Bab 1

836 Words
Lima tahun kemudian Elena menilai penampilannya melalui sebuah cermin besar yang bertengger manis di tengah ruang kamarnya. Ia tersenyum menatap puas penampilannya."Tetap saja aku paling cantik." ucapnya dengan percaya diri. Itulah Elena perempuan dengan tingkat kepedean yang tinggi. Siapa yang tahu dibalik sifatnya yang selalu tersenyum dan friendly ia menyimpan sebuah rahasia kelam yang begitu menyakitkan dan karena rahasia itulah Elena memutuskan pergi sejauh mungkin dari kebencian yang dinamakan keluarga. Sudah hampir lima tahun lamanya Elena mengasingkan diri dari keluarga dan kerabatnya yang tinggal di Jakarta. Pernah terlintas dipikirannya bahwa mereka akan mencarinya namun harapan itupun ikut pupus setelah ia melihat secara langsung bahwa kedua orang tuanya mengakui Elena telah meninggal. Berita tersebut sempat menjadi perbincangan dikalangan media mengingat keluarga mereka dari kalangan terpandang. Saat mengetahui berita tersebut hati Elena sangat hancur namun ia tetap harus kuat untuk membuktikan pada mereka bahwa ia bisa berdiri tanpa sandaran keluarganya. Pagi ini Elena mengenakan pakaian formal, baju blues yang dipadukan dengan rok span setinggi lutut dengan sepatu hak setinggi 7 cm, make up yang dipadukan tidak terlalu berlebihan sehingga membuat penampilannya terlihat sederhana namun tetap terlihat cantik. Elena bekerja disebuah perusahaan dan saat ini ia menduduki posisi sekretaris dan itu cukup membanggakan untuknya mengingat betapa besarnya perusahaan tempat ia bekerja sekarang ini. Ya Elena bekerja di perusahaan A&M Holding. Meski terbilang baru perusahaan tersebut berkembang dengan pesat. Menurut rumor pemilik perusahaan tersebut adalah orang yang bertangan dingin sehingga ia mampu membawa perusahaan tersebut maju dan berdaya saing tinggi seperti sekarang ini. Elena berangkat ke kantor dengan mengendarai mobil Audi kesayangannya. Hari ini CEO perusahaan tempat Elena bekerja akan datang menggantikan CEO yang sudah lama memimpin perusahaan tersebut. Tidak ingin terlambat ia pun segera melaju dengan kecepatan sedang. Tepat pukul 09:00 Elena dan karyawan lainnya menyambut kedatangan CEO baru mereka, kebetulan Elena berada di barisan paling belakang karena pada saat ia sampai para karyawan telah berbaris dengan rapi. Seketika suasana yang tadi bisik-bisik tiba-tiba menjadi senyap saat seseorang melangkah dengan angkuh menuju ke arah mereka. Pria yang dibalut jas maha berwarna hitam dengan mata tajam dan sebiru lautan, wajahnya yang sangat tampan, rahang yang kokoh, dengan postur tubuh mendekati kata sempurna. Altafian Malex berjalan memasuki lobi dengan angkuhnya mengabaikan sambutan dari karyawannya. Melihat keangkuhan pimpinan barunya Elena pun berdecih yang sialnya masih terdengar oleh telinga Altaf, seketika langkahnya terhenti dan menoleh ke barisan paling belakang karyawan yang menyambutnya. Matanya menatap tajam sosok yang berani berdecih padanya.  "Apa kau ada masalah denganku!!” ucapnya dengan dingin sontak membuat Elena membeku. "Tidak pak, mohon maafkan atas kelancangan saya." ucap Elena sedikit takut. Ingat ya sedikit takut.  Tanpa menghiraukan ucapan Elena Altaf kembali berjalan dengan angkuh menuju ruangannya yang berada di lantai 30. Elena segera mengelus dadanya, "itu manusia atau es robot." ucapnya dengan ngeri. *** Di ruangannya Altaf tersenyum dengan sinis pasalnya ia masih ingat siapa perempuan yang tadi ditegurnya. "selama ini kau bersembunyi di sarang macan rupanya." kekehnya dengan ngeri. "lucu sekali, tapi tak apa itu akan memudahkanku." ucapnya misterius. Selama ini Elena tidak mengetahui bahwa ada kebencian yang jauh lebih mengerikan dari kebencian keluarganya dan bisa kapan saja membunuhnya baik secara fisik maupun secara mental. Lama berkutat dengan komputernya Elena dipanggil menghadap ke ruangan bos nya dengan tulisan CEO Altafian Malex terpampang jelas di depan pintu ruangan tersebut. Tok Tok  Elena mengetuk pintu ruangan bosnya dan segera memasuki ruangan tersebut saat sebuah suara mengintruksinya masuk. "selamat pagi pak, ada yang bisa saya bantu?” ucapnya dengan sopan. ia sesekali mencuri pandang ke arah Altaf. ‘masih tampan seperti dulu’ ucap batinnya. "Bisa kamu bawakan laporan keuangan dua bulan berturut-turut." ucapnya dingin tanpa menoleh. "Baik pak, adalagi?" tanya Elena dengan sopan. Tak menerima jawaban Elena pun memutuskan untuk keluar.  “Apa kakak tidak mengenaliku lagi?” gumam Elena dengan sedih. Selang beberapa menit Elena telah membawa laporan yang diminta oleh bosnya. Tanpa menunggu lebih lama Elena memutuskan keluar daripada ia menjadi beku bila terlalu lama di ruangan bosnya itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 12:50 dan waktu makan siang pun telah tiba, Elena pun bergegas menuju kantin bersama teman-temannya. "Ah enaknya hari ini makan apa ya." tanyanya antusias pada temannya.  "Kau ini, kalau berbicara makanan saja wajahmu langsung bersinar seperti dewi bulan." ucap temannya yang bernama Sekar. "Memangnya kau sudah pernah melihat dewi bulan." tanya Elena penasaran.  "Sudah. " jawab Sekar asal. "Benarkah" ucap Elena dengan polosnya. "Tentu saja tidak Elena, ya Tuhan kapan kau akan mengubah mode polosmu itu Elena." ucap Sekar kesal sambil memutar bola matanya. "Kau tidak pernah bilang padaku bahwa itu bohong, yang salah disini itu kau bukan aku." ucap Elena sewot. Sekar hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Elena yang kadang-kadang membuat emosinya campur aduk antara mau memukul kepala Elena atau tidak. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang menatap tajam interaksi mereka berdua. "Hari ini kau masih kubiarkan tertawa Elena, tapi tidak dengan hari berikutnya. Kau tau aku sudah menyiapkan dendam terindah untukmu." ucapnya dingin sambil melangkah pergi. Merasa seperti diperhatikan Elena menoleh ke belakang namun tidak ada siapapun. Mungkin hanya perasaannya saja pikirnya.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD