DUA

1231 Words
Hari berikutnya, pagi hari yang cerah, burung berkicau dengan terus tanpa henti. "Umi ... Lae berangkat dulu ..." aku ulurkan tangan untuk mencium kedua tangan orang tua juga Abang sebelum pergi sekolah dengan berjalan. Aku sudah terbiasa berjalan untuk pergi ke sekolah karena jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Lagian di jalan suka bertemu sama teman-teman yang menjadikan suasana asyik. Apalagi temanku yang satu ini. Dia itu anak yang sedikit lemot dalam setiap hal, tapi begitu baik, walaupun kadang suka berisik, tapi dialah teman baikku. "Laee ..." Terdengar si cempreng Naya memanggil dan itulah dia, teman lemot. Naya. “Lae ... tunggu aku, aku kan __ “ "Berisik!" Ucapku sambil pergi meninggalkannya. "Ya ampuuun! Dasar wanita es, kamu! lagian wajar kali ... cewek berisik, kan itu sudah kodratnya." katanya sambil cengengesan. "Jadi, maksud kamu, aku bukan cewek, begitu!" aku apit Naya di ketek, "dasar cewek cempreng kamu!" senyumku sambil menjambak kepalanya. "Heeey, hey ... gini-gini, sahabat kamu juga kan, k*****t!" kata Naya sambil menggelengkan kepalanya. Setelah itu kami tertawa, membuat semua orang memperhatikan. Mungkin heran bercampur penasaran. Hahaha ... Tidak lama kami pun sampai di depan sekolah. Kami berdua berjalan beriringan melewati gerbang sekolah yang sebentar lagi di tutup. "Hay Lae ... bareng sama aku, yuk!" kata anak cowok yang sudah biasa, kalau aku masuk kelas mereka sudah berjejer menunggu kedatanganku. Serasa jadi artis, apalagi hari ini, banyak bunga yang mereka berikan sampai jalan yang aku injak pun. Penuh dengan bunga. Hade ... sebenarnya aku bingung sama mereka, katanya aku cewek es, tapi kenapa itu cowok, sampai antre banget, mau jadi pacarku. Heran, kan! Bukannya sombong ya, tapi memang hampir setiap hari ada saja yang seperti ini. Katanya mereka itu tengah menyatakan cinta padaku. Alias meminta untuk jadi pacarku. Namun kalian tahu, aku sedikitpun tidak senang, karena kelakuan mereka itu membuat aku kesal, sebab akhirnya ada yang coret-coret di atas meja, ada yang memenuhi kelas dengan makanan, dan ada juga yang pasang spanduk. Gila tidak itu orang! Sampai sepanduk itu benar-benar membentang dari gerbang sekolah ke kelasku dengan tulisan “LAE, APAKAH KAMU MAU JADI PACAR AKU?” dan akhirnya membuat seluruh penghuni sekolah tahu kalau aku tengah di tembak siswa lainnya. Apa orang seperti itu, masih bisa di bilang normal, kawan? Sampai membuat aku kesel juga gedek sama mereka. Mereka pikir ini tengah acara Suting apa! Dan sekarang ... DI DEPANKU ADA COWOK YANG SEDANG BERLUTUT, SAMBIL MEMEGANG BUNGA. Ya Tuhan ... ! tidak adakah orang normal di sekeliling aku! "Lae ... maukah kamu jadi pacarku?" katanya sambil memberikan aku bunga dan sekotak coklat. Aku menggeleng, tidak ada bosan-bosannya ini anak, dari sebulan yang lalu , teruuus saja, seperti ini. Sudah aku tolak beberapa kali pun, terus saja memaksa! Eh, tapi sebentar, ... ini mah cowok yang lain lagi. Bukan yang kemarin ternyata. Tapi, BODO AMATLAH! memangnya aku pikirkan! benar tidak kawan! aku melepas headset yang bertengger di telinga, "maaf, tapi dengar yaaa, sekali lagi kamu buat seperti ini,” aku menatapnya, “jangan salahkan aku, bila aku buat gigimu rontok, tidak tersisa!" Ucapku sambil menarik bajunya. "Satu lagi! BERSIHKAN INI SEMUA, AKU CAPE MEMBERSIHKAN MELULU!" Ya benar, tiap kali ada cowok yang melakukan hal konyol, ujung-ujungnya aku yang di hukum membersihkan kekacauan. Benar-benar mengesalkan itu orang! Mereka yang melakukan aku yang membersihkannya! Aku pergi ke kelas tanpa menghiraukan laki-laki yang tadi menyatakan cinta. Kesel! makan itu cinta! "Ya ampun, Lae ... kamu barusan menolak kakak kelas yang paling populer di antara cowok satu sekolah!" siapa lagi itu, yang histeris mendengarkan kelakuanku yang jahat, dialah sahabat aku, Naya anak cempreng. "Terus ... !" duduk di sampingnya "Ini kesempatan buat kamu Lae karena tidak akan ada lagi laki-laki yang mengganggumu kamu nantinya, benar tidak?" kata Naya menatap manik mata. "Iya, tidak! itu sama saja aku memanfaatkan orang lain untuk kepentingan di sendiri ... biarkan saja. pusing aku memikirkan yang begituan." Ucapku sambil membenarkan duduk karena sudah ada guru yang datang. Waktu istirahat pun datang, semua berhamburan pergi ke kantin dan yang lainnya, kecuali aku. Aku ini malah berlari ke WC, karena panggilan alam. "Ya ampuuun, kamu tadi pagi lihat tidak! Kak Arkam nembak anak kelas satu." "Ya benar, aku lihat tadi. Malahan aku dengar-dengar Kak Arkam membuat acara itu menghabiskan waktu dari satu minggu yang lalu. “Waaa, aku mau seperti! Kapan yaaa.” "Tapi sayang! itu cewek jual mahal. Malahan berani menarik kerah bajunya Kak Arkam!” "Bener itu, dasar cewek sok cantik! padahal apa Kurangnya Kak Arkam untuk dia, sudah cakep, pintar dan kaya. Juga jangan lupa, Kak Arkam itu anak yang punya sekolah. pokonya tidak ada cela-nya, dah!" "Enak benar kalian, sampai bilang aku jual mahal! Kalau di pikir, mending aku jual mahal dari pada kaya kalian cuma suka sama harta dan pisiknya doang!" keluar dari balik pintu. Dua cewek itu diam seribu bahasa. Terlihat mereka takut dan terkejut dengan aku yang tiba-tiba sudah ada di pinggir mereka. "Bicara itu depan orangnya ... bukan di belakangnya. Mau itu buruk atau baik." Aku pergi meninggalkan mereka. Dasar cewek-cewek resek! Penggila kaum laki-laki kaya. Kalau memang suka dan sayang sama cowok, jangan sampai lihat harta dan tampangnya, karena itu akan habis termakan waktu. Iiih! kesel aku. Pergi ke kantin saja! Lapar banget. Apa mungkin karena banyak kesel hari ini, ya, jadi aku suka lapar terus. "Waduh, siapa itu! Kam, pacar kamu datang itu!" "Hahaha ... pacar yang menolak mentah-mentah. Malahan bikin jatuh pamor si Arkam hahaha ..." "Baru kali ini aku lihat si Arkam di tolak cewek. sama cewek kutub es lagi." "Pesona Arkam tidak ada apa-apanya di depan cewek es mah." aku mendengar perkataan segerombolan anak laki-laki yang sedang asyik makan di kantin sambil ketawa-ketawa. "Lae ... lihat itu! cowok di sana lihat ke arah kita terus .. apalagi Kak Arkam, dari tadi lihat kamu terus!" "Nay ... aku lagi makan. Jangan ganggu mood aku. Bagaimana, kalau aku jadi kerempeng karena kamu, apa kamu mau tanggung jawab!" kata aku sambil terus makan. "Di mana ada, orang kerempeng sebab tidak makan siang sekali!" Naya mendengus kesal. "Ada, Aku contohnya. Bagaimana sih kamu!" "Heeeh ... menyesal aku bicara." Ucapnya cemberut. Aku tertawa melihatnya. Yaaa ... sama sahabat inilah aku bisa tertawa tanpa memperlihatkan kediaman aku. "Nay, sudah bereskan! Yuk, kita balik kelas lagi. Aku sudah kenyang nih!" "Ok. tapi tunggu, aku mau beli minum dulu. kamu tunggu saja di luar.” Aku jawab dengan anggukan dan pergi dari sana. "Lae, mau minum?' kata cowok yang tadi pagi aku tolak. Kak Arkam. "Terima kasih. aku duluan." aku pergi tanpa harus menunggu Naya. Tidak lama Naya datang dan menghampiriku "Yuk Nay! Aku cape mau duduk." Kutarik dan aku rangkul pundak Naya, membawa dia pergi dari hadapan Kak Arkam. "Gilanya itu cowok! masih belum menyerah kayanya." Aku cuma bisa mengangkat bahu tanpa mau merespons apa pun. "Tunggu, dodol! Eh, Lae sudah terima saja kenapa, sih. dari pada dia mengganggu kamu terus." kata Naya sambil kita berjalan. "Sebenarnya bukan aku, yang dia suka. Aku cuma di jadikan batu loncatan doang, supaya bisa dekat sama cewek yang dia suka." aku melihat Naya tidak percaya. "Memang siapa yang dia suka?" Naya yang mau masuk kelas, langsung diam. "KAMU!!' kataku sambil melewatinya. Aku bisa bicara begitu bukan tanpa sebab, tapi memang kenyataannya begitu, aku cuma dijadikan batu loncatan karena tanpa mendekati aku, Kak Arkam susah mendekati Naya. Aku mendengar semua itu dari mulut dia langsung, ketika tadi dengan tidak sengaja, aku dengar percakapan dia dengan sahabat karibnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD