Chapter 3 - Terpaksa

1679 Words
Ah Cy memberi isyarat kepada Biyu untuk diam. "Kita bicarakan ini setelah di kediaman." Biyu masih hendak protes. Namun, Ah Cy mengangkat tangannya. Membuatnya terdiam bungkam. He Hua tahu jika Ah Cy dan Biyu bertengkar karena dirinya. He Hua meringis. Ingin rasanya dia menolak tawaran baik Ah Cy, tetapi bagaimana dengan dirinya? Dia tidak mengenal siapa pun di sini kecuali kedua gadis muda itu. Dengan terpaksa dan berat hati, dia menyetujuinya. Dia berjanji di masa depan akan membayar semua kebaikan Ah Cy. Biyu--gadis pelayan yang melayani nonanya sejak kecil--terus saja mengawasi He Hua. Matanya memincing curiga. Dia harus mengawasi setiap pergerakan gadis yang tidak tahu diri itu. Bisa saja dia adalah seorang mata-mata dari musuh yang berniat membunuh nonanya. Dia tidak akan membiarkan gadis itu menyakiti nonanya, walau seujung kuku pun. Aku akan menggagalkan misinya itu, batin Biyu. Giginya bergemeretak menahan amarahnya. He Hua bukannya tidak peka jika Biyu tidak menyukai kehadiran dirinya. Ditambah pula dia mengiakan tawaran Ah Cy, seperti menambah minyak di dalam api. He Hua mengerti tidak mudah bagi Biyu untuk langsung memercayainya, terlebih mereka baru saja bertemu untuk pertama kalinya. Sepertinya akan cukup sulit meyakinkan gadis itu, apalagi tindakan Biyu dilakukan semata-mata untuk melindungi nonanya itu.He Hua mengembuskan napas lelah. Li Ah Cy menepuk bahu Biyu pelan, sehingga Biyu beralih menatapnya. "Jangan menatapnya seperti itu Biyu." Ah Cy memberi jeda sebelum melanjutkan kalimatnya. "Bukankah sudah aku katakan tadi!" bentak Ah Cy tanpa sadar. Biyu mundur beberapa langkah, terkejut. Ini pertama kalinya Ah Cy membentaknya karena orang asing yang tidak jelas asal usulnya. "Tapi, Nona ...." Suara Biyu bergetar menahan tangis. Dia menunduk tak berani menatap wajah marah junjungannya. Li Ah Cy tersadar, sikapnya tadi sungguh keterlaluan. Biyu hanya berniat melindunginya saja. Harusnya dia mengerti. Ah Cy menetralkan emosinya. Dia berkata lembut. "Maafkan aku, aku tidak sengaja membentakmu. Biyu tahu 'kan kalau aku ingin punya teman?" tanya Ah Cy sambil memegang kedua bahu Biyu. Biyu masih ingat perkataan Ah Cy beberapa hari yang lalu. Dia spontan mengangguk. Ah Cy menarik sudut bibirnya ke atas membentuk senyuman. "Aku tahu maksud kamu baik, tapi jangan juga seperti ini. Dia gadis yang baik. Ya, aku yakin itu, dia bukan mata-mata," ucapnya lembut. "Baik, Nona. Biyu mengerti." Biyu mengangguk pelan. Sementara itu, He Hua menunduk, merasa tidak enak. Pertengkaran ini disebabkan karena kehadiran dirinya. Seharusnya dia tidak menerima tawaran Ah Cy. Jika saja dia tidak terbawa ke dunia ini, maka ini semua tidak akan terjadi. Permintaan maaf dilontarkan oleh Biyu. Namun, Xiao Tan tenggelam di dalam lamunannya. Karena tidak ada reaksi dari He Hua, Biyu menepuk pundak Xiao Tan. He Hua tersadar. "Maafkan aku, He Hua." He Hua mengulum senyum, seolah tidak terjadi apa-apa. "Tidak apa-apa, aku mengerti." Meskipun Biyu telah meminta maaf, tapi di dalam hati dia masih mencurigai He Hua dibalik senyumnya. Ah Cy bernapas lega. "Ayo, kita harus segera kembali ke kediaman. Lihatlah awan dan langit sudah gelap." Ah Cy menunjuk ke atas di mana awan-awan berwarna kelabu siap menumpahkan air hujan. ********* Jarak antara Pasar Sanfyera dengan Kediaman Li tidak begitu jauh, hanya berjarak tiga kilometer saja. Biyu memanggil seorang kusir yang memakirkan kereta kudanya di tempat penyewaan. Langit menumpahkan tetesan-tetesan air hujan. Aroma air hujan, tanah basah, dan bunga-bunga menjadi satu kesatuan. Beberapa hewan yang takut air bersembunyi di sarangnya. Pohon-pohon terlihat lebih segar. Angin berembus membawa rasa dingin ketika bersentuhan dengan kulit. Kereta kuda bergerak sangat perlahan di jalan setapak yang licin dan sesekali berguncang melewati jalan bebatuan kerikil. Sementara itu, He Hua dan Biyu berjalan di sisi kanan kereta kuda, sambil memegang payung. Satu jam berlalu begitu cepat. Ah Cy turun dari kereta kuda di depan pintu gerbang utama kediaman Li yang memiliki plang nama Li yang terbuat dari emas, terpampang di atas gerbang. Biyu membayar satu keping perak kepada kusir, kemudian kusir itu melajukan kereta kudanya. Biyu dan He Hua berada di sisi kanan Ah Cy. Tembok tinggi menjulang terbuat dari batu mengelilingi kediaman bangsawan Li. Ah Cy menunjukkan tokennya kepada dua penjaga gerbang. Dua pria besar yang menyampirkan pedang di pinggang mereka seketika membungkuk hormat, kemudian membuka pintu gerbang. Ketiga gadis muda tersebut melangkah masuk. Pintu gerbang kediaman ditutup. Sampailah Nona Ah Cy di depan pintu kediamannya yang bertuliskan Kediaman Li. Kediamannya terletak di bagian utara dari kediaman utama. Kediamannya besar dan terlihat mewah yang memiliki plang nama Li yang terbuat dari emas. Ini benar-benar kuno, batin He Hua. Nona Ah Cy menghentikan langkah sejenak di depan pintu kembar dengan ukiran mewah khas bangsawan, diikuti He Hua dan Biyu di belakangnya. Ah Cy mengajak He Hua ke kamar yang bersebelahan dengan kamarnya. Dua laki-laki muda gagah berpakaian prajurit yang berjaga di depan pintu membungkuk hormat, kemudian membukakan pintu untuk mereka. Begitu Ah Cy dan He Hua masuk, pintu di belakangnya tertutup. Beberapa pelayan wanita tengah sibuk membersihkan ruangan tersebut. Namun, ketika melihat kedatangan Nona Muda Ketiga, mereka semua menunduk hormat. "Nona, hormat kami." "Bangunlah." "Apa semua orang harus menunduk hormat?" tanya He Hua pelan yang hanya bisa didengarnya sendiri. Pandangan Ah Cy mengarah pada gadis cantik yang mematung di sampingnya. "Kalian dandani dia." "Baik, Nona, akan kami laksanakan," ucap para pelayan kompak. Gadis cantik itu bingung saat para pelayan menggiringnya menuju ruangan lain. Aduh, aku mau dibawa ke mana? Aku tidak mungkin 'kan dimasukkan ke dalam gudang? batin He Hua kalut. Sementara itu, Nona Ah Cy telah melangkah keluar dari ruangan tersebut bersama pelayan pribadinya, Biyu, untuk mengganti hanfunya, karena jika Nyonya Besar tahu bahwa dia pergi menyamar, maka dipastikan Biyu dan pelayan-pelayan yang lainnya akan terkena imbasnya. Ah Cy tidak ingin itu sampai terjadi. ******* Salah seorang pelayan wanita berwajah imut, bermata jingga, mengambil tas yang tergantung di punggung He Hua. "Tasku mau dibawa ke mana?" tanya He Hua melihat tasnya. "Benda ini disimpan sementara, Nona bisa mengambilnya ketika selesai membersihkan diri," balas seorang pelayan wanita lainnya dengan nada lembut. Empat orang pelayan datang dan menundukkan kepalanya kepada He Hua. Gadis penyuka warna merah muda dan biru itu tersenyum tipis, lalu mengangguk sebentar. Empat orang pelayan wanita itu membawanya ke ruangan yang mewah dengan tema kerajaan. "Luar biasa indah!" He Hua terkagum melihat ruangan di depan matanya. "Berasa di novel saja," ujarnya pelan, melirik pelayan-pelayan di sekitarnya itu. Dia takut pelayan-pelayan itu mendengarnya. Syukurlah, mereka tidak mendengarnya. Dua orang pelayan wanita yang lain meninggalkan He Hua dengan dua pelayan yang tersisa untuk mengambil keperluan yang kurang. He Hua dipersilakan masuk ke ruangan mandi. Namun, He Hua terkejut saat para pelayan berusaha melepaskan pakaian yang dipakainya. "Apa yang kalian lakukan?" "Kami di sini untuk membantu Nona mandi." "Aku bisa sendiri kok." Pipi He Hua bersemu merah. Selama ini, Xiao Tan mandi sendiri tanpa ada yang membantunya, kecuali saat dia masih bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun. "Tapi, Nona, ini sudah tugas dari Nona Ah Cy, tolong jangan mempersulit kami." Salah satu pelayan buka suara sambil menunduk. He Hua menghela napas frustrasi. "Hm, baiklah lakukan saja," kata gadis cantik itu pasrah. Di kursi dekat pemandian. Para pelayan membantu melepaskan hanfu putih, ikatan rambut, dan jepit rambut merah yang dipakai He Hua sebelum dia bisa berendam di dalam bak air panas yang telah disiapkan. Aku merasakan bagai seorang putri, pikirnya sambil tertawa kecil. Seorang pelayan menuangkan parfum aroma bunga mawar sambil bertanya, "Apa Nona, suka aromanya? Jika Nona tidak suka pelayan akan mengambil yang lain." "Tak apa, aku suka aromanya." He Hua menghirup wangi tersebut dengan nikmat. Pelayan memijat tubuh He Hua dengan lembut sampai dia hampir saja tertidur. Namun, untungnya dia ingat jika sekarang masih di dalam bak mandi. "Rasanya benar-benar segar." Setelah selesai, para pelayan membantu He Hua berpakaian. Dia tidak menolak. Iya, untuk apa dia menolak karena pelayan-pelayan wanita itu tetap berusaha melakukannya, sekalian menikmati pelayanan gratis yang biasanya kalau di salon itu harganya mahal. Rambutnya ditata dengan rapi, bagian depan diikat dan sebagian digerai, dihiasi perhiasan-perhiasan yang indah, menambah kadar kecantikan gadis itu. . Pantulan wajahnya terlihat di cermin. "Aku terlihat berbeda," ucap He Hua kaget. Dia memutar-mutar kepalanya ke sisi kanan dan kiri untuk melihat tatanan rambutnya. Kemampuan pelayan-pelayan wanita itu sangat baik. Selama ini dia hanya menguncir rambutnya. Gadis cantik penyuka es krim itu melangkah keluar dari ruangan berhias tersebut. Beberapa orang pelayan wanita berdiri di samping kiri dan kanannya. "Maaf, Nona, teman Nona sudah siap," kata kepala pelayan wanita berwajah imut itu sambil menunduk. Ah Cy tengah duduk, menikmati teh hijaunya, dan beberapa makanan yang lain. Dia memberi kode agar para pelayan meninggalkan mereka berdua, kecuali Biyu tetap berdiri di sampingnya. Dalam hati dia sedikit iri dengan kecantikan sempurna He Hua. Ah Cy tersenyum mempersilakan He Hua duduk. "Terima kasih." He Hua mendudukkan diri di kursi kosong di hadapan gadis itu. Ah Cy meletakkan cawan teh hijaunya pelan di atas meja, memberi isyarat kepada pelayannya untuk menuangkan air teh di cawan He Hua. "Mari kita makan bersama," ajak Ah Cy. Dia mulai memakan makanannya yang diikuti He Hua. ***************************************** Sore ini He Hua memilih duduk sendirian di halaman belakang kediaman Ah Cy, sedangkan nona penolong itu sedang mengikuti kelas tata krama seorang bangsawan. Beberapa pengawal kediaman bangsawan Li berpatroli memastikan keadaan aman. "Tanpa bisa disangka, aku ternyata bertransmigrasi ke zaman dahulu. Entahlah bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari sini." Tangan kiri He Hua memangku dagunya. Dia mengembuskan napas perlahan. "Nona, Anda butuh sesuatu?" Quitan--pelayan perempuan yang ditugaskan untuk melayaninya-- menyapa He Hua. He Hua beralih menatap Quitan dengan ramah. "Iya, aku butuh sesuatu. Bisakah kau ambillah aku buah anggur?" "Baik, Nubi akan membawakannya," balas Qiutan menunduk hormat, kemudian berlalu ke dapur. "Aku tidak boleh tinggal terlalu lama di sini, aku harus mencari tempat tinggal," ucapnya pelan, menatap hamparan bunga-bunga yang basah karena tetesan air hujan. "Jangan sampai kedatanganku di sini menimbulkan kekacauan." "Ayolah Hua'er kau harus berpikir!" He Hua bermonolog sendiri. Tiba-tiba He Hua teringat percakapan dua orang pria saat melewati pasar tadi ada sebuah Academy Chao Xing yang sedang membuka pendaftaran seleksi murid baru. "Besok aku akan ke sana," ujar He Hua tersenyum seakan baru saja mendapatkan sebungkus permen.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD