5

1042 Words
Kejadian itu masih membekas di ingatanku, perlakuan Tian dan Dodo sangat berbeda membuatku berpikir apakah aku mencintai Tian padahal aku masih memiliki hubungan dengan Dodo walaupun mungkin sekarang aku sudah lelah dengan sikapnya yang menginginkan lebih atas hubungan kami selama ini. "Kenapa?" tanya Via membuyarkan lamunanku "ada masalah?" Aku menatap Via bingung apakah harus bicara atau tidak "mbak, pernah mencintai dua pria sekaligus?" Via menatapku dengan tanda tanya "akan susah kalau 2 orang pasti salah satunya akan dominan" aku menghembuskan nafas mendengar penjelasan Via "kenapa sama Dodo?" aku menggelengkan kepala "Om Bima pernah minta untuk disampaikan ke kamu hati-hati sama Dodo" "Mbak mau kemana?" tanyaku ketika melihat penampilan Via "Ada misi dari papa" sambil mengedipkan mata "nanti kalau Mbak Tina tanya bilang ada misi dari papa" aku mengangguk saja karena malas bertanya lebih jauh pada Via. Aku meraba bibir dan jantungku ketika mengingat ciuman dan remasan pada payudaraku, perlakuan lembut yang membuatku terlena. Aku menghembuskan nafas apakah aku bisa bertahan jika bersama Tian berduaan. Aku sendiri tidak paham kenapa Tian melakukan itu apakah menyukaiku atau karena kebutuhan, aku menghembuskan nafas kasar. Status Tian sedikit membuatku khawatir juga bagaimana respon papa atas Tian dengan statusnya walaupun aku yakin papa tidak pernah mempermasalahkan hal itu. "Tante kenapa sih?" tanya Rere menatapku polos "dari tadi pegang bibir, d**a terus menghembuskan nafas" aku menatap Rere yang selalu ingin tahu "sini sama Rere biar beban tante hilang" merentangkan tangannya tanda ingin dipeluk. "Mana bunda ayah dan adik?" tanyaku sambil memeluk Rere erat. "Bunda ayah dikamar kalau adik tu lagi makan sama bibi" sambil menunjukkan dimana Nisa berada "kata ayah mau kasih kita adik cowok makanya gak boleh ganggu" seketika aku mencibir ucapan Devan yang mengajarkan hal tidak benar pada anak kecil ini ya tidak jauh dengan papa sih. "Setelah Nisa makan kita pergi jalan-jalan mau?" seketika Rere mengangguk antusias "tapi gak usah bilang bunda ayah secara kan sibuk" Rere memberikan tanda hormat membuatku tersenyum. Disinilah kami berada dalam playground tempat mereka berdua bermain, aku mengawasi mereka berdua terkadang ikut terlibat setiap tingkah mereka. Orang tua mereka berdua tidak aku menghubungi bahkan mereka juga tidak bertanya dimana anaknya yang aku rasa pasti masih melakukan proses nafsu mereka. Devan sangat mirip dengan papa tidak pernah puas dengan sekali main, aku berpikir bagaimana denganku dan Via namun dengan segera aku menepisnya karena memikirkan hal yang tidak seharusnya. "Hai ketemu lagi" ucap pria disebelahku yang langsung duduk. "Tian" ucapku kaget "Mas Tian" mengoreksi ucapanku "sama siapa?" aku menatap sekitar. "Boy" menunjukkan dengan isyarat anak laki-laki yang masih kecil mungkin seusia Nisa "kamu?" "Itu bocah 2 anaknya Kak Devan" jawabku menunjukkan dimana bocah tersebut berada "orang tuanya lagi proses nambah anak" sambil cemberut. "Aku juga mau proses nambah anak tapi tunggu kamu mau atau gak" bisik Tian seketika aku menatap Tian dan pandangan matanya tampak serius "aku gak main-main" Aku menatap Tian curiga "kita baru kenalan beberapa hari dan kamu" aku menatap tidak percaya "aku punya pacar" ucapku percaya diri "kamu pasti punya tujuan buruk?" aku menatap Tian curiga Tian tersenyum "tujuan buruk apa? mengajak serius kenapa gak percaya? pacar? yakin dia setia?" aku diam "sudahlah kakakmu tahu dimana aku berada dan kamupun tahu dimana rumahku jika berubah pikiran bisa datang kerumah" membelai pipiku dan mendekatkan wajahnya mencium pipiku perlahan “perbuatan kita beberapa hari yang lalu sangat membekas bagiku dan tidak akan aku lupakan” Tindakan Tian membuat perutku seperti ada sesuatu yang beterbangan dan aku meyakini jika wajahku sangat merah, seketika aku menunduk malu. "Papa, makan" ajak Boy "tante kenapa?" menatapku yang menunduk menahan malu. "Boy, mau tante ini jadi mama?" tanya Tian membuatku seketika melotot. "Mau, tapi tante mau sama papa gak?" sambil tersenyum menatap Boy mendengar perkataannya "Tante makan lapar" rengek Nisa yang datang bersama Rere "Kita makan" ucap Tian sambil menggandeng tanganku Ketiga anak-anak itu jalan di depan sambil bercerita banyak hal, aku mengernyitkan kening kapan mereka akrab. Kami makan berlima bahkan Tian mengantarkan kami pulang, dalam perjalanan mereka bertiga langsung tidur membuatku hanya menggelengkan kepala melihat mereka tidur dalam damai. Tian memegang tanganku meremasnya secara perlahan, tangan Tian membelai pahaku yang hanya menggunkan rok diatas lutut. Aku hanya mendiamkan gerakan yang dilakukan Tian tanpa berusaha menyingkirkan tangannya. "Ehhh" desahku ketika merasakan tangan Tian naik keatas dan mengenai pakaian dalam Gerakan tangan Tian semakin masuk ke dalam bibir bawah dan aku hanya bisa diam tanpa ada niatan untuk menyingkirkan tangannya. Jari Tian berhasil masuk ke dalam v****a dengan melakukan gerakan secara perlahan lalu ditambahkannya jarinya masuk ke dalam. "Akkhhh" desahku pelan ketika Tian menambahkan jarinya Perasaan ini berbeda ketika melakukan dengan Dodo, gerakan jari Tian semakin cepat. Aku hanya bisa menggigit bibir bawah merasakan sensasi yang diberikan Tian, setiap aku memandang Tian tampak konsentrasi menyetir walaupun aku tahu miliknya sudah tegang. Tian mencubit daging yang ada di dalam membuatku melotot dan menggigit bibir semakin keras "Akkkhhhh" desahku yang tertahan dengan segera aku menggigit bibir takut anak-anak bangun dan melihat apa yang kami lakukan. Desakan dari dalam yang akan membuatku o*****e akan keluar seolah paham Tian semakin mempercepat dan aku semakin bergerak tidak tentu mengimbangi gerakan Tian serta mencari tempat yang pas agar masuk dengan sempurna ke dalam. "Akkkhhhhhh keluuu aaar akkkhhhh" aku merasakan cairan keluar dan banyak mengenai celana atau mungkin jok mobil Tian. Tian mengeluarkan jarinya dan tanpa malu dijilatnya jari itu di mulutnya, aku hanya menyandarkan badan di kursi. Tian melihatku sekilas yang tampak lemas dengan tangannya meremas bukit kembarku. "Bersihkan" ucap Tian sambil memberikan tissue "besok ada acara?" aku menatap Tian bingung "membantuku merawat Boy dirumah" tapi tangan Tian menyentuh miliknya dari celana yang aku yakin membenahi agar tidak terlihat "Ok, jam berapa?" tanyaku setelah membersihkan semua cairan yang keluar. "Jam 6 pagi" aku melotot mendengar jawaban Tian "kita sarapan kesukaan Boy" sekali lagi tangan Tian mengelus penisnya "Boy yang mana?" tanyaku iseng lalu keberanian darimana aku mengelus milik Tian yang masih terbungkus celana Tian menikmati elusan tanganku di celana "Boy manapun yang mau kamu buat senang" Tian mengambil tanganku lalu menciumnya "kita sudah sampai" memecahkan tatapanku "aku tunggu besok" Kami membangunkan anak-anak, ketika masuk ke dalam rumah Tina sudah di dapur bersama bibi dengan segera anak-anak memeluk ibunya sedangkan aku ke kamar membersihkan perbuatan Tian. Jantungku berdebar kencang ketika bersama Tian dan juga merindukan sentuhan Tian seketika aku tidak sabar bertemu besok pagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD