"ihh reno lepas sakit kamu apa-apaan sih"
"Sudah puas main-mainnya?" Tanyanya, aku akui aku memang seperti anak kecil sedikit bertengkar lalu mengapnya sebuah masalah besar, tapi mau bagimana lagi aku memang seperti itu.
Aku tak menjawab pertanyaan Reno aku hanya menunduk karna takut pada tatapannya yang seakan siap membunuh kapan saja "setidaknya kalau kamu marah padaku setidaknya jangan libatkan orang tuamu, mereka khawatir padamu karna belum juga pulang"
Dari tadi kemana saja bodoh baru sadar aku marah padamu. Setiap kali aku marah biasanya dia tidak akan peduli giliran menyangkut orang tuaku dia sok perhatian dasar muka dua. Umpatku dalam hati.
"Aku akan pulang kalau aku sudah ingin pulang kan itu juga bukan urusanmu." Ucapku dengan begitu jelas.
Reno mengerutkan keningnya. "Apa aku harus menyeretmu pulang, huh?" Aku mendelik, merasa kesal karna reno kembali pada sifatnya yang kejam dan tidak berperasaan.
reno langsung memasukkanku ke dalam mobil dengan kasar dan langsung duduk di kursi kemudi.
"Pakai sabuk pengamanmu." aku hanya tersenyum kecil kepada Reno yang mengingatkanku untuk memakai sabuk pengamanku yang belum ku pasang. Segera ku pasangkan sebelum Reno kembali marah-marah seperti tante-tante cerewet
"kamu itu yang apa-apaan kamu sadar nggak sih tingkah kamu udah kayak anak kecil kamu itu harusnya sadar umur kamu sudah 24 tahun jangan buat orang tuamu cemas kamu tau itu dan apa-apaan pakaian yang ini kayak nggak pake baju tau"
aku baru sadar kalo hanya mengenakan celana pendek diatas lutut dan baju kaos ketat dengan lengan yang kira-kira hanya 3 jari saja.

"kamu sadar nggak sih kamu itu sedang nggak dirumah apalagi ada anton di sana memang kamu mau jadi perempuan seperti apa sih" kata reno dengan suara agak tinggi
"emang urusan sama loo apa sih RENO HAH gue pikir bagi lo gue nggak lebih dari itik buruk jadi buat apa lo peduli" kataku mulai emosi.
"DIAM KAMU dan sudah berapa kali aku bilang jangan pernah menggunakan lo gue denganku apa kamu lupa" balasnya tanpa memandangku karna fokus pada jalanan.
"terserah" jawabku acuh sambil memejamkan mata karna sudah mengantuk. Tanpa terasa, aku mulai memejamkan mataku. Hingga aku mulai terlelap dan tak sadarkan diri. Aku tertidur dengan pulas.
***
Paginya, aku sudah terbangun karna jendela kamarku yang terbuka. Membuat matahari siang yang sudah mulai memanas. Siang?
"Astaga!" Aku memekik. Bangun dari ranjang dan melihat ke sekeliling.
Kamarku? Sejak kapan aku sudah berganti ke kamarku. Seingatku, aku semalam pulang bersama dengan Reno. Dan tiba-tiba. . .. Benar juga, aku tertidur karna terlalu menikmati semilir angin yang membuatku mengantuk.
Aku langsung bergegas pergi ke kamar mandi, mencium bau tubuhku yang terasa tidak enak aku langsung mandi dan membersihkan diri sebelum aku pergi ke kantor Reno. Bukan untuk bertemu dengannya, tapi hanya ingin mengantarkan surat pengunduran diriku.
Selesai mandi, aku langsung membuka lemari besarku yang memiliki tiga pintu. Lihat. . .Lihat. . .
Apa yang bisa ku pakai untuk pergi ke kantor hari ini, sekalian untuk pergi keluar bersama intan.
Ah, aku melihat satu baju berwarna merah dan juga celana pendek selutut dan mengambilnya. Memakainya secepat mungkin sebelum aku memoles wajahku untuk pergi.
Saat menuruni tangga, aku melihat ibuku yang sedang sibuk mempersiapkan cheesecake. "Ibu membuat kue?" Aku berjalan mendekati ibuku. Duduk dikursi depan dan ingin sekali mengambil satu potong kue yang ada dihadapanku. Tapi, ibu memukul tanganku dengan kasar.
"Ini untuk Reno." Ucapnya. Aku hanya mencibir dalam hati. Kalau sama Ruvel pasti selalu begini. Anak langsung dilupakan. "Kenapa harus repot-repot menyiapkannya untuk Reno?"
"Karna Reno sudah mengantarkanmu pulang sampai ke rumah. Ibu ingin memberikan cheesecake ini untuknya. Kau tahu kan kalau dia suka keju." Aku hanya mengangguk.
"Tapi. . . Siapa yang membawaku sampai ke kamar?" Tanyaku penasaran, ibuku sempat melirikku. Sebelum memasukkan kue tadi ke kantung plastik berwarna hitam. Ada seulas senyum yang aku lihat dari bibi ibuku.
"Tentu saja Reno. Memangnya siapa lagi? kau bahkan sampai menarik pakaiannya dan tidak mau melepaskannya pergi. Reno jadi harus menungguimu sampai kau kembali tenang. Kasihan dia, jam 1 baru pulang dari sini." Aku hanya melongo saat mendengar penjelasan dari ibuku. Benarkah aku separah itu?
Memang benar aku suka sekali ngelantur setiap kali aku tidur. Tapi, sepertinya tidak separah seperti yang ibu katakan tadi.
"Padahal ibu sudah menyuruhnya untuk tidur disini malam ini. Tapi, dia ngotot ingin pulang karna sudah tidak tahan. . ." Ucapan ibuku menggantung. Aku semakin penasaran dengan dahi yang semakin mengkerut.