CLBK

1937 Words
Sudah satu bulan semenjak pertemuan Biru dan Langit, bahkan Biru sudah melupakan kejadian tersebut dan hidup dengan normal. Sementara Langit masih mencarinya, Reno masih berusaha menghubungi Aryo atau Aryani akan tetapi hasilnya nihil. Disuatu siang, di sudut kantin, Biru sedang berselancar dimedia sosialnya yang berlambang kamera. Sentuhan jarinya terhenti disalah satu postingan teman sejawatnya yang sudah lama tak bertemu. “Jika aku tau mencintai akan sesakit ini, maka takkan ku mulai. Tujuh tahun aku menunggumu. Melihatmu dengan pasangan yang mencintaimu aku terluka. Melihatmu dikhianati kekasihmu, aku hancur. Masih adakah secuil tempat kosong disudut hatimu untukku? Tunggu aku datang!” postingan ini sungguh membuat hati Biru merasa bergetar. Apakah postingan ini untuknya? Dia adalah Abercio Payobada Matondang, pria berdarah minang dan batak. Cio, panggilannya, ia sudah lama menaruh hati pada Biru. Bukan Biru tak tau, tapi Biru yang polos sudah terlena akan cinta yang diberikan oleh Dhafin, pria yang kini sudah menjadi mantan suaminya. Perhatian yang Cio berikan di masa kuliah sempat membuat hati Biru luluh, akan tetapi penghianatan yang Cio lakukan berhasil menorehkan luka yang teramat dalam untuk Biru. Walau mereka sudah tak berhubungan, akan tetapi mereka mereka tetap terhubung oleh media sosial walau tak saling sapa. “Cio, apa status kamu ini untuk aku ya?” gumam Biru pelan. Pletak! “Auu!” Biru merasakan sakit di punggungnya. Tersangka pemukulan adalah Keyva teman akrab Biru yang tak lain juga seniornya di masa kuliah. “Sory!” ucap Keyva cengengesan sambil mengangkat ujung stetoskop yang dipukulkan ke arah Biru. “Kak Key!” teriak Biru menggeram. “Eh, bisa teriak? Tadi pelan amir ngemengnya?” jawab Keyva sembari menyeruput minuman Biru. “Dasar senior tukang palak, nyesel aku jadi juniormu. Seharusnya aku yang jadi senior, tau gak? Umur dewasa, kelakuan anak-anak,” ocehku sebal. Keyva adalah dokter spesialis anak, tubuhnya yang gempal membuatnya disukai anak-anak dan perilakunya tak ubahnya anak-anak. “Sory, gue kan emang anak-anak. Bahkan anak sama laki gue aja minder sama gue,” ucap Keyva cengengesan. “Serah Kak Keyva deh! Cuma Kakak lho yang berani kayak gini sama anak direktur rumah sakit ini,” balas Biru. Ayah Biru adalah seorang pengusaha yang juga seorang Doter dan menjabat sebagai Direktur di rumah sakit tempat Biru berkerja. Sifat tegas Biru, membuat banyak Dokter lain segan terhadap dirinya. Sebenarnya Biru hanya tegas karena sikap profesionalnya dalam berkerja, sedangkan ketika tak berkerja ia bersikap layak perempuan biasa. Tapi sikap tegasnya tak membuat Keyva takut ataupun segan pada Biru, karena ia tau bagaimana sifat asli dan menjadi saksi hidup perjuangan Biru hingga sekarang. “Dih, sombong! Bapak gue yang yang Pak RT aja gue gak sombong!” sindir Keyva dengan menjulurkan lidahnya. “Ok, Kak Keyva ngapain kesini?” tanya Biru dengan nada serius. “Masih ingat Cio gak?” tanya Keyva dengan menampilkan seluruh gigi putihnya. “Cio?” gumam Biru pelan. Tentu saja Biru ingat, bahkan sangat ingat. Bahkan baru saja Biru melihat statusnya. Ada apa dengannya? Ucap batin Biru. Yang terakhir Biru dengar, ia melanjutkan pendidikan ke luar negeri untuk menambah pendidikannya sebagai Dokter spesialis neurologi. “Ya, masih ingat gak?” tanyanya lagi dengan mata mendelik, seolah-olah Biru adalah seorang tahanan. “Masih,” jawab Biru pelan. Ingin bertanya lebih, tentu saja Biru gengsi. “Ada dengar berita, kalau akan ada Dokter baru yang pindah ke sini?” tanyanya lagi. “Kakakku sayang, seniorku tercinta! Itu bukan urusanku, mending aku kerja kumpulin duit sebanyak-banyaknya biar bisa jadi milyuner muda cantik nan rupawan!” elak Biru, padahal hati Biru sangat ingin tau kelanjutannya. “Ngapain mau jadi milyuner? Kan lo udah terlahir sebagai anak orang kaya?” tanyanya lagi. “Stop! Berbelit-belit banget sih? Kakak mau sampein berita apa? To the point aja!” sanggah Biru. “Ternyata Cio pindah ke sini. Tau gak lo?” ucapnya histeris. Deg! Perasaan Biru menjadi kacau, ada sesuatu yang anah terasa di lubuk hatinya. Apakah postingan tadi untuk Biru? Entahlah. “Hoi! Neng? Kesambet yaw? Kok diem?” tegur Keyva yang melihat Biru terdiam seperti memikirkan sesuatu. Biru? BIRUNI FIRZANA ARFAN! Denger gak?” teriak Keyva di telinga Biru. “Hah! Denger kok Kak! Aku gak budeg lho kak!” jawab Biru dengan ketus. “Lo seneng atau sedih sih? Udah lama ya kita gak ketemu sama dia, semenjak kejadian itu,” ucap Keyva yang tak sengaja kembali mengubak luka hati Biru. Biru hanya tersenyum kecut mengingat semuanya. Semua kejadian yang menjadikannya sangat terpuruk, hingga Dhafin datang untuk menghiburnya. “Gak kok kak! Udah lama juga!” sanggah Biru. *** Seminggu setelah percakapan Biru dan Keyva di kantin. Hari ini terdengar grasak-grusuk kedatangan Dokter tampan yang berhasil mengubah kondisi jiwa-jiwa yang tenang menjadi ketar-ketir. Tapi tidak untuk Biru, ia sudah tau siapa yang datang. Cinta pertama yang sudah jauh terkubur jauh di lubuk hatinya yang paling dalam. Ia hanya berdo’a di dalam hati agar rasa yang pernah terkubur tak pernah kembali lagi untuk kembali berbunga-bunga. “Bru! Bru!” teriak seseorang yang menghentikan langkah Biru yang sedang tergesa-gesa. Deg! Biru tau siapa yang memanggilnya, tapi tak ia acuhkan. Hanya satu orang di atas muka bumi ini yang memanggilnya Bru yaitu Cio. Panggilan sayang Cio untuknya, sedangkan ia memanggil Cio dengan sebutan Cici. “Bru! Aku tau kamu dengar aku!” teriak Cio ketika melihat Biru yang mempercepat kembali langkahnya setelah sempat terhenti karena panggilannya. Biru yang sadar jika ia sudah ketahuan segera mengambil nafas dalam dan menoleh ke arah sumber suara. “Apa?” tanya Biru ketus. “Cantik! Masih sama seperti dulu!” jawab Cio dengan gaya khas nya yang tak pernah terlupakan oleh Biru. Senyum jahil yang ia lemparkan seketika hampir membuat pertahanan dirinya kembali luruh. Hanya senyum sinis yang Biru lemparkan pada Cio. Tak ada kehangatan yang Biru tampilkan. Ia tak ingin menjalin kembali hubungan apa pun dengan Cio baik itu pertemanan, persahabatan atau percintaan. Tidak akan pernah. “Masih marah sama aku?” langkah Kaki Cio mulai mendekat ke arah Biru. Senyum yang mengembang tak pernah hilang dari wajahnya. Ia begitu merindukan Biru, andaikan Biru tak sedingin ini maka tak mungkin saat ini juga ia akan berlari dan memeluk Biru dengan erat. “Mau apa lagi?” tanya Biru yang mulai merasa cemas ketika melihat Cio yang makin mendekat ke arahnya. Sosok yang yang selalu terlihat berantakan dimatanya tapi tidak dimata teman-temannya. Sifat Cio yang selalu “clengekan” di depannya mampu membuat ia jatuh cinta. Tapi tidak untuk sekarang. “Boleh aku bilang, kalau aku kangen kamu?” tanyanya dengan pelan tapi tegas. Terdengar nada kesungguhan diucapan itu. Tak ada lagi Cio yang selalu cengengesan, kini di depan Biru adalah pria yang sangat dewasa dan matang diusianya. “Aku sudah menikah!” jawab Biru. “Dan sudah berpisah bukan?” lanjut Cio dengan senyum smirknya. Tentu saja Cio tau, karena mereka saling mengikuti akun media sosialnya. Sebenarnya bukan saling mengikuti, karena ada campur tangan Keyva yang membajak gawai Biru. Ia yang mengconfirm pertemanan dan memfollow balik akun Cio. Tentu saja Biru berang, tapi bukan Keyva jika tak bisa mengalahkan sifat pemarah Biru. Dengan alasan, “ jika kamu batalkan, maka kelihatan banget kalau kamu masih cinta Cio!” akhirnya Biru terpaksa menuruti kemauan Keyva. “Bukan urusan lo!” sindir Biru lalu melangkah pergi memasuki lift yang telah terbuka dan meninggalkan Cio sendiri yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Biru. “Gue kembali untuk lo Bru! Gue yakin kali ini, hati lu akan kembali gue dapatkan!” ujar Cio yang melihat punggung Biru yang mulai menghilang tertutup pintu lift. *** Biru menatap jauh ke arah jalan. Memikirkan nasib yang ia jalani, kenapa ia harus kembali bertemu dengan Cio. Pria yang berhasil mengoyak-ngoyak hatinya. Perselingkuhan itu masih jelas terasa diingatannya. Berharap Dhafin adalah pelabuhan terakhirnya, ternyata tak berbeda jauh dengan Cio. Pria berengsek itu kini sedang menikmati hidupnya dengan istri barunya dan anaknya. Andai ia tak bertemu Cio, andai ia tak bertemu Dhafin sudah pasti tentunya ia sekarang sudah menjadi wanita yang paling bahagia didunia ini. Ia akan memiliki suami yang mencintainya dan memiliki dua atau tiga orang anak yang lucu. Bahkan jika diminta, ia akan berhenti dari pekerjaan dan mengurus keluarga saja seperti yang dilakukan Bundanya. Bulir air mata menetes di sudut mata Biru. “Tuhan, rencana apa yang sedang kau tuliskan untukku? Masih adakah cinta untukku? Atau aku hanya bisa termangu dalam kesendirian saja?” lirih Biru pelan sembari mengusap air mata yang mulai membanjiri pipi putihnyanya. *** “Sini kamu! Dasar anak gak berbakti. Mama tu capek ngurus kamu yang selalu saja bikin Mama malu. Apa gunanya jadi pengusaha sukses jika mengikuti kemauan Mama saja kamu gak mau!” teriak Mama Dinar yang mengejar Langit menggunakan sapu. Putra dari almarhum suaminya, yang sangat ia sayangi. Pagi ini baru menampakkan batang hidungnya semenjak sebulan sepulang dari Singapur. “Ampun Maaaa!” ucap Langit yang lari terbirit-b***t mendapat perlakuan istimewa dari Mamanya. Reno, asisten Langit tersenyum puas. Hanya dua orang yang ditakuti Langit yaitu Mama Dinar dan adiknya Bintang. Langit, pria yang terkenal dingin dan sadis dalam berbisnis bagai anak kucing penurut jika di hadapan dua wanita istimewa tersebut. Jika setiap hari Reno mendapat bentakan dan dan tendangan di tulang keringnya, hari ini ia menikmati pemandangan yang sering ia temui jika pulang ke rumah Mama Dinar. “Ma! Stop! Aku baru pulang, udah dapat hadiah sapu. Asal Mama tau, aku tuh sibuk banget. Makanya jarang pulang ke rumah!” jawab Langit yang sudah merasa terpojok atas ulah Mama Dinar. “Bukan hanya karena kamu gak pulang, tapi kamu ngecewain Mama! Kamu bikin malu Mama! Paham!” bentak Mama Dinar yang sudah mengangkat gagang sapu untuk menakuti putra semata wayangnya. “Wo! Wo! Santai Ma! Calm! Jangan main pukul! Ada undang-undangnya lho! Bisa aku laporin lho!” balas Langit sambil mengangkat kedua tangannya layaknya tahanan yang sedang tertangkap. “Biarin! Laporin sana! Mama gak takut! Biar kamu, Mama kutuk jadi Malin Kundang!” bentak Mama Dinar yang tak semakin tak terima dengan sikap Langit. “Mama kenapa sih? Apa salah aku?” balas Langit dengan sengitnya. “Abang bikin malu Mama, soalnya kan Mama mau ngejodohin Bang Langit sama anak Tante Alya. Tapi Abang gak datang. Orangnya cantik banget lho Bang! Aku udah lihat fotonya! Bibit yang bagus banget untuk merubah keturunan Abang, soalnya kan Abang jelek!” celetuk Bintang yang sedang menuruni tangga. “Huss! Kamu Bintang! Anak Mama semuanya ganteng dan cantik. Bibit unggul semuanya, jadi gak ada yang perlu diperbaiki,” sanggah Mama Dinar yang kini mengarahkan gagang sapu ke arah Bintang. “Ya ampun Ma! Cuma gara-gara itu, Mama tega menganiaya anak Mama? Sungguh terlalu Mama!” balas Langit dengan menatap sinis Mamanya. “What? Cuma gara-gara itu kamu bilang? Mama tu udah capek-capek ngatur pertemuan kalian karena Nak Biru itu orang yang sibuk! Tau kamu?” ucap Mama Dinar menahan emosi. “Pentingan mana sama aku? Bukannya aku yang lebih sibuk ya Ma?” kali ini Langit melihat Mama Dinar yang sedang lengah berusaha menggapai gagang sapu yang di pegang Mama Dinar. Pletak!! Ujung gagang sapu berhasil mendarat dengan sempurna di kepala Langit. “ Mama!” teriak Langit sambil mengusap-ngusap kepalanya. “Ngelawan kamu sama Mama? Nih, rasain! Emang enak!” ucap Mama Dinar yang terbahak-bahak melihat Langit sedang menahan sakit. “Biru itu seorang janda, tapi cantik banget. Tutur katanya lembut banget. Mama suka banget sama dia waktu pertama kali ketemu. Jangan kecewain Mama untuk kedua kalinya ya Ngit! Mama udah tua, pengen ngemong cucu! Kamu Duda, dia janda. Kan cocok!” lanjut Mama Dinar dengan memasang muka memelas layaknya anak kecil yang sedang merajuk karena tak dibelikan mainan. “Ya nih! Abang jahat banget sih! Kasihan Mama tau!” Bintang yang sedari tadi menyaksikan ikut menimpali. “Hei! Hei! Aku duda, nah kamu? Sampai sekarang, masih inpartu alias ikatan perawan tua!” ejek Langit pada Bintang. “Lah, kan Abang tau! Aku masih ngincar Bang Reno! Ya kan Bang?” ucap Bintang menatap genit ke arah Reno sehingga membuat Reno salah tingkah. “Kalian berdua ya! Bikin Mama naik darah! Sekarang terserah kalian berdua! Mau jomblo sampe uratan, Mama gak perduli!” ucap Mama Dinar yang kemudian melangkah pergi karena tingkah kedua anaknya yang tak ingin menikah bahkan disaat usia mereka sudah beranjak sangat dewasa. Langit, pria yang awalnya sangat mempercayai akan cinta, merasa terkhianati ketika istri yang dicintainya berkhianat dan kedapatan sedang berhubungan intim dengan seseorang yang ia sebut teman baiknya. Sedangkan Bintang, gadis ceria yang tengil. Ia tak mau menikah karena mengejar karir sebagai fashion designer dan tak ingin karirnya terhambat karena menikah. Ia selalu berusaha menggoda Reno, entah itu berasal dari hati yang paling dalam atau hanya gurauan semata. “Bang, mau lihat foto Kak Biru gak?” sapa Bintang yang menyodorkan gawainya untuk memperlihatkan foto Biru. “Ah, gak tertarik!” tepis Langit yang kemudian menyusul Mama Dinar dan meninggalkan Bintang.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD