TIGA

1287 Words
Naya terdiam, tapi setelahnya dia malah menoyorku. "Jangan macam-macam itu tidak lucu. Tapi sepertinya ada apa-apa dah, sama kakak kelas yang kemarin kamu tolak, dia seperti ...." Naya sahabatku menatap, seperti tidak enak untuk bicara. "Tidak tahu, ah!" Lanjutnya sambil mengangkat bahu. "Seperti apa! kenapa tidak di teruskan?" "Huuu, dasar kamu? ya! katanya masa bodo, tapi ujung-ujungnya penasaran juga, kan, Kamu! Penasaran, kan. mengaku kamu sama ...." "Ya ampun. Ya, iya, aku pemasaran. Kamu ini, ya! Cepetan kenapa sama dia, sampai kamu berpikir begitu!" "Kayanya kamu di bikin taruhan dah, sama dia dan gengnya." Keningku berkerut, “kamu, ya! kalau masih belum pasti, jangan berpikiran macam-macam. Tidak baik itu.” kataku sambil kutoyor kepalanya pakai buku yang aku pegang. "Eeeh, ini benar. Kamu mah ah! atuh sedikit-sedikit kita teh kudu belajar, sugan we jadi cenayang, jadi isukan atawa pageto bisa ketemu sama oppa-oppa korea anu kaliwat ganteng tea, ku cara. Ngalengit.” Ya Tuhaaan, hamba mohon sadarkanlah sahabatku ini. Aamiiin. Kuusap wajah, "Kalau kamu tidak mau bilang sebab masalahnya, sudah jangan bicara lagi.” "Ya elah, si cantik Lae, kakah ngambek! Begini, ya ... kakak kelas itu tiap hari tidak pernah absen buat mendapatkan perhatian kamu. Terus ... tiap kali dia sudah lihat kamu, pasti dah ujungnya telepon orang." "Ya ampun, ternyata diam-diam kamu perhatian banget sama itu cowok!" kataku sambil tersenyum. "Habisnya dia tuh cakep Bangeeet!" Aku mendengus mendengar perkataan Naya. pasti dah ujungnya ke sana. "Kamu mah, kebanyakan lihat drama yang tidak jelas. Ujungnya kamu punya pikiran suuzan sama orang, kan. Sudah ah, PAMALI tahu!" Aku biarkan dia bicara, tanpa kuberikan tanggapan. Lagian apa yang mau Naya katakan semuanya hanya pikiran dia saja. Jadi, mending aku dengarkan lagu saja. Teman aku ini kebangetan! Kan sudah aku bilang, kalau yang diinginkan kak Arkam itu dia, tapi tetap saja tidak percaya. Hadeeeh .... pusing aku menjelaskannya. "Iiih, Lae, jangan gunakan ini dok! Kamu kan sedang sama aku. Tidak enak tahu, terasa di biarkan." "Lagian kamu mah. malah bicara yang aneh -aneh. Buat telinga aku terpapar radiasi yang tidak seharusnya. Rempong banget tahu tidak!" "Daasar kamu, kutub es! kan biasa kalau cewek suka rempong sendiri. Apalagi menyangkut cowok cakep. Aaah ... gereget banget!" aku cuma bisa geleng kepala. Setelah melihat guru masuk aku dan Naya tidak bicara lagi. Kami fokus pada pelajaran dari guru. Dan tidak terasa, bel pulang pun tiba, aku dan Naya kembali pulang dengan terus mendengarkan si Naya yang terus saja nyerocos . kayanya dia punya banyak kesamaan sama burung yang teruuus saja berkicau tanpa henti. Tidak cape apa, ya, kalau kaya begitu! Tapi, walau kaya begitu, dia temanku yang paling pengertian. Selama aku masuk SMP sampai sekarang. Dia tidak pernah jauhi aku, dengan sifat aku yang seperti ini, yaaa, kadang membulinya, ataupun menyuruh dia bagaikan seorang kacung. Hehehe ... "Lae, apa kamu tidak mau pisah? Emm ... sama sikap kamu ini. Harusnya kamu itu hidup bahagia, jangan terus memikirkan dan menunggu dia. Lagian belum tentukan dia juga setia sama kamu." kata Naya hati-hati sambil melihatku. Perkataan Naya sontak membuat aku jadi ingat orang itu. Yaaa, orang yang selama ini meninggalkan aku, entah dimanah rimbanya dan seperti apa rupanya. Waktu itu. Seorang anak kelas 1 SMA sedang tertidur nyenyak di kasur empuk. Tidak tahu dari mana jalannya, tahu-tahu sudah ada orang yang memeluknya dan tertidur di sampingnya. Anak itu sadar akan kejadian itu, setelah ibunya berteriak histeris sambil melihat anak gadisnya tidur bareng laki-laki yang telanjang d**a memeluk erat dan tidak kenal siapa dia. Kejadian itu, menjadikan semua seisi rumah gempar, tidak terkecuali tetangga dekat rumah dan karena kejadian itu, gadis itu pun di hadiahi sebuah pukulan. Yaaaa, pukulan yang tidak bisa dia lupakan seumur hidup dan tidak bisa dia terima selama dia bernapas. Dia harus MENIKAH di hari itu juga dan itulah pukulannya yang dia dapatkan. Dia menangis histeris tidak terima dengan semua itu sampai berhari-hari. Sampai peristiwa itulah, menjadikan dia anak yang kehilangan keceriaan dan menjadi anak yang pendiam sampai di juluki cewek kutub es. Bukan hanya pernikahan yang membuat dia berubah, tapi juga setelah kejadian itu, laki-laki yang berstatus suami misteriusnya itu pun tidak pernah terlihat batang hidungnya sampai saat ini. Dia hilang ditelan bumi, bagai orang yang hanya ingin membuat Lae menderita dengan statusnya. Itulah sepenggal cerita hidupku dahulu. Asal kalian tahu, semenjak saat itu, aku tidak pernah melihat orang yang berstatus suamiku itu. Ingin sekali aku mencari cinta seperti orang lain, tapi sayang, kata nikah tetap terjadi. Jadi aku berlaku dingin itu karena aku tidak mau di bilang cewek macam-macam sama suami misteriusku bila nanti dia kembali. Kenapa kupanggil misterius? karena selama aku menjalin pernikahan dari awal aku tidak pernah ketemu dia lagi, malahan kenal pun tidak. Aku tidak tahu rupanya seperti apa karena waktu nikah aku tidak sempat melihat wajahnya. Miris sekali hidup aku, ya! "Woy! kamu mah malah melamun, sampai menangis lagi. Iiih! Jadi kesel aku. Dari tadi bicara, tidak di dengarkan! Terasa dianggap barang rombeng tidak ada harganya!" Naya marah-marah sambil cemberut. "Maaf Nay, salah kamu sendiri kenapa membuat hati aku tergores cerita lama. Jadi seperti ini, kan!" kataku sambil memasang wajah sedih. "Apa! Entar ... sebentar dulu yaaa, aku ambil handphone dulu." "Ko, malah ambil handphone, sih Nay? aku lagi sedih ini." Rengekku sambil cemberut. "Ya ampun, Ini itu harus di abadikan. Jarang-jarang kamu, cewek kutub es, yang selama ini dingin banget. Mau menangis. Itu hal yang menakjubkan terjadi, jadiii, harus di abadikan. Bener tidak omonganku?" "Nay, aku gampar, kamu pakai sepatu, mau tidak? Biar tahu rasa kamu!" aku kembali memberikan tampang kesel. Namun, sebelum aku benar-benar gampar dia pakai sepatu, si Naya sudah lari tunggang langgang dulu karena takut aku gampar benaran. Tahukan, kalau aku marah seperti apa, dan suka apa dan juga ___ senyumku mengembang ketika aku sadar kalau handphone si Naya yang baru ganti kemarin sore, ada padaku. "LAEEE, AKU MINTA MAAAF YAAA, JANGAN RUSAK ATAU JUAL HANDPHONE AKU, OK! NANTI AKU TERAKTIR KAMU MAKAN BAKSO SEPUANYA, DEH, YAAAAH." Naya berteriak sambil memelas memintaku untuk mengurungkan niat, sambil berdiri di depan pagar rumahnya. Hehehe...dasar Naya! mungkin dia takut aku melakukan hal yang tidak dia inginkan, dan aku hanya mengangguk dan berbalik untuk masuk pekarangan rumah, karena aku sudah sampai di rumah. Dan rumah Naya cuma terhalang tiga rumah dari rumah aku. "Aaah ... akhirnya aku sampai juga di rumah, mana haus lagi." Aku buka sepatu dan menaruhnya di rak sepatu setelah itu pergi ke dapur untuk minum. “Assalamualaikum, umi, Lae pulang." "Walikum salam eee ... anak umi sudah pulang. Bagaimana sekolahnya?" "Yaaa ... begitulah tidak ada yang aneh. Lae masuk dulu, ya." kata aku tanpa basa basi. Dan sang Umi sudah tidak kaget melihat kelakuanku seperti itu. "Laeee, kesini dahulu, Nak." panggil ayah dari ruang tamu. Dengan gontai aku mendekati ayah. yang lagi mengobrol dengan seorang om-om. "Ya, ayah, ada apa? Lae cape, mau istirahat." "Ya elaaah, ini anak! tidak pernah berubah, dingin saja terus, walau sama ayah sendiri.” Aku lihat orang di depan ayah tersenyum melihat kelakuanku, tapi aku biarkan saja memang untuk apa aku pikirkan orang lain. "Sayang, beri salam dulu sama Mas Zulfan." Aku hanya mengangguk dan mengulurkan tangan. Dia menerimanya dengan tersenyum dan kucium tangannya, dia pun makin tersenyum. Dasar laki-laki, tidak bisa apa, jaga matanya. Melihat aku sampai segitunya. Woy! aku memang cantik! tapi aku tidak suka sama om-om kaya kamu. "Baru pulang?" katanya sambil terus menatapku. Aku tidak jawab hanya tersenyum. "Ayah, Lae masuk kamar dulu, ya. Lae cape!" Kataku sambil pergi tanpa melihat ayah lagi. "Aaah ... cape lagi. Mana perut lapar, tapi keluar malu. Aaah! Kenapa aku tidak membawa makan saja barusan.” Aku memukul-mukul kasur sambil berteriak. Dan akhirnya aku memaksakan untuk tidur saja, dari pada memikirkan makan, yang tidak akan aku dapatkan. Mungkin saja aku bisa makan kenyang besok pagi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD