Sampai di rumah megah kediaman Ardi Soesetya.
"Nona, Nyonya Sandrina sudah menunggu anda di ruang kerjanya." Seorang Assiten Rumah Tangga memberi informasi pada Mayang yang baru saja masuk ke dalam rumah.
Mayang berpegangan pada tangan Jass kuat-kuat.
"Jass, aku takut," rengek Mayang dengan mata berkaca-kaca.
"Hadapilah, Nona! Anda harus bertanggungjawab," sahut Jass dengan pembawaannya yang selalu tenang .
Mayang menuju ke ruang kerja Mommy. Dia masih berpegangan erat pada tangan Jass.
Mommy berdiri membelakangi arah Mayang berjalan. Namun, beliau sudah tahu kehadiran anak gadisnya itu. Suara sepatu Mayang yang berbenturan dengan lantai yang terbuat dari marmer menimbulkan suara yang nyaring hingga tertangkap ke telinga Sandrina.
Sandrina Soesetya, Ibu Kandung Mayang. Dia memiliki wajah yang cantik campuran Indonesia-Inggris. Hidung yang mancung, rambut warna pirang alami serta warna mata yang berwarna cokelat. Oma Mayang, almarhum Evelyn Caroline Smith adalah wanita berkebangsaan Inggris.
Sandrina adalah ibu yang tegas dan cenderung kejam. Dia tidak segan mengangkat tangannya jika Mayang membuat dirinya marah.
Sandrina wanita otoriter kelas atas. Dia bahkan lebih berperan dalam keluarga ketimbang suaminya Reyhan Soeharsono.
"Kamu tahu apa kesalahammu, Mayang?" tanya Nyonya Sandrina tanpa menengok ke arah anak gadisnya.
Perlahan Mayang sudah melepaskan pegangan tangannya dari lengan Jass.
"Maafkan aku, Mom!" jawab Mayang sambil menundukkan kepalanya.
Sandrina berbalik badan mendekati anaknya.
Mayang semakin ketakutan.
Wajah kejam Sandrina selalu berhasil membuatnya meneteskan air mata.
Sandrina mencengkram dagu Mayang dengan kuat dan mengangkat wajah Mayang ke atas hingga Mayang meringis kesakitan.
"Ampun, Mom! Sakit," keluh Mayang dengan berlinang air mata.
Sandrina melepaskan dagu anaknya dengan kasar hingga Mayang jatuh dan keningnya membentur kursi hingga lebam.
Mayang semakin terisak. Namun, dia tidak berani untuk melawan.
Jass selalu tidak tega melihat Mayang yang kerap disiksa oleh ibunya. Dia terkadang sampai ikut menangis dari balik kacamata hitam yang dikenakannya.
"Kamu mempermalukan Mommy, Mayang. Bisa-bisanya kamu cabut saat pelajaran sekolah? Apa kamu tuli? Mommy selalu bilang, you have to study hard, Mayang!" Sandrina mulai menaikan volume suaranya.
"Aku hanya ingin mencari hiburan seperti remaja seusiaku, Mom. Aku bosan harus belajar terus setiap harinya." Meski takut Mayang tetap mencoba untuk mengungkapkan isi hatinya.
"Kamu berani membantah apa kata Mommy?" Sandrina semakin tersulut emosi. Dia mengambil tongkat golf senjata andalannya dan memukulkan benda panjang itu ke kaki Mayang hingga anak itu menjerit. Sandrina hendak memukul lagi, tapi segera dihalangi oleh Jass.
"Cukup, Nyonya! Anda sudah keterlaluan." Jass menegur dengan tegas. Dia sudah pasang badan untuk melindungi Mayang.
Setelah itu datanglah Tuan Reyhan, Ayah Mayang. Dia nampak geram dengan sikap kasar istrinya pada anak semata wayang mereka tersebut.
"Jass, bawa Mayang ke kamarnya!" perintah Reyhan.
"Baik, Tuan," sahut Jass lalu merengkuh tubuh Mayang. Mayang kesulitan berjalan karena kakinya yang luka akibat hantaman dari stick golf milik Mommy.
Jass menggendong tubuh Mayang di atas kedua tangan kekarnya. Mayang melingkarkan kedua tangan di leher Jass. Dia menangis sesenggukan sembari meletakkan kepalanya di bahu laki-laki tampan itu.
"Kamu keterlaluan, San! Dia anak kandungmu. Kenapa kamu terus melukai fisik dan batinnya?" Reyhan murka.
"Karena dia membuat kesalahan." Sandrina tak pernah takut dengan amarah suaminya.
"Tapi kamu bisa menegurnya dengan baik-baik," bantah Reyhan.
"Jangan ikut campur! Kamu mengerti seberapa bencinya aku dengan anak itu kan? Jadi diamlah! Aku malas berdebat denganmu," balas Sandrina dengan angkuhnya.
Dia melenggang pergi meninggalkan suaminya. Dia membanting pintu dengan sangat kasar.
"Ibu macam apa dia? Kejam sekali dengan anak kandungnya sendiri," gumam Reyhan. Dia pun memutuskan untuk menemui anak gadisnya yang sekarang pasti sedang merasa kesakitan.
Tuan Reyhan menemui anaknya. Mayang sedang diobati oleh Jass. Luka lebam di kaki juga keningnya terlihat sangat mencolok di tubuh putih gadis belia itu.
Kenapa Mommy selalu kejam sama aku? Sebenarnya aku ini anak kandungnya atau bukan sich? Mayang bergumam dalam hati. Terkadang dia sempat berfikir ingin tes DNA saja untuk memastikan jati dirinya. Dia merasa bukan seperti anak kesayangan yang harus dijaga tapi justru seperti anak pungut yang disia-siakan.
Hanya Opa dan Daddy yang mencintaiku. Pikir Mayang.
"Nak, bagaimana keadaanmu?" tanya Reyhan. Dia sangat khawatir dengan keadaan putri semata wayangnya itu.
Mayang memeluk Daddy dan kembali berlinangan air mata.
"Jangan menangis, Nak! Kamu tahu seberapa galak Mommy-mu itu tapi kamu suka mencari-cari masalah dengannya, jangan diulang lagi ya Mayang!" Reyhan menasehati anaknya sambil mengelus-elus rambut coklat Mayang yang keturunan dari Mommy dan Oma-nya.
"I feel, I am not Mommy's daughter, Dad. Hiks.. hiks.." keluh Mayang di sela isak tangisnya.
"I am just Daddy's daughter, " lanjut Mayang.
"Mommy sayang padamu, Nak. Hanya seperti itulah cara mommy menunjukkan cintanya. Don't think like that, My Angel!" Reyhan berusaha melegakan hati Mayang yang selalu merasa tertekan dengan sikap kasar dan pengekang dari ibunya.
Reyhan pergi meninggalkan anaknya setelah dirasa sudah cukup menguatkan hati Mayang. Dia kembali ke kamar dan berfikir bagaimana caranya agar Sandrina berhenti menyakiti hati dan juga fisik anaknya.
"Jass, apa kamu tahu kapan Opa akan pulang?" tanya Mayang pada Jass yang masih duduk di sampingnya.
"Saya tidak tahu, Nona! Apa nona merindukan Opa?" jawab Jassk kemudian balik bertanya.
"Tentu saja! Hanya Daddy dan Opa yang menyayangiku, Jass!" jawab Mayang.
Opa Mayang berumur enam puluh lima tahun. Beliau masih gagah dan kuat untuk melakukan perjalanan bisnis keliling dunia. Sama seperti sekarang, beliau sedang pergi ke Prancis untuk urusan pekerjaan. Jika Opa tidak di rumah, Sandrina semakin buas melukai Mayang.
"Sebenarnya apa salahku, Jass? Kenapa Mommy membenciku?" tanya Mayang pada assisten pribadinya dengan mata berkaca-kaca.
Anda belum cukup dewasa untuk mengerti, Nona.
"Suatu saat nanti anda pasti mengerti, Nona!" jawab Jass penuh dengan teka-teki.
"Jadi kamu tahu alasannya, Jass? Ayo ceritain sama aku!" Mayang merengek.
"Saya tidak tahu apa-apa, Nona. Saya hanya mengira-ngira saja," kata Jass menutupi yang sebenarnya.
"Ye.. kirain." Mayang melengos kesal.
"Jass, aku mau mandi. Pergilah dulu sana! Apa kamu mau ikut aku mandi? Hahaha. " Mayang tertawa.
"Apa anda sudah hilang akal, Nona?" tanya Jass sambil geleng-geleng kepala.
"Ha-ha-ha.. otakmu ternyata tidak m***m ya, Jass. Eh, bukalah kacamatamu! Biar aku bisa melihat matamu yang tajam seperti elang itu." Mayang menggoda Jass sambil berusaha menarik-narik kacamata Jass hingga terlepas.
"Nah, begini kan cakep. Pantas saja cewek-cewek berkerumun untuk menggodamu," lanjut Mayang yang tak henti menjahili Jass Si Bodyguard tampannya.
Jass memegang hidung mancungnya dengan jempol dan jari telunjuk sambil tersenyum malu.
"Jass, kenapa kamu nggak cari pacar sich? Apa jangan-jangan kamu... " Mayang menggantung kalimatnya, kemudian memutar kedua bola matanya.