PART 3 - RENCANA ARGA.

1286 Words
Makan malam Jihan kembali berlanjut bersama Arga. Walau begitu pikiran gadis itu tertuju pada sosok Ivan. Ada sedikit rasa kasihan mengingat kisah atasannya itu. Padahal di kantor semua karyawan mengelu-elukan pasangan yang sangat serasi itu. Bagaimana tidak, yang lelaki memiliki tubuh tinggi menjulang. Jangan tanya wajahnya, darah campuran tampak lekat terlihat. Tubuhnya tegap dan gagah. Jika bersanding dengan tunangannya tadi, mereka tampak seperti pasangan yang serasi. Wanita tadi layaknya peragawati yang biasa berjalan di atas catwalk. Setiap hari selalu menjadi perbincangan di kantor tentang pesta pernikahan yang akan terselenggara beberapa bulan lagi. Dimana pesta itu pasti berlangsung meriah sekali. Tapi, kalau melihat kisah yang tadi, sepertinya pesta itu tidak akan terjadi. Terus kalau gak jadi nikah, alasan apa yang akan dikemukakan atasannya nanti? Masa iya cerita kalau calon istrinya selingkuh? Bisa heboh di kantor. Padahal Pak Ivan itu figur cowok idaman para wanita. “Jihan,” sapa Arga menyadarkan Jihan dari lamunannya. Sejak tadi, Arga memperhatikan kekasihnya ini banyak melamun. “Ah ya Mas Arga, ada apa?” Mata Jihan mengerjap. Ia terlalu hanyut memikirkan atasannya tadi, hingga lupa mereka masih makan malam. Arga terkekeh. “Sorry ya, dinner nya jadi aneh gini.” Jihan mau tak mau tersenyum. Ya, setelah kekacauan yang diakibatkan atasannya tadi, mereka mendapat meja baru di ruangan yang baru. Karena ruangan yang tadi terjadi tragedy berantakan dan kini sedang dibereskan. Tapi sayang karena semua sudah full, jadilah mereka hanya makan biasa. Tak ada lilin dan bunga seperti di meja yang tadi. Dan sebagai permintaan maaf, Arga dan Jihan gratis makan di restoran ini, sebagai ganti permohonan maaf dari pemilik gedung. “Gak apa kok Mas. Yang penting kan kita tetap makan.” Jihan kembali menyuap makanan. “Terus tadi lamaran aku diterima kan?” Arga menatap cincin yang sudah ia pasang di jari manis Jihan. “Inikan cincinnya sudah aku pakai, Mas.” Jihan menunjukkan jari manisnya pada sang kekasih. “Habis pakainya tadi buru-buru sih,” protes Arga. Memang, ketika mereka pindah ruangan, Arga memakaikan begitu saja cincin itu di jari Jihan. “Kan urgent Mas.” Keduanya terkekeh geli. “Ada ya makan malam kayak gini. Lagi romantis-romantisnya eh ada gangguan.” Jihan menyesap minumannya. “Ngomong-ngomong, cincin yang tadi kamu pegang, punya orang itu bagus ya? Dibanding punyaku, kalah jauh lebih mahal kayaknya.” Kini mata Jihan fokus pada cincin di jari manisnya. Cincin ini memang sederhana. Jika dibanding cincin yang menggelinding tadi. Memang Jihan akui jauh lebih indah cincin milik atasannya itu, karena ia sempat memegangnya sebentar. Wajar saja, harganya pasti mahal. Tapi bukan itu makna sebuah cinta dan kesetiaan. Buktinya, kurang apa coba Pak Ivan itu? Sudah gagah, tampan, pengusaha, jangan tanya pula hartanya. Pasti gak terhitung. Tapi kok tunangannya justru selingkuh. Kasihan. Jihan menggeleng. Kenapa dia jadi memikirkan atasannya sih? “Kamu kenapa?” Arga melihat gelengan dari Jihan. Gadis itu mengerjap. “Ah, gak Mas. Menurutku bukan masalah indah dan mahalnya sebuah cincin. Buat apa mahal dan indah jika tidak menjamin bisa membuat seseorang setia bukan? Nyatanya tadi ada tragedi.” Benar juga sih! “Iya juga ya. Kamu benar.” Arga menghela napas mengingat perkelahian tadi. Kedua laki-laki tadi sepertinya sama-sama dari kalangan atas dan pasti orang berpunya. Tapi karena satu wanita, mereka lupa jika masalah bisa diselesaikan dengan cara duduk bersama dan kepala dingin. Kalau seperti tadi, mereka ibarat melepaskan cangkang mereka yang seharusnya memiliki wibawa. Berkelahi karena memperebutkan seorang wanita. Arga yakin, kedua lelaki tadi bukan orang sembarangan. Bukan orang awam seperti dia yang makan di tempat ini hanya berani sebulan sekali. “Beneran deh Mas, aku takut lihat orang berantem kayak tadi. Serem.” Jihan bergidik. Arga membelai telapak tangan kekasihnya. Berusaha meyakinkan kalau semua sudah berakhir. “Mas gak kasar kan orangnya? Gak kayak orang tadi?” Tiba-tiba Jihan bertanya pada Arga. Jihan paling tidak suka dikasari. “Mana bisa aku kasar? Aku gak mungkin menyakiti wanita yang aku cintai.” Lalu ia mengecup punggung tangan Jihan dengan mesra. Ya, seharusnya Jihan sadar. Selama ini ia mengenal baik Arga dan tak pernah melihat lelaki ini berbuat kasar. Jangan kata berbuat kasar, berkata dengan nada tinggi pun, Arga tidak pernah. Jihan percaya, Arga lelaki yang Tuhan pilihkan untuknya. Menjadi kekasih yang akan naik step ke calon suami. Jihan tidak perlu lelaki yang banyak harta, cukup yang baik seperti Arga begini. “Love you,” bisik Arga sambil menatap wajah cantik yang selalu ia gadang-gadangkan akan menjadi ibu dari anak-anaknya kelak. Jihan tersipu malu. Arga dan perlakuan manisnya selalu membuatnya melambung tinggi. “Jawab apa dong sayang,” goda Arga lagi. Mendengar sapaan manis, Jihan mengulum senyum malu-malu. “Love you too Mas.” Jihan menjawab dengan pasti. Keduanya bak pasangan yang tengah dimabok asmara. Arga yang sangat dewasa mampu membimbing Jihan yang kadang masih bersifat polos dan kanak-anak. Arga menyelipkan sedikit rambut Jihan ke belakang telinga kekasihnya itu. Helaian rambut itu sungguh mengganggu arah pandangnya. “Jadi, mulai sekarang kamu itu bukan pacar aku lagi, tapi calon istri aku,” pesan Arga mengingatkan kekasihnya. “Ih, Mas Arga kan belum melamar aku. Masa tahu-tahu calon istri. Gak seru ah lamarnya gini aja.” Arga terkekeh geli. “Iya-iya, aduh punya pacar kok ambekan sih.” “Aku gak ngambek Mas.” Kembali Arga membelai telapak tangan Jihan. “Aku sudah bicara sama kedua orang tuaku. Mereka akan datang melamarmu secepatnya.” Ucapan Arga membuat Jihan membelalak. “Benar Mas?” Ia sungguh tak percaya. “Iya dong. Mereka ingin cepat punya menantu dan cucu.” Merona sudah wajah Jihan. Membayangkan menjadi istri Arga. Lelaki yang sangat ia cintai. “Kapan kira-kira Mas mau ajak kedua orang tua Mas ke rumah Om aku?” Menyesap minumannya perlahan, Arga berpikir. “Nanti aku beritahu lagi. Intinya gak lama kok.” “Aku tunggu ya Mas. Nanti aku beritahu juga sama Om dan Tante.” Jihan kembali menyuap makanan. Mereka kembali melanjutkan makanannya. “Jihan,” panggil Arga. Mengangkat kepalanya perlahan, Jihan menunda untuk memotong steak di piringnya. Retinanya memilih untuk memfokuskan pandangan kepada sang kekasih. “Ya Mas.” Mereka saling bertatapan. “Janji sama aku. Kamu akan setia sampai kita ke pelaminan.” “Seharusnya aku yang bilang gitu ke kamu Mas. Jangan sampai kamu beralih ke lain hati.” *** Mobil yang dikendarai Arga sudah tiba di depan rumah milik Omnya Jihan. “Sepertinya sudah pada tidur ya.” Arga melirik ke arah rumah. “Kemalaman ya Mas. Semoga aku gak kena omel Tante.” “Perlu aku antar sampai dalam? Siapa tahu Tante kamu marah.” Arga tak enak hati jika Jihan kena marah karena dirinya. “Ck, gak usah deh Mas. Sampai sini saja. Kamu hati-hati nyetirnya ya, jangan ngebut.” Jihan melepas seatbeltnya. “Hmm Jihan.” “Ya Mas, ada apa lagi?” Arga tidak menjawab tapi ia mendekatkan wajahnya dan mengecup pipi Jihan. Jihan mengulum senyum. “Sampai besok ya.” Arga pun tampak malu-malu. Mereka memang pacaran, tapi hanya sebatas pegang tangan dan cium pipi saja. Jihan gak mau memberi terlalu jauh pada Arga. Beruntung kekasihnya mengerti. “Selamat malam dan sampai ketemu lagi, Mas.” Jihan melambaikan tangan mengiringi kepergian kekasihnya. Ia melihat lagi pada cincin di jarinya dan menciumnya. Hatinya berbunga sudah. “Akhirnya aku akan dilamar Mas Arga.” Jihan bersorak senang. Ia melangkah ke dalam rumah. Kebetulan semua di rumah ini memiliki kunci serep. Jadi walau pintu dikunci, ia pasti bisa membuka. Terdengar suara kunci yang bergerak ketika tangan Jihan memasukkan anak kunci ke lobang pintu. Saat pintu itu terbuka, saat itulah lampu ruang tamu yang semula padam langsung menyala. Jihan tersentak, apalagi ketika melihat siapa sosok yang kini berdiri tak jauh dari tempatnya. “Gak sekalian kamu pulang pagi?” Rianti, sang Tante menatapnya dengan tajam dan kesal maximal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD