakit yang diderita Evelyn sama persis dengan penyakit yang dideritanya dulu hingga Leo nyaris mengakhiri hidup disaat kehilangan dua sosok penting dalam hidupnya. --- "Bersiaplah 30 menit lagi aku sampai di apartement mu," Pesan singkat dari Leo. Karena merasa bosan sendirian di apartement Evelyn pun mengiyakan ajakan Leo. Bagi Evelyn memiliki watu 30 menit untuk bersiap sudah lebih dari cukup. Meskipun hanya memakai blouse warna putih dipadupadankan dengan celana jeans biru dan sepatu kets warna putih tak sedikitpun mengurangi kecantikannya. Kurasa penampilanku sudah cukup ok, batin Evelyn sambil tersenyum puas. Ting tanda bel apartement, sebelum membukanya Evelyn terlebih dulu mengintip dibalik interkam. "Apa kau sudah siap?" Leo bertanya ketika Evelyn membukakan pintu. "Tentu saja aku sudah siap, lihatlah,” Memutar tubuhnya. “Kita akan berangkat sekarang atau kau akan terus memandangiku dan kita tidak jadi pergi," Nada suaranya terdengar ketus mendapati Leo menatapnya hingga tak berkedip. "Tahan emosimu Ms. Judes kecuali kau lebih suka wajahmu yang cantik ini jadi cepat keriput,” Goda Leo. Dasar menyebalkan, maki Evelyn. Dalam perjalanan menuju cafe mereka tidak saling bicara, pandangan Leo fokus ke depan sementara Evelyn melihat ke luar jendela menikmati pemandangan disepanjang jalan. "Kita sudah sampai," Suara Leo berhasil menarik kembali Evelyn dari lamunannya. Leo membimbing Evelyn memasuki cafe dan duduk dibangku paling pojok, pilihan Leo sangat tepat karena dari sini mereka dapat menyaksikan langsung pemandangan pantai, apalagi disore hari seperti sekarang ini semakin menambah keindahannya. Seseorang menepuk pundak Leo pelan ketika dia sedang menyesap kopinya. Seketika Leo menoleh ke samping dan sangat terkejut melihat sahabat masa kecilnya sebut saja Ethan sedang menyunggingkan senyum khasnya. "Ethan.. Apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanya Leo dengan rasa tidak percaya. "Begitukah caramu menyambut seorang sahabat, dokter?" Jawab Ethan ketus. "Oh sorry, aku hanya tidak percaya bisa bertemu kau disini, bukankah bisnismu di Jerman?" Lalu Leo memeluk sahabatnya, pelukan khas seorang lelaki. "Aku bebas memijakkan kakiku ditempat manapun yang ku suka," Jawab Ethan dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD