Jass mengerutkan kening sambil menatap mata Mayang dengan seksama.
"Kamu hombreng ya, Jass?" lanjut Mayang berbisik di telinga Jass.
"Saya masih normal, Nona. Astaga." Jass buru-buru menyanggah omongan nona mudanya.
"Tapi kenapa kamu tidak pernah tertarik dengan lawan jenis? Coba aku test. Katakan sesuatu tentang Winda!" Mayang.
"Genit," sahut Jass dengan cepat.
"Only that?"
"Memang apalagi?"
"Fisiknya, Jass!"
Tidak ada yang secantik anda. Nona.
"Biasa saja. Tidak ada yang menarik."
"Hahahaha, belum-belum si Winda sudah kamu tolak. Kasihan dia. Dia naksir berat sama kamu."
"Sudah cukup, Nona! Jangan bicara tentang hal pribadi saya!" Jass mulai jengah karena Mayang membicarakan asmaranya.
"Iya, baiklah. Aku mau mandi dulu ya."
Mayang beranjak dari sofa. "Aooow... " jerit Mayang. Dia merasakan kakinya nyeri.
"Nona, apa ini sakit sekali?" tanya Jass dengan sangat panik. Dia menyentuh kaki Mayang yang lebam.
"Sakit sekali, Jass," jawab Mayang, dia merintih. Ini bukan kali pertama Mommy menyabetkan benda keras itu padanya, tapi ini terasa sakit sekali tidak seperti yang sudah-sudah, "Tapi aku mau mandi. Badanku gerah sekali."
Jass menggendong Mayang seperti yang dia lakukan tadi. Mayang kaget karena Jass yang bertindak tanpa aba-aba.
Mata mereka bertatapan.
"Jass, turunkan aku!" perintah Mayang dengan suara lirih.
"Saya antarkan anda ke kamar mandi, Nona," kata Jass sambil berjalan menuju ke tempat yang Mayang maksud.
Jass menurunkan Mayang tepat di depan pintu kamar mandi.
"Terimakasih, Jass," kata Mayang. Dia berjalan sambil tangannya merayap di tembok kamar mandi sebagai penopang.
Setelah tugasnya selesai Jass meninggalkan Mayang dan keluar menuju ke kamarnya.
**
Malam yang mendung, pukul 19.23. Seorang lelaki tampan berusia dua puluh tiga tahun meradang saat melihat kekasihnya bermesraan dengan laki-laki lain yang dia kenali adalah sahabatnya sejak kuliah.
"Kamu selingkuh di belakang aku? Menjijikkan!" teriak laki-laki itu dengan sangat murka.
"Dengarkan aku dulu, Raka! Kamu salah paham." Fenna, kekasih Raka berusaha menjelaskan.
"Salah paham apanya? Jelas-jelas lu sama dia ciuman." Emosi Raka tak juga meredam.
"Santai dulu, Bro! Jangan cemburu! Kami cuma teman." Aji ikut-ikutan bicara.
Raka mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengeras. Dia meninju Aji dengan satu tangan hingga Aji jatuh tersungkur.
"Mulai detik ini kita putus." Raka mengambil keputusan.
Fenna tidak terima. Dia terus berusaha meyakinkan Raka. Tapi Raka sudah enggan. Dia pergi meninggalkan Fenna dan selingkuhannya dengan mengendarai motor besarnya yang gagah segagah dirinya.
**
PoV Mayang*
Aku mengambil beberapa seprei dari dalam lemari. Aku ikat seprei itu hingga membentang panjang. Aku memastikan dulu kalau ikatan yang aku buat sudah benar-benar kuat.
Setelah itu, aku mengambil beberapa potong baju dan aku masukkan ke dalam tas ranselku
"Maafkan aku, Mommy! Lebih baik aku pergi," kataku seraya menghapus air mata yang sedari tadi tak juga lelah untuk menetes.
Aku mengikat ujung seprei pada kaki ranjang. Aku ulangi hingga beberapa kali ikatan untuk memastikan bahwa kain itu tidak akan putus saat tubuhku bergelantungan.
Aku merasa sudah lelah mendapatkan penyiksaan dari Mommy. Sejak usiaku sepuluh tahun, Mommy kerap memukulku. Awalnya hanya mencubit, lama kelamaan menampar dan sekarang kerap memukulku dengan alat.
"Mayang, kau sudah menghancurkan hidup Mommy! Mommy membencimu!" Teriakan Mommy selalu terngiang-ngiang di pikiranku. Kata-kata itu berlarian di otak kanan dan kiri bergiliran.
Aku gadis berusia enam belas tahun yang kata orang hidup bak seorang putri raja dengan harta yang melimpah, tapi sebenarnya aku tidak bahagia. Harta dan uang tidak bisa membeli kasih sayang seorang ibu. Hanya Daddy dan Opa yang benar-benar menyayangiku.
Sejak aku kelas satu SMP hingga sekarang, aku selalu diikuti oleh Jasson Arkadinata, Bodyguard-ku yang dingin. Aku semakin kehilangan masa beliaku karena kungkungan dan aturan dari Mommy. Meski begitu, tidak ada yang bisa mencegah semua aturan Mommy termasuk Daddy dan juga Opa. Terlebih kedua lelaki yang sangat mencintaiku itu jarang berada di rumah karena sibuk mengurus bisnisnya.
Aku hanya bisa mendapatkan kebebasanku saat Mommy pergi ke luar negeri. Beliau bahkan jarang mengajakku berpergian atau sekedar memperkenalkanku pada teman-teman high class-nya. Aku semakin merasa sebagai anak yang tidak diharapkan.
Saat Mommy tidak ada di rumah, Jass melonggarkan protokol pengamanannya dan membiarkan aku sebagai gadis belia seusiaku yang ceria.
Dan kini aku mulai mencangklongkan tas ranselku setelah sebelumnya aku memakai jaket hitam dan menutupkan kerudung jaket pada kepalaku. Aku juga memakai masker hitam yang menutupi wajah blasteran Inggrisku.
Aku merasa ngeri saat melihat ke bawah. Bagaimana jika seprei yang aku sulap menjadi tali ini putus saat aku baru separuh jalan? Mungkin kepalaku akan gagar otak karena terbentur batu-batu di bawah sana.
Tapi aku sudah nekad. Aku harus menghilangkan rasa takutku demi mendapatkan kebebasanku.
Perlahan aku mengangkat satu kaki melompati pagar balkon kamarku yang tinggi. Aku berpegangan dengan kuat pada sprei. Memejamkan mata dan sebisa mungkin tidak menengok ke bawah.
Perlahan aku beringsut turun dan terus turun. Namun saat kakiku hampir sampai ke tanah, mungkin ikatan spreinya terlepas hingga aku jatuh dan kepalaku terbentur batu tepat di keningku yang sebelumnya memang sudah terluka.
"Aow, " keluhku sambil memegang dahi. Aku melihat ada darah yang menempel di ujung-ujung jariku.
Keningku terluka lagi.
Aku menutupkan kerudung jaket yang tadi sempat terlepas. Dengan kaki pincang aku berjalan dengan pengawasan level tinggi agar para penjaga yang kerap berkeliaraan di sekitaran rumah megahku ini tidak menangkap basah pelarianku.
PoV Mayang off*
-#-
"Kurang ajar kalian. Tega-teganya kalian menusukku dari belakang," pekik Raka sambil sesekali memukul tanki bensin motor besarnya.
Dia sangat kecewa dengan pengkhianatan dari kekasih dan juga sahabatnya sendiri.
Raka dan Fenna sudah setahun berpacaran. Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Dia sama sekali tidak menaruh curiga dengan kedekatan Aji dan kekasihnya.
Karena memikirkan masalah itu Raka menjadi melamun saat berkendara. Hingga akhirnya...,
"Cyiiiiit... " Suara ban motornya bergesekan dengan aspal secara mendadak.
Seseorang berdiri tepat di depan motor Raka berhenti. Raka merasa degup jantungnya tidak beraturan, begitu pun dengan orang yang nyaris merasakan hantaman motor gagahnya.
Orang tersebut memegang dadanya yang berdetak hebat karena shock yang teramat parah. Hampir aja nyawaku melayang. Pikirnya.
"Hei! Apa lu mau bunuh diri?" tanya Raka dengan intonasi yang tidak bersahabat.
"Mas, tolong bantu aku! Aku lagi dikejar-kejar sama penjahat. Mereka mau bunuh aku, Mas," kata orang asing itu dengan panik. Jalannya pincang. Dia memegang lengan Raka dengan sangat kuat.
Dia laki atau perempuan sich? Suaranya sich kayak perempuan. Pikir Raka dalam hati. Karena jalanan ini gelap, terlebih orang ini memakai jaket hitam dengan kerudung yang ditutupkan rapat serta masker yang menutupi wajahnya.
"Penjahat? Jangan-jangan lu yang penjahat?" Raka waspada.
"Enggak, Mas. Mana mungkin aku penjahat?" jawab orang itu berusaha meyakinkan Raka.
"Buka dulu penutup wajah lu!" perintah Raka sambil mematikan mesin motornya.
"Nanti kalau mas jatuh cinta sama aku itu bukan tanggung jawab aku ya, Mas!" sahut orang itu dengan percaya diri.
"Iih..., pede banget lu ini," kata Raka sambil memamerkan senyum sinisnya.
"Oke-oke, wait!"
Orang itu mulai membuka kerudung jaketnya. Rambut panjangnya yang berwarna pirang dan tidak diikat langsung terbang tertiup angin malam yang kencang. Setelah itu dia membuka maskernya dan menyingkirkan rambut indahnya yang menutupi wajah. Dan Raka pun terhipnotis dengan makhluk ciptakan Tuhan yang sangat indah yang terpampang nyata di depan matanya.
Dia cantik sekali. Puji Raka dalam hati.
Gadis itu mengibaskan rambut yang terus menutupi wajah cantiknya bak iklan shampoo di tivi-tivi.
Dia tersenyum sambil menatap mata Raka yang terkesima dengan paras ayunya.
"Hei, Mas-mas! Are you okay?" tanya gadis itu sambil melambaikan tangannya ke kanan dan ke kiri tepat di depan mata Raka.
"Eh, iya," jawab Raka sambil memalingkan pandangannya ke sembarang arah.
"Kenapa? Cantik kan aku? He-he-he," tanya gadis belia itu sambil tersenyum simpul.
"Biasa aja," sahut Raka dengan jutek.
"O.. ya? Tapi kenapa mulutmu sampai ngowoh begitu? Ilermu hampir aja netes lho, Mas! Ha-ha-ha...." ledeknya.
Seketika itu Raka memegang sudut bibirnya dengan malu.
"Mas, boleh kan aku ikut sama kamu? Aku benar-benar lagi dikejar penjahat. Apa kamu nggak lihat keningku sampai berdarah kayak gini?" Dia menunjuk luka yang ada di dahinya.
"Kamu nggak takut ikut sama lelaki asing kayak aku?" tanya Raka sambil tersenyum nakal.
Gadis itu menggelengkan kepalanya, "Enggak, Mas. Aku yakin kamu lelaki baik-baik kok."
"Nonaaa! Jangaan lari!" teriak beberapa orang berbadan besar yang baru saja turun dari sebuah mobil mewah.
"Tolong aku, Mas! Please!"
"Oke-oke. Cepat naik!" perintah Raka yang langsung menyalakan mesin motornya.
Gadis itu naik di atas motor Raka. Ini pertama kalinya dia dibonceng kendaraan roda dua.
Raka mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi hingga gadis yang di belakangnya ketakutan. Dia memejamkan matanya. Rambutnya yang panjang dan tergerai sudah berhamburan ke mana-mana.
"Pegangan yang kencang!" perintah Raka sambil menoleh sebentar ke belakang.
Gadis itu menuruti perintah Raka. Dia melingkarkan kedua tangannya di pinggang lelaki asing itu.
Aksi kejar-kejaran terjadi bak film action di industri Film Hollywood. Mobil mewah berwarna hitam metalic itu terus membuntuti motor Raka.
"Peganganlah lebih kencang lagi!!" teriak Raka. Gadis itu menurut. Raka menambahkan kecepatan motornya. Dengan lincah dia memutar motornya berbalik arah hingga mobil itu terkecoh. Raka masuk di gang sempit. Dia memarkirkan motornya di sembarang tempat dan menutupinya dengan jerami-jerami yang ada di sekitarnya hingga motor itu tidak terlihat.
Beberapa menit kemudian, "Nona! Anda tidak bisa lari lagi sekarang!" teriak seorang lelaki.
Raka menarik tangan gadis itu untuk mengikutinya. Dia membawa gadis itu masuk ke dalam sebuah pos sempit yang hanya bisa dimasuki oleh dua orang. Mereka berdiri berhadap-hadapan dengan sangat dekat. Napas mereka terengah-engah.
Tinggi badan gadis itu dan Raka tidak terlalu jauh hingga gadis itu bisa merasakan helaan napas Raka dengan sangat jelas.
Dia semakin cantik jika dilihat dari dekat. Puji Raka dalam hati.
"Nona! Dimana anda?" Teriakan lelaki terdengar lagi.
Gadis itu ketakutan. Degup jantungnya berdetak sangat kencang.
"Tenanglah! Ada aku," kata Raka dengan pelan. Dia mengerti jika gadis abege yang ada di depannya sangat ketakutan.
Gadis itu mengangguk. Dia seolah percaya jika laki-laki asing ini akan melindunginya.
"Nona, keluarlah! Atau pria yang bersama anda akan kami buat nyawanya melayang!" Laki-laki berteriak dengan suara yang berbeda. Bahkan dia menyelipkan sebuah ancaman di akhir kalimatnya.
Gadis itu ketakutan. Dia tidak mau Raka yang tidak tahu apa-apa menjadi terkena imbasnya. Dia berpikir untuk keluar dari persembunyiannya demi Raka.
"Mau kemana kamu? Diamlah!" tegur Raka dengan suara sangat pelan. Dia menarik lengan gadis yang tadi sudah hampir keluar dan menyerahkan dirinya.
"Dia bisa lukain kamu, Mas," sahut gadis itu dengan suara yang juga pelan.
Raka membungkam mulut gadis itu saat dia hendak bicara kembali.
"Percaya sama aku! Semua akan baik-baik aja." Raka menenangkan. Dan gadis itu mengangguk tanda dia bersedia untuk mempercayakan nasibnya pada lelaki asing ini.
"Sepertinya dia tidak ada di sini. Motor laki-laki itu juga tidak ada," kata seorang lelaki yang tadi mengancam.
"Tapi aku melihat dia berbelok ke arah sini," sahut laki-laki yang satu lagi.
"Matamu yang salah. Ya sudah kita pergi saja!"
Kedua lelaki bertubuh besar dan menyeramkan yang sangat dikenal baik oleh si gadis belia akhirnya memutuskan untuk pergi.
Raka mengamati sekelilingnya. Setelah dirasa aman dia meminta wanita muda itu untuk keluar.
"Hei, Cewek! Semua udah aman," kata Raka.
Nona cantik itu keluar dari persembunyian dengan kaki yang diseret karena rasa nyeri yang masih terasa.
"Terima kasih, Ya Mas. Kamu udah nyelamatin aku."
"Sama-sama. Terus kamu mau ke mana setelah ini?"
Gadis itu menggelengkan kepalanya, "Aku nggak tahu. Ini pertama kalinya aku pergi tanpa siapa pun. Aku bahkan nggak tahu jalan pulang meski sejak bayi aku tinggal di sini."
"Ikut aku! Cewek .... "
"Panggil aku Mayang!"
Gadis itu mengulurkan tangannya.
"Raka. Namaku Raka."
Raka membalas uluran tangan gadis yang bernama Mayang.
"Kalau kamu nggak keberatan kamu bisa ikut sama aku. Itu pun kalau kamu masih percaya sama aku," lanjut Raka.
Senyum terkembang dari kedua sudut bibir Mayang, "Aku mau, Raka. Terima kasih."
Mayang sangat senang dengan tawaran Raka.
Ya Allah, Raka ini ganteng banget. Dia juga baik. Dia dewa penolongku. Aku terkesima sama hidungnya, matanya, tubuhnya terutama kebaikannya. Ya Allah, apa yang aku omongin sich? Aku nggak boleh pacaran sebelum lulus kuliah. Kalau tidak Mommy akan membunuhku. Pikir Mayang sambil menatap wajah Raka.
"Ayo kita pergi!" ajak Raka disambut anggukan dari Mayang.
Mayang berjalan dengan kesulitan.
"Kenapa kakimu?" tanya Raka penasaran.
"Ini cuma kecelakaan," jawab Mayang.
"Sini aku bantu!" Raka mengulurkan tangannya. Mayang meraih jemari tangan Raka seraya tersenyum.
"Terima kasih," kata Mayang.
"Sama-sama," sahut Raka.
Raka membuka jerami yang tadi menutupi motor besarnya. Setelah semua bersih Raka menyalakan mesin dan meminta Mayang untuk duduk di belakangnya.
Raka mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Kali ini Mayang bisa menikmati rasanya dibonceng dengan kendaraan roda dua.
Mayang merentangkan kedua tangannya saat hujan turun membasahi orang-orang yang ada di bawahnya.
"Mayang, kita berteduh dulu ya!" kata Raka lalu meminggirkan motornya di depan ruko yang sudah tutup karena hari sudah malam.