Pengganggu

2176 Words
Leon memarkirkan kendaraannya di parkiran VIP klub malam milik Sean———sahabatnya. Seperti kebiasaannya tiap malam, ia akan menghabiskan malam panjangnya untuk berburu mangsa dan menerkamnya di atas ranjang panas miliknya. Leon Artadipura, pria berumur dua puluh delapan tahun yang cukup matang dan berpengalaman. Tak perlu diragukan lagi pengalaman liarnya, bahkan betina liar saja mampu ia taklukkan hanya dengan sekali kedipan mata. Pesona yang terpancar dari sorot mata dan aura ketampanan yang selalu berhasil menarik perhatian para kaum wanita di sekitarnya. Ibaratkan magnet, Leon mampu menjangkau setiap radar wanita yang berada di dekatnya, tanpa perlu repot-repot beraksi, para wanita itu akan dengan sendirinya menyerahkan diri pada Leon. Seperti sekarang, dua wanita berpakaian seksi yang memamerkan lekukan bodinya bak gitar spanyol itu langsung menyambut Leon ketika pria itu memasuki klub malam yang sudah dipenuhi lautan manusia. Suara dentuman musik yang begitu keras membaur dengan suara seksi yang terdengar liar mengobrak-abrik gendang telinga Leon. Tak terkecuali suara serak basah dari kedua wanita yang bergelayutan manja di kedua lengannya. "Hai, babe. Kau terlihat semakin tampan saja. Membuat rahimku selalu bergetar setiap kali melihat ketampananmu yang seperti dewa Yunani." Wanita berpakaian dress seksi setinggi paha dengan belahan d**a rendah itu menyentuh sensual rahang Leon dengan telunjuknya. "Kau berhasil membuatnya becek, babe," bisiknya kemudian seraya menjilat daun telinga Leon. Leon menyeringai, menatap penuh minat pada kedua balon udara yang menyembul dari persembunyiannya. Sayangnya ia bisa melihat bercak kemerahan yang mengintip dari balik dress berwarna merah menatang itu. Minat Leon seketika hilang tak bersisa, ia tak suka memakai barang bekas. Bukan, bukan maksudnya Leon ingin selalu yang bersegel. Ia hanya ingin jadi yang pertama, ia tak suka jika harus mendapatkan sisa-sisa dari orang lain di hari yang sama. Itu sangat menjengkelkan! Aroma yang sudah bercampur dengan keringat orang lain membuatnya tak berselera untuk menyantap hidangan makan malam, meski hidangan itu tampak menggoda dan menggugah selera. "Sorry, babe. Mungkin lain kali saja," ucap Leon, menolak secara halus pada wanita itu. "Why?" Wanita itu mendesah kecewa, wajahnya terlihat murung. Seolah penolakan Leon berhasil menghancurkan perasaannya yang telah berharap lebih pada pria itu. Wanita mana yang tidak berharap dapat menjadi patner Leon, meski hanya jadi patner di atas ranjang dengan durasi semalam atau bahkan hanya beberapa menit saja. Tubuh dan visualnya saja mampu membuat kaum wanita jatuh hati pada pandangan pertama. Mungkin hanya wanita-wanita sok suci yang jaim untuk mengakui fakta itu. Meski sebenarnya masih ada wanita yang memandang sebelah mata Leon dan sama sekali tak tertarik sedikit pun pada pria itu, contohnya Sandra. Salah satu wanita yang justru jijik setengah mati pada Leon. "Aku tidak bisa, sorry." Seberengsek-berengseknya Leon, ia tak akan mengatakan secara terang-terangan jika ucapannya akan menyakiti wanita. Ya, seperti yang ia lakukan barusan, berbohong pada wanita itu. Padahal Leon hanya tidak ingin bersama wanita itu karena ia yakin kalau wanita itu sudah bermain sebelumnya entah dengan mahluk mana. Leon memang sangat selektif untuk memilih patner bermain. Ia jarang mau memakai lagi yang sudah dipakai, kecuali dua orang istimewa yang sampai saat ini masih menjadi patner bermainnya di kala senggang. Wanita itu Bianca, friend with benefit-nya sejak masih sekolah. Sekaligus satu-satunya wanita yang mengerti semua tentang Leon, baik luar dan dalam. Tapi Leon tak menganggap Bianca spesial, baginya wanita itu sama saja seperti wanita-wanita lain yang haus akan kepuasan miliknya. Dan untuk wanita kedua bernama Sera, wanita yang baru-baru ini berhasil menghidupkan hasrat Leon dan memberikan pengalaman berbeda dari sebelumnya. Wanita yang mampu mengimbangi keliatannya di atas ranjang dan mengajari banyak permainan baru yang mulai disukai Leon. Bahkan bisa dibilang kalau Leon sangat mengistimewakan wanita itu, meski tetap saja wanita itu tak membuatnya puas. Buktinya Leon masih suka melakukan perburuan dan berakhir one night stand dengan wanita-wanita yang baru ia temui. "Kalau begitu dengan aku saja, gimana?" Wanita berambut pirang yang ada di sebelahnya tak mau kehilangan kesempatan, dengan wajah menggoda ia mengedipkan sebelah mata pada Leon yang menoleh kepadanya. "Aku akan memberikan malam yang berkesan untukmu, bahkan sampai kau tak mampu untuk melupakan setiap momennya dan akan selalu terkenang dalam pikiran dan hatimu, baby." Leon lagi-lagi hanya tersenyum miring. Wanita berambut pirang itu jauh lebih menggoda dan menantang dari wanita di sisinya. Wanita itu memiliki balon udara berukuran jumbo, bahkan saat ia berjalan balon itu bergetar-getar menggesek lengan kokohnya. Bibir tebal bewarna merah terang sangat menantang, riasan make-up on menyempurnakan penampilannya yang seksi dengan dress mirip lingerie setipis saringan tahu. Bahkan mata Leon mampu menembus sesuatu yang tersembunyi di balik pakaian minim itu. Namun, hal tersebut tak serta merta membuat Leon tergugah. Ia malah menatap geli semua aset sempurna milik wanita itu. Bukan tanpa alasan, Leon memang tak minat dengan barang palsu. Hanya sekali lihat saja ia tahu kalau semua aset beharga milik wanita itu palsu. Entah berapa liter air yang dimasukkan ke dalam balon udara yang mirip galon air itu. Ditambah bibir bengkak seperti habis disengat lebah. Leon malah ingin sekali menertawakan wanita itu, tapi ia masih punya hati untuk tidak melukai perasaan wanita itu. "Sorry, dear. Sepertinya aku juga tidak bisa. Mungkin next time, karena aku sudah ada janji dengan seseorang," kata Leon, melepaskan kedua tangannya dari rengkuhan kedua wanita liar itu. "Kalian datang di waktu yang kurang tepat." "Sungguh? Kau tak bisa meluangkan waktu sebentar saja. Atau kita bisa melakukan pemanasan terlebih dahulu." "Ya, aku bisa menservis milikmu. Bukankah kau butuh peregangan untuk malam yang panjang?" Kedua wanita itu masih belum menyerah, berbagai cara mereka lakukan untuk membujuk Leon. Namun, pilihan Leon tetap sama. Kedua wanita itu tidak masuk dalam kriterianya. "Tapi aku tidak bisa, maaf. Lain kali kita bisa atur waktu yang tepat. Kalau begitu aku duluan, bye." Leon cepat-cepat pergi sebelum kedua wanita itu semakin agresif dan memaksakan kehendak padanya. Tujuan Leon langsung ke sofa yang berada di ujung ruangan, tempat favorit sekaligus tempatnya berkumpul dengan ke empat sahabatnya, minus Bara yang sekarang jarang menampakkan diri karena sudah punya mainan baru di rumahnya. Kini hanya ada dua pria lajang yang menemaninya, yang satu tengah menatap liar para wanita seksi di lantai dansa dan satunya tengah merenungi kengenesannya akibat ditinggal nikah gebetan. Mereka Rehan dan Sean, dua sahabatnya yang berbeda karakter. "Kau masih memikirkan Gita?" Leon bertanya pada Sean yang sedari tadi diam, menyesap rokok di tangannya dalam diam. Matanya tertuju pada gelas sloki di depannya yang sudah kosong. "Kau belum move on juga?" Rehan ikut menimpali, kemudian berdecak. "Apa sebegitu istimewanya Gita, sampai kau tak bisa move on juga?" Baik Rehan maupun Leon, Sama-sama tak mengerti kenapa Sean sampai terpuruk separah itu hanya karena gagal mendapatkan Gita———wanita yang pernah jadi target permainan mereka berempat. Padahal sebelumnya mereka sama-sama tahu kalau mustahil bagi mereka dapat menaklukkan Gita yang sudah berada dalam cengkraman Bara lebih dulu. Sejak SMA, Baralah yang selalu unggul dalam menaklukkan target perburuan, hampir semua wanita akan sukarela lari kepada pria itu termasuk Gita. Itu kenapa Leon selalu menegaskan untuk tidak membawa perasaan pada permainan mereka, karena hal itu hanya akan membuat sakit hati berkepanjangan. Tapi sepertinya Sean melalaikan peringatannya dan terbukti saat ini pria itu tengah merasakan akibatnya. "Apa kita perlu cari target baru? Supaya kau bisa melupakannya. Ayolah, Bara tak akan suka jika tahu kau masih memendam perasaan suka pada istrinya. Kau tahu sendiri 'kan bagaimana posesif nya pria itu. Jika kau benar-benar sayang pada Gita, sebaiknya kau sudahi perasaanmu dan lupakan Gita. Masih banyak wanita di luaran sana yang menantimu tanpa perlu kau bersusah payah untuk mengejarnya," ujar Leon, menepuk pelan bahu Sean yang tertunduk lesu. Namun, Sean menepis tangan Leon dari pundaknya. Ia memiringkan kepalanya untuk menatap pria itu. "Tak perlu sibuk mengurusi aku, sebaiknya kau urus tunanganmu yang tengah b******u dengan pria lain," sarkas Sean, wajahnya nampak datar dengan sorot mata  tak berselera menanggapi ucapan Leon. Leon mengernyitkan dahinya, bingung akan reaksi dan ucapan Sean kepadanya. "Maksudmu?" Lantas, ia meminta penjelasan atas maksud ucapan Sean barusan. "Ayolah, kenapa kau harus membawa-bawa Sandra. Ini tak ada sangkut pautnya dengan dia. Lagian, dia pasti sedang di kamarnya menonton drama-drama halunya." Leon berdecih, mengingat kebiasaan Sandra itu. Sean tersenyum geli mendengar tannggapan Leon. "Ya, ya, ya, dan sepertinya sekarang dia sedang mempraktekkan kehaluannya pada orang yang salah. Kau lihat di meja bar paling ujung, kuharap itu bukan Sandra. Tapi sepertinya itu memang Sandra 'kan?" Mendengar perkataan yang meluncur dari mulut Sean, sontak saja Leon dan Rehan seketika menatap ke arah yang disebutkan oleh Sean barusan. Mata Leon membulat lebar, begitu juga Rehan yang sama-sama melotot. "Astaga, benarkah itu Sandra? Wow, ternyata dia bisa seliar itu?" Rehan berdecak sambil geleng-geleng kepala, tak menyangka melihat Sandra tengah b******u dengan pria asing. Ia yang mengenal baik Sandra jelas tak akan menduga jika wanita yang selalu terlihat bar-bar dan galak itu bisa berubah jadi betina ganas yang begitu b*******h. "Apa dia juga seperti itu denganmu, Leon?" Rehan bertanya pada Leon yang masih memandang adegan di depan sana. Siapa kira jika ucapannya akan memancing kemarahan pada pria itu. "Atau, kau justru———" Rehan tercekat ketika Leon tiba-tiba beranjak dari duduknya. "Hei, kau mau ke mana?" teriak Rehan ketika Leon melangkah meninggalkan tempat itu. "Apa dia benar-benar akan merusak adegan itu?" Rehan bergumam pelan, membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kasihan Sandra, padahal ia sepertinya sangat menikmati ciuman itu. Dan sepertinya drama besar akan segera terjadi." Sedangkan Leon berjalan cepat menuju pusat kemarahannya. Kepalanya serasa akan meledak ketika ia bisa mendengar suara kecepan yang ditimbulkan dari gesekan dua benda kenyal yang saling bertubrukan, seolah sedang bergulat satu sama lain. What the f**k! Dasar wanita bodoh! Apa otaknya sedangkal itu! ——————— Sandra melambung tinggi ke angan, tangannya mencengkram erat rambut pria yang tengah menciumnya begitu hebat. Ciuman pria itu berhasil membuatnya lupa akan segala hal, termasuk rasa sakit yang sedari tadi meronrong hati dan jiwanya. Ia sudah larut dalam permainan pria itu, menikmati setiap sentuhan yang diberikan, rasa manis yang tertinggal membuatnya tak ingin melepaskan pagutan keduanya. Pertama kali dalam hidupnya, Sandra merasakan sensasi yang sangat berbeda, seakan ada sesuatu yang tengah mengobrak-abrik rongga mulutnya, menjalar sampai ke dalam dadanya. Hal itu membangkitkan getaran dalam hati dan memicu kerja jantung di luar batas normal. Mungkin karena Sandra menganggap ciuman itu dari Arga——pria yang sangat dicintainya bertahun-tahun lamanya. Tapi, akankah Sandra merasakan hal yang sama jika tahu yang diciumnya bukanlah Arga, melainkan pria asing yang mungkin ia sendiri tak akan pernah mengenali pria itu. Akankah Sandra menyesal jika ia sudah sadar nantinya? Namun, sepertinya Sandra tak peduli dengan semua itu. Buktinya ia tetap merelakan bibirnya dijamah oleh pria itu, ditambah tangan liar sang pria mulai menelusup ke balik dress seksi yang dikenakannya. Akan tetapi, belum sampai aset berharganya dimanjakan, seseorang lebih dulu mengagalkan semua tindakan itu. "Hei!" Sandra memekik ketika pagutannya terlepas dan tangannya ditarik paksa. Ia spontan menoleh dan tersenyum sinis saat tahu siapa pelakunya. "Apa yang kau lakukan di sini, setan pengganggu!" Leon mendengkus kesal, melihat bagaimana Sandra menatapnya, ia tidak suka akan tatapan wanita itu kepadanya. "Harusnya aku yang tanya padamu, apa yang kau lakukan di sini? Menjajakan tubuhmu pada p****************g?" sarkas Leon, mengabaikan tatapan tak suka dari pria di samping Sandra. Tampak jelas kalau pria itu sangat marah akan kemunculan Leon yang merusak momen terindahnya, bahkan ketika ia hampir menaklukkan Sandra. Sandra tertawa geli, ia benar-benar sudah mabuk kepayang. "Kalau iya kenapa? Masalah buat kau? Ini tubuhku! Jadi, sebebas aku mau melakukan apa pada tubuhku! Bahkan jika aku ingin, aku bisa memberikannya secara gratis!! Dan kau!" Sandra menunjuk Leon dengan sorot mata tajam. "Kau tak berhak melarangku! Karena kau tak berhak atas tubuh ku———awww!!!" Sandra memekik ketika tangannya ditarik dan membuat wajahnya menabrak d**a bidang Leon. Bahkan ia bisa merasakan aroma maskulin yang memanjakan indera penciumannya. Harum, batin Sandra sebelum ia menepisnya ketika sadar akan pemikiran konyol itu. Sandra menyangkalnya dalam hati, mengutuk batinnya yang sempat terpesona oleh harum maskulin yang menguar dari tubuh pelukable milik Leon. "Apa kau gila?" Sandra tersentak ketika Leon menahan pergelangan tangannya saat ia berusaha menjauhkan tubuhnya dari tubuh pria itu. "Ya, aku gila. Bagaimana aku tidak gila jika tunanganku b******u dengan pria lain! Dan satu lagi, aku berhak atas tubuhmu, Sandra. Karena kau tunanganku dan sebentar lagi kita  juga akan menikah, kau tak lupakan itu 'kan?" bisik Leon, menyeringai saat Sandra diam membisu. "Hei, bung." Pria yang tadi mencium Sandra tiba-tiba menarik bahu Leon agar menyingkir dari Sandra. "Kau tak berhak melakukan itu pada———" "Pada apa?" sergah Leon, menatap tajam pria itu yang sama sekali tak gentar melihat wajah gaharnya. "Asal kau tahu bung, dia tunanganku. Kau tak lihat ini?" Leon mengangkat tangan Sandra dan menunjukkan cincin yang melingkar di jari manis keduanya, cincin yang berbentuk dan bewarna sama karena memang cincin itu sepasang. "Harusnya kau yang tidak berhak mencium tunangan orang sembarangan. Untuk kali ini aku maafkan, tapi selanjutnya, aku akan merontokkan seluruh gigimu jika kau berani menyentuh milikku!" ucap Leon penuh ancaman. "Jangan dengarkan dia!" teriak Sandra. "Aku bukan tunangannya, aku terpaksa———" "Diam atau aku akan membuatmu menjerit malam ini Sandra!" ancam Leon, menyeret Sandra pergi dari tempat laknat itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD