Hah, rasanya waktu berjalan dengan sangat lambat. Aku sudah tak sabar menunggu hari pergi dari sini, mencari tempat yang nyaman bagi diri sendiri, dan memulai kehidupan yang damai ... jauh dari jangkauan pemeran utama pria dan juga wanita.
Yang aku tangkap dalam beberapa waktu ini, hanya alur semakin berantakan. Yah, itu hal wajar. Karena memang aku yang membuat semua berbelok dengan tikungan sangat tajam.
Dunia novel ini, benar-benar hidup. Aku juga hidup di dalamnya, meski ragaku bukan lagi raga yang lama.
Walau begitu, aku tetap hidup dengan baik, kan? Jika aku hanya menjalaninya dengan lurus, aku akan tetap berada di ambang kematian seperti akhir dari karakter Luisa Montpensier.
Bolehkah aku menganggapnya sebagai hidup di dunia nyata, lalu menyusun masa depan dengan berani?
Tapi, bagaimana jika sekeras apa pun aku mencoba mengubah alur, dan akhirnya malah kembali pada alur yang ada sejak awal?
Sungguh, ini membuatku cukup resah. Tapi, jika aku pasrah, maka aku hanya akan mendapatkan kematian yang serupa dengan Luisa. Setidaknya aku lebih baik mati tua karena kehabisan umur, daripada mati muda dengan cara dipancung.
Pada saat aku tengah melamun, suara ketukan pintu terdengar. Apa Leonite? Yah, mungkin saja dia ingin bicara banyak hal denganku. Bagaimana pun, kami akan berpisah sebentar lagi, dan dia pastinya juga akan merindukan adik sepertiku.
“Leonite?”
“Ya, ini aku. Apa aku boleh masuk?”
“Masuklah,” balasku dengan wajah berseri. Hahahaha ... aku suka kunjungan Leonite, memanjakan diri dengan melihat wajah tampannya bukan hal yang berlebihan, kan?
Tak berapa lama, pintu kamarku terbuka. Leonite masuk sambil membawa nampan di tangannya, dia terlihat membawa mangkuk dengan ukuran sedang di atas nampan.
“Apa aku mengganggumu, Luisa?”
“Tidak. Duduklah, dan ... apa yang kau bawa”
Leonite meletakkan nampan itu di atas meja, ia lantas duduk sambil menatap ke arah jendela.
“Aku membawakan sup daging sapi cincang untukmu. Kau menyukainya, dan aku membawakannya untukmu.”
Segera saja aku duduk di hadapannya, tidak lupa mengulas senyuman. “Terima kasih. Aku memang lapar, dan kebetulan saja kau datang, Leonite.”
Dia menatapku. Matanya, hidung, bibir, wajah ... karya maha sempurna macam apa ini? Kenapa dia sungguh tampan?
Seandainya Luisa tidak memiliki hubungan darah dengan Leonite, aku pasti akan mengejar pria tampan dan setangguh ini dengan penuh perjuangan.
“Luisa, apa kau baik-baik saja?”
Aku kaget, lalu mengalihkan fokusku lebih tajam lagi. “Aku baik-baik saja, Leonite.”
“Makanlah, ini masih hangat.”
Daripada memikirkan hal aneh, aku langsung saja menikmati hidangan yang dibawakan Leonite untukku. Dia hanya memerhatikan, rambut perak panjangnya digerai dengan cantik, lalu sialnya angin sedikit berembus dan rambut itu bergoyang dengan indah.
Dia tampan. Sangat ... tampan!
Hanya itu saja yang bisa menjadi deskripsi saat ini. Aku juga merasa wajahku memanas, astaga ... bisa-bisanya malah tersipu pada kakak sendiri.
“Kau demam? Wajahmu merah, Luisa.”
“Tidak! Aku baik-baik saja, Leonite.”
Akhirnya dia diam, aku pun melanjutkan kegiatanku. Sup ini sangat enak, siapa yang memasaknya?
“Kau suka masakanku? Tidak kalah dari masakan Ayah atau para koki keluarga kita, bukan?”
Aku terbatuk-batuk karena kaget, dan Leonite dengan cepat memberikan air minum padaku.
“Makanlah dengan perlahan, tidak akan ada yang merebutnya darimu.”
Setelah menghabiskan air di dalam gelas, kutatap Leonite. “Aku tak menyangka sup ini begitu lezat. Dan gilanya, kau memasakkan untukku.”
“Apa ada yang salah jika seorang kakak melakukan ini untuk adik kecilnya?”
Pertanyaan macam apa itu?
“Tapi, aku bersyukur kau menyukainya. Jika kau berlibur, aku tak akan bisa menunjukkan bakat memasakku padamu.”
“Ini bukan bakat, tapi kau belajar memasaknya, bukan?”
Leonite tertawa.
“Apa yang lucu?”
“Tidak ada. Aku belajar membuatnya dari Ayah, dan aku baru pertama kali memasaknya hari ini.”
“Kau menjadikan aku kelinci percobaan?”
Dia tertawa lagi, tapi aku tahu dia sangat tulus. Hah, lihatnya wajah tampannya itu. Ini sungguh tidak adil, aku tak bisa marah karena senang akan ekspresinya.
“Luisa, apa kau merasa seperti seekor kelinci?”
Dia bertanya sambil menahan tawanya.
“Lalu apa namanya jika bukan kelinci percobaan untuk mencicipi masakanmu?”
“Tapi masakan itu tidak buruk, bukan? Jadi kau bukan kelinci percobaan.”
Ugh ...
Dia bisa membalas ucapanku dengan cepat, sialnya malah terasa menusuk.
“Sudahlah. Teruskan saja makanmu, dan aku akan senang.”
Dengan cepat aku meneruskan kegiatanku, menghabiskan sup ini dengan sempurna, dan dalam waktu tergolong singkat semuanya selesai.
“Sup ini sungguh lezat, sepertinya aku akan sangat merindukan masakan kau dan Ayah, Leonite.”
Dia tersenyum, dan menghela napas. Terlihat jelas ada ‘sesuatu’ yang ingin disampaikan kepadaku.
“Ada yang ingin kau katakan?”
Karena tak suka menunggu, langsung saja aku bertanya. Jika hanya diam, maka bisa saja aku tidak mendapatkan ‘sesuatu’ itu dengan mudah.
“Berjanjilah kau akan baik-baik saja selama masa liburan, dan kembalilah dengan baik. Bagaimana pun, kau adalah harta yang tidak bisa ditukar dengan apa pun. Ayah sudah cukup tua, jangan membuatnya banyak memikirkan sesuatu.”
“Leo,” ucapku pelan.
Dia menatap lembut, membuatku merasa agak tidak enak hati. Tapi, aku juga tak bisa menyalahkan keinginan pria ini.
Untuk mereka semua aku adalah Luisa Montpensier, saudari yang sangat berharga bagi Leonite dan Matthias. Tak lepas dari hal itu, aku juga putri Duke Montpensier yang sangat dicintai.
Yah, jadi wajar saja jika mereka tak akan rela kehilangan. Jiwa boleh saja berbeda dari Luisa, tapi raga yang kugunakan tetap saja milik Luisa Montpensier. Aku tak boleh lebih serakah daripada apa pun, bukan?
“Luisa, apa kau ingin mengatakan sesuatu? Kenapa hanya diam saja?”
Aku menghela napas, dan tersenyum padanya. “Ya, aku pasti akan kembali. Ke mana lagi aku akan pulang? Sejauh apa pun aku pergi, aku akan selalu kembali. Bagaimana aku bisa melepaskan Ayah dan kedua kakak yang sangat mencintaiku?”
Dia tertawa lagi, terlihat sangat senang akan jawaban dari bibirku. Tak berapa lama, Leonite berpindah duduk di dekatku. Tangan kanannya segera mengelus rambutku, dan mencium ujung rambut panjangku dengan sangat lembut.
Kau ingin membuatku mati jantungan?
“Kau masih sama seperti yang dulu. Tapi aku heran, bagaimana kau bisa memutuskan untuk melamar Putra Mahkota enam bulan lalu? Bukankah, kau menyukai orang lain saat kecil?”
“Menyukai orang lain?”
“Saat kecil kau sangat menyukai aku.”
Apa?
Wajar saja, bukan, jika seorang adik menyukai kakaknya?
“Aku masih ingat. Kau pernah bilang begini, ‘Leonite Montpensier akan menjadi milikku selamanya, kalian tidak berhak untuk meliriknya!’. Nah, apa kau ingat?”
Aku tertawa, bayangan saat masih kecil. Astaga, Luisa! Bisa-bisanya kau melakukan itu di depan para Lady Bangsawan yang melirik kakakmu.
“Para Lady ketakutan, apalagi jika ada rumor aku dekat dengan seorang Lady, kau akan langsung mendatangi rumah mereka dan mengatakan tidak merestui dalam bentuk hubungan apa pun.”
Ya Tuhan ... kenapa Luisa sangat bar-bar? Ahahahahaha ... ini hal yang tak disangka-sangka.
“Tapi berkat ucapanmu itu, aku belum menikah.”
Kuhentikan tawaku dan meliriknya. “Maafkan aku, Leonite. Tapi, aku melakukan itu mungkin karena takut ada wanita lain di keluarga kita.”
“Yah, itu bukan masalah besar. Aku juga tidak berpikir untuk menikah dengan cepat.”
“Lalu, apa aku melakukan hal yang sama pada Matthias? Aku sedikit lupa akan banyak hal saat masih kecil.”
“Kau tidak melakukan itu pada Matthias.”
Aku kaget. Jadi, aku hanya melindungi Leonite dari para Lady, tapi tidak melakukan hal serupa kepada Matthias. Wow, sepertinya Luisa pilih kasih dalam beberapa hal.
“Tapi malah sebaliknya. Matthias yang memperingatkan para Tuan Muda untuk tidak mendekatimu, dia juga akan mendatangi rumah keluarga dari para Tuan Muda itu, lalu mengajak mereka berkelahi.”
Leonite tertawa puas, ia terlihat sangat senang. Sementara aku hanya bisa menunduk, menahan malu dengan apa yang diceritakan.
“Matthias tidak peduli pada para Lady yang mendekatinya, dia juga mengusir mereka. Sementara aku tak bisa melakukan hal seberani itu.”
“Sejak tadi kau selalu menceritakan aku dan Matthias. Lalu, bagaimana denganmu?”
“Tentu saja aku semakin giat belajar, berfokus pada keharusan untuk melanjutkan posisi Ayah. Jika aku tidak memiliki posisi yang pas, bagaimana aku bisa menggantikan Ayah melindungi keluarga? Aku akan melindungi kau, Matthias, Ayah, dan semua yang dimiliki keluarga kita.”
Ya, itu benar. Leonite sangat berambisi untuk menjadi yang terbaik, dia melakukan banyak sekali pelatihan di bawah naungan Duke Montpensier. Benar-benar sosok yang sempurna sebagai kepala keluarga masa depan.
“Tapi tetap saja kau dan Matthias harus menikah dan memberikan keponakan padaku.”
“Bagaimana jika kau yang memilihkan pasangan untuk kami?”
“Leonite!”
“Apa salahku?”
“Tidak ada!”
Dia tertawa lagi, terlihat puas dengan caranya menggodaku. Astaga, jangan katakan jika Matthias dan Leonite menderita sister complex.
Sudahlah, terserah mereka saja. Aku juga tak bisa mengatur mereka, kan?
Sepanjang malam aku dan Leonite terus bicara. Kami tertawa, lalu melakukan beberapa permainan agar tak bosan.
Leonite terlihat begitu senang, dia melepaskan rindu yang mungkin akan ditanggung saat aku pergi jauh.
Bersabarlah, Leonite. Aku pasti akan kembali setelah situasi menjadi aman terkendali, setidaknya aku akan mencari tempat persembunyian yang bagus agar tak tertangkap jika Putra Mahkota mengerahkan kekuatan untuk mencariku.
Tapi, apa benar dia mencariku? Aku ragu akan hal itu.