Long Distance Marriage Life Begins

1500 Words
Erick sents a picture  Begitulah notifikasi yang biasa diterima oleh Alaia sejak harus berpisah jarak dengan Erick.  "Bisa-bisanya dia ngirimin gue foto makanan enak. Udah tau mau makan begitu di Jakarta susah banget" ujar Alaia sambil membereskan meja kerjanya. Meskipun belum membuka isi pesan dari suaminya, Alaia paham jika pesan itu berisi foto makanan enak yang Erick beli. Setelah selesai membereskan meja kerjanya, Alaia langsung menuju lobby untuk menuju supermarket untuk berbelanja bulanan keperluan rumah tangga. "Kamu jadi mau belanja apaan?" tanya Erick dilayar ponsel saat video call dengan Alaia ketika berbelanja. "Ya kebutuhan bulanan aja sih. Aku tadinya kemaren pagi mau ke pasar aja sekalian nyetok yang lain. Tapi ada kerjaan, gak jadi. Yaudah beli di supermarket aja" jawab Alaia. "Kamu tuh seringan belanja di supermarket apa pasar kalo buat sayur-sayuran segala macem?" tanya Erick. "Fifty-fifty sih. Ya tergantung situasi. Cuman emang enakan belanja di pasar, bisa mililh dan bisa nawar" jawab Alaia. "Emang bisa nawar?" tanya Erick dengan nada sedikit meremehkan. "Ya bisa dong" ujar Alaia dengan bangga. "Belom liat aja aku nawar di Mangga Dua kan?" tanya Alai membanggakan diirnya. Erick hanya tertawa mendengar jawaban istrinya itu. "Aku mau nitip beli sama kamu boleh gak? Nanti uangnya aku ganti" pinta Erick tiba-tiba. "Serius nanti aku gantiin uangnya" ujar Erick sungguh-sungguh. "Iya-iya mau di beliin apaan?" tanya Alaia menyanggupi. "Indomie rasa rendang, soto ayam, sama rica-rica. Masing-masing satu dus" ujar Erick. "Hah?! Kamu makan indomie melulu apa gimana?!" Alaia tidak habis pikir suaminya ini ternyata sering mengonsumsi mie instant. "Haduh! Ini cuman buat di rumah sakit aja, itupun gak sering kok!" sahut Erick cepat. Alaia menyipitkan matanya tanda tidak percaya. "Beneran deh" Erick meyakinkannya lagi. "Yaudah aku beliin. Tapi jangan makan sering-sering dan jangan dibagiin ke temennya. Kamu tau sendirikan, Indomie sini sama luar beda. Kalo temenmu suka, wah repot dia minta mulu" ujar Alaia. "Kamu ngajarin aku pelit ya?" tanya Erick. "Ish! Bukan pelit! Tapi hemat!" Alaia tak mau disalahkan. "Nanti kirimin ke sini ya. Ongkos kirimnya aku transfer sekalian sama total belanjaan aku" jawab Erick. "Kirim ongkirnya aja. Belanjaanya gausah" ujar Alaia. "Loh? Kenapa?" tanya Erick kaget. "Kamu simpen aja uangnya buat kamu di sana" ujar Alaia lagi. "Gak bisa dong. Kan aku udah bilang aku titip beli, berarti nanti uangnya aku ganti" ujar Erick. "Duh udah deh. Bawel bener! Pokoknya transfer ongkirnya aja! Gak akan aku kirimin struk belanjaan!" ujar Alaia. **** Erick membereskan tumpukan rekam medis yang ada di mejanya. Ia amat senang karena jam jaga malam kali ini bukan gilirannya. Itu artinya ia bisa pulang cepat dan segera beristirahat dengan tenang. "Tinggal periksa pasien sebentar, terus pulang deh!" ujar Erick riang membayangkan kasur empuk di rumahnya. Setelah selesai, Erick langsung bergegas mengganti pakaiannya dan pulang. Begitu tiba di rumah, ada sebuah kardus besar yang menutupi jalan masuknya ke dalam rumah. "Nah ini pasti Indomie gue!" pekik Erick senang lalu segera membawa masuk kardus besar tersebut ketika pintu rumah sudah terbuka. Tanpa berpikir panjang, Erick langsung melakukan kegiatan unboxing. Ia mengambil gunting dari dapurnya lalu membuka kardus yang sudah ia tunggu-tunggu kehadirannya. Ketika ia membukanya. sebuah surat menyembul diatasnya. To : Erick  Ia mengambil surat tersebut dan membukanya.  Dear Erick, Inget ya jangan makan mie terus-terusan! Nih sekalian aku kirim frozen foods yang lain supaya bisa makan yang lain. Jangan lupa makan sayur. Dokter nyuruh amkan sayur, tapi dokternya gak makan sayur. Malah makan mie instant melulu!  Nih sekalian keperluan sehari-hari biar kamu gausah beli.  Jangan bandel Alaia Erick tertawa membaca surat kecil yang ditulis tangan oleh Alaia. "Buset, niat banget nih orang ngirimin gue" Erick mengeluarkan barang-barang yang Alaia kirimkan namun tidak ia minta. Deterjen, sabun cuci piring, sabun dan sampo hingga sambal botol favorit Erick. "Tau darimana dia gue paling suka sama sambel yang ini?" Erick mengeluarkan botol sambel tersebut.  "Even my mom never sent me these stuffs" ucap Erick setelah mengeluarkan seluruh barang-barangn yang ada di dalam kardus tersebut.  Entahlah, teh hangat akhir-akhir ini menjadi teman yang menemani hari-hari Erick. Padahal biasanya ia memilih minuman bersoda atau terkadang wine. Lagi ngapain ya tuh anak? batin Erick sambil menatap keluar jendela. Salju mulai turun. Erick mengambul ponselnya dan segera menelfon Alaia. "Halo?" suara lembut itu membuyarkan lamunan Erick.  "Lagi ngapain?" tanya Erick. "Lagi tidur" jawab Alaia dengna nad amengantuk. Erick segera menjauhkan ponsel dari telinga dan melihat jam yang terpampang di layar ponselnya.  Di Amsterdam saat ini pukul delapan malam, berarti di Jakarta saat ini pukul dua dini hari. "Eh eh sori-sori. Aku gak inget di Jakarta jam dua pagi. Sori-soi ya!!! Udah tidur lagi ya! Sleep tight !!" Erick buru-buru memutuskan sambungan telponnya. "Bisa-biasnya gue gak ngeliat jam" ujarnya smbil menoleh ke tembok rumahnya dengan dua jam menggantung di sana. Jam di sebelah kiri menunjukkan waktu Amsterdam, sednagkan jam sebelah kanan menunjukkan waktu Jakarta. "Udah pasang jam segede gitu juga!"  **** "Ya, udah lama banget nih ita gak ketemu" sapa seorang temannya. "Iya hehe udah lama banget" ujar Alaia. "Lu sama suami lu apa kabar?" tanya temannya itu. Alaia agak tercekat dengan pertanyaan temannya. Namun ia berusaha telrihat tenang, dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Baik kok" ujar Alaia tenang. Ia tidak terlalu menggembor-gemborkan berita pernikahannya. Hanya teman-teman terdekat yang tahu, lalu kemudian berita pernikahannya berkembang. Alaia sudah tidak mau ambil pusing dengan banyaknya berita miring ia menikah dadakan karena hamil duluan. Seperti yang Erick katakan, Alaia juga akan memberikan uang satu milyar secara tunai kepada orang itu. Alaia segera pergi setelah berbasa basi sebentar setelah tidak sengaja bertemu teman lamanya di pusat perbelanjaan ini. **** "Kurang lama anjir!" omel Erick pada temannya yang sesama mahasiswa Indonesia di Belanda. "Ya maap, gue tadi gnatian make kamar mandinya ama temen gue yang lain" keluh temannya itu sambil menarik resleting jaketnya karena udara dingin yang menerpa. "Lu kenapa gak honeymoon  aja sih sama istri lu?" tanya temannya itu. "Ya gue masih kuliah begini, kalo ambil cuti kelamaan mau di omelin?" tanya Erick dengan nada agak sewot. "Ya ntar gimana lu mau punya anak coy!!" sahut temannya. Orang gue sama Aya gak ada rencana punya anak  batin Erick. "Yaelah, emang punya anak lu pikir tanggung jawabnya gampang?" tanya Erick lagi. "Ya emang sih" ujar temannya itu. Kedua berencana untuk berjalan-jalan menikmati salju yang turun di bulan Desamber ini. Aya pasti udha ngerasain indahnya lempar-lemapran bola saju pas dia di Perancis batin Erick ketika melihat anak-anak yang bermain lempar-lemparan bola salju dan membuat manusia salju. "Kita ke redlight streets yuk" ajak temannya dengan nada iseng. Erick langsung menoleh dengan mata yang membelakak. "Kagak! Lu aja sono sendiri!" tolak Erick keras. "Yaudah sih santai. Gue tau lu udah nikah. Udah gak butuh lagi lu ke sana" sahut temannya semakin iseng. "Tapi by the way ya Rick" ujar temannya itu menggantung. "Apaan?" tanya Erick balik sambil melihat-lihat pemandangan sekitar. "Pas lu nikah, banyak yang kaget. Gak sedikit yang berpendapat lu ngehamilin anak orang" ujar temannya itu.  Sebenarnya, temannya juga merasa tidak enak mengatakan hal ini pada Erick. Namun daripada Erick yang tersinggung sendiri ketika tahu ada yang membicarakannya seperti itu, jadi lebih baik biar dirinya yang langsung memberi tahu saja. "Gue sama istri gue udah kebal di omongin gituan dari kemaren. Terserah sih. Buktiin aja kalo emang istri gue hamil duluan" jawba Erick santai. Sori ya Ya, karena aku maksa nikah cepet-cepet jadi banyak yang kira kamu hamil duluan batin Erick yang teringat Alaia. "Kalo yang ngomongin cewek, bisa gue tebak mereka semua cemburu dan gak terima gue nikah. Ngerasa kehilangan mereka pasti" ujar Erick dengan percaya dirinya. "Gausah ngayal ketinggian" sahut temannya sambil menoyor pelan kepala Erick. Keduanya berjalan menyusuri toko-toko yang ramai dikunjungi banyak orang. Kebanyakan pergi bersama keluarga dan orang terkasih. "Kita cari resotran apa kedia makan gitu yok. Gue laper nih" ujar temannya sambil melihat-lihat pertokoan yang menjual berbagai kebutuhan dan pernak-pernik Natal. Erick menjawabnya dengan dehaman sambil tetap menikmati suasana kota. Terbesit dihatinya untuk mengajak Alaia untuk menikmati Amsterdam di kala salju turun. "Eh yang lain lagi apda di sekitaran sini nih. Mua gabung gak?" tanya temannya sambil menunjukkan foto berisi teman-temannya yang lain yang sedang kumpul-kumpul tidak jauh dari tempat mereka jalan-jalan. "Boleh" jawba Erick setelah melihat foto yang ditunjukkan oleh temannya. Keduanya pun langsung menuju sebuah cafe yang terletak tidak jauh dari tempat mereka. Ketika Erick masuk ke dalam cafe, ia melihat beberapa temannya yang tengah berbisik lalu mmebubarkan diri ketika melihat diirnya amsuk ke dalam cafe. Pasti lagi ngomongin gue batin Erick sambil memasang senyum lebar ketika menyapa teman-temannya. "Waduh ada penganten baru nih!" spaa seorang temannya sambil merangkul pundak Erick. Erick hanya menjawab dengan senyuman simpul saja. Erick digoda habis-habisan oleh temannya karena masih bertatus sebagia pengantin baru. "Duh Rick, gue sih kalo jadi lu. Gue suruh istri gue nyamperin gue. Biar bulan madu seklaian" ujar temannya. "Bener! Sayang banget ngelewatin moment bagus begini!"  Erick hanya tertawa mednengarnya. Jika ia berniat menikahi Alaia karena ia benar-benar mencintai wanita itu. Sudah pasti Erick akan melakukannya. "Gue mau pesen minum dulu deh" Erick berdiri menuju bar untuk memesan minuman. Erick mengamati papan menu dengan cemat sebelum memesan. "Erick?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD