Bab 2

1590 Words
     Thevy tersenyum kecil menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin pemberian Mada itu tampak sederhana namun cantik. Thevy sangat menyukainya. Terlebih, itu adalah cincin pemberian Mada. Cincin itu adalah bukti keseriusan Mada kepada Thevy.         Ponsel yang berada di samping Thevy bergetar. Segera ia mengambil ponsel itu dan membuka pesan yang ternyata dari Mada.         Thevy, aku ingat kamu pernah bilang kalau menjadi seorang pengantin adalah impian kamu. Kamu pernah berkata kalau setiap pengantin perempuan pasti terlihat sangat cantik di pesta pernikahannya. Pengantin perempuan memiliki aura yang berbeda dari wanita pada umumnya. Mereka tampak anggun dan indah. Mereka bagaikan seorang ratu. Dan kamu bilang kamu ingin menjadi seorang pengantin dan merasakan hal itu. Meskipun bagiku kamu memang cantik tanpa baju pengantin, tapi, aku tetap ingin mewujudkan impian itu. Thevy Pastika, maukah kamu menjadi pengantin perempuanku? Menikahlah denganku.         Thevy tersenyum bahagia membaca pesan yang sangat panjang itu. Bahkan, ia kembali menangis karena terharu.         Salah satu hal yang Thevy sukai dari Mada adalah ini. Dia tipe orang yang memperhatikan hal-hal kecil tentang Thevy. Tentang apa yang Thevy suka atau tidak disukai. Tentang mimpi-mimpi sederhana Thevy atau keluhan tidak penting Thevy. Dia selalu membuat Thevy merasa istimewa. Dia membuat Thevy bahagia.         Lalu sebuah pesan dari Mada kembali masuk ke ponsel Thevy.         Itu yang pengen aku bilang tadi. Tapi, otakku tiba-tiba blank dan aku juga gugup. Intinya adalah aku pengen nikah sama kamu. I love you, Thevy.         Thevy tersenyum membaca pesan yang baru masuk itu. Ia sungguh berharap jika hubungan mereka akan selalu seperti ini, membahagiakan. Ia tidak mau kehilangan pria sebaik dan seperhatian Mada.         Thevy mengetikkan pesan balasan untuk Mada.         Aku juga cinta dan sayang banget sama kamu, Mada. Terima kasih sudah mengajukan diri untuk mewujudkan mimpiku. Aku sungguh merasa beruntung punya kamu. I’m so happy.         Kirim.         Tok... tok... tok....         Thevy menoleh ke arah pintu kamarnya yang saat ini diketuk dari luar.         “Ya?” tanya Thevy.         “Belum tidur, Kak?”         Itu suara Sera.         “Belum. Ada apa?”         “Mau pinjam baju buat besok pergi,” jawab Sera. “Masuk ya?”         “Iya, masuk aja,” jawab Thevy seraya bangkit duduk di atas kasurnya.         Pintu kamar Thevy terbuka. Masuk lah Sera yang saat ini sudah mengenakan piyama bergambar beruang.         “Besok mau pergi ke mana?” tanya Thevy mengamati Sera yang sudah berjalan ke arah lemari pakaian dan membukanya.         “Mau pergi sama temen ke mal, cari perlengkapan buat kuliah,” jawabnya.         Thevy mengangguk mengerti. Sekitar satu bulan lagi Sera akan memasuki semester baru. Sera sedang menempuh kuliah di salah satu universitas negeri di Semarang. Dan berhubung saat ini dia masih libur semester jadinya dia bisa pulang ke Surabaya.         “Tumben jam segini udah naik ke tempat tidur. Biasanya juga begadang nulis naskah,” kata Sera seraya berbalik untuk menatap kakaknya itu.         Thevy tersenyum lebar. Secara otomatis matanya menatap cincin pemberian Mada di jari manisnya. “Pengen cepet-cepet mimpi indah,” jawabnya cengar-cengir.         “Hah?” Sera terdengar bingung. “Mimpi indah?”         Karena rasa bahagia yang tengah Thevy rasakan, ia jadi tidak bisa berkonsentrasi untuk menulis. Jadi, Thevy memutuskan untuk segera tidur dengan harapan bisa langsung bermimpi indah. Thevy ingin menikmati kebahagiaan ini sepenuhnya. Ia akan kembali produktif menulis mulai besok.         “Kamu lihat apa yang ada di jari manisku?” tanya Thevy tersenyum lebar ke arah Sera seraya menunjukkan cincin yang bertengger di sana.         Sera mengernyitkan dahi menatap cincin itu. Ekspresi wajahnya tampak bingung, tidak mengerti. Lalu, tiba-tiba saja Sera membelalakkan mata sambil membuka mulut karena terkejut. Melihat eskpresi Sera yang tampak lucu itu membuat Thevy terkekeh.         “Dikasih cincin sama Kak Mada?” tanyanya kaget yang membuat Thevy menganggukkan kepala.         “Dia ngajakin aku nikah,” jawab Thevy masih merasakan kebahagiaan yang sejak tadi membuatnya terus tersenyum konyol.         “Serius?” Sera berjalan mendekat ke arah Thevy.         “Iya,” jawabnya agak histeris sambil tertawa senang.         “Waaaaah! Selamat Kak,” kata Sera seraya menghambur memeluk kakaknya. “Aku ikut seneng akhirnya Kak Mada ngajakin nikah.”         “Makasih. Aku juga seneng banget!”         “Terus kapan nikahnya?”         “Belum tahu. Mada bilang secepatnya,” jawab Thevy.         “Kalau bisa sebelum aku balik Semarang, Kak. Sebelum perkuliahanku dimulai. Aku kan pengen datang ke acara pernikahan kalian.”         “Atau nanti pas kamu mulai libur semester.”         “Begitu juga boleh.” Sera tersenyum lebar ke arah Thevy. Tampak sekali bahwa adiknya itu ikut bahagia atas kebahagiaan Thevy ini. ***         Siang ini Thevy pergi ke salah satu kafe untuk bertemu dengan Monika, salah satu teman di komunitas menulis. Mereka sudah lumayan lama saling mengenal. Meskipun begitu, mereka hanya pernah bertemu lima kali saja.         “Monika,” panggil Thevy melambaikan tangan ke arah perempuan berambut sebahu yang saat ini tengah berjalan memasuki kafe.         Monika menoleh ke arah Thevy. Lalu dia balas melambaikan tangan dan berjalan ke meja yang diduduki Thevy. Seorang perempuan cantik berwajah tirus berjalan di samping Monika. Tampaknya Monika datang bersama dengan temannya.          “Udah lama nunggu?” tanya Monika seraya duduk di kursi yang berhadapan dengan Thevy.         “Baru aja kok,” jawab Thevy.         “Oh ya, ini kenalin Fiona, teman kantor.” Monika memperkenalkan Fiona kepada Thevy.         Thevy tersenyum ramah kepada Fiona. “Halo, aku Thevy,” katanya mengulurkan tangan ke arah perempuan itu dan menyalaminya.         Fiona balas tersenyum. “Fiona,” ucapnya.         “Jadi, kamu bilang kamu ada berita bagus. Apa itu, Thev?” tanya Monika.         Semalam Thevy sempat bercerita kepada Monika jika dirinya sedang bahagia dan mempunyai kabar bagus. Oleh sebab itu siang ini mereka berdua bertemu. Thevy berniat untuk memberitahu Monika tentang Mada yang sudah melamarnya. Monika memang tahu tentang hubungan Thevy dan Mada. Monika adalah salah satu orang yang menjadi tempat curhat Thevy tentang segala hal. Salah satunya yaitu tentang Mada.         Thevy memperlihatkan jari manisnya yang sudah berisi cincin. Sontak saja Monika terkejut diikuti ekspresi bahagia menatap cincin itu.         “Dia ngelamar kamu?” tanya Monika.         Thevy mengulum senyum lalu mengangguk. “Iya,” jawabnya.         “Selamat Thev,” kata Monika tersenyum lebar. “Ya ampun, aku bahagia banget akhirnya dia ngajakin kamu nikah.”         “Makasih,” ucap Thevy. “Oleh karena itu, hari ini aku traktir kamu. Kamu juga Fiona,” tambanya menatap ke arah Fiona.         “Makasih, Thev,” balas Fiona. “Dan selamat ya, aku ikut bahagia meskipun nggak kenal sama cowok kamu.”         Kemudian mereka bertiga mulai memesan makanan serta minuman. Setelah itu mereka mulai mengobrol ringan mulai dari cerita bagaimana pacar Thevy melamar Thevy, lalu juga tentang naskah yang sedang dikerjakan Monika, serta tentang pria yang tengah dekat dengan Fiona. Thevy merasa senang bisa keluar dan mengobrol santai dengan temannya. Karena biasanya, Thevy memang jarang keluar rumah. Thevy itu agak malas untuk pergi main jika memang tidak ada tujuan yang jelas. Thevy lebih suka menghabiskan waktu di rumah untuk menulis ataupun melakukan hobinya yang lain.         Ponsel yang berada di atas meja bergetar. Thevy langsung mengambil ponselnya itu dan mengangkat panggilan yang ternyata dari Mada.         “Halo,” sapa Thevy.         “Kamu lagi di mana?” tanya Mada.         “Lagi keluar sama Monika,” jawab Thevy. “Di kafe. Ada apa?”         “Di kafe mana? Aku mau nitip sesuatu buat Sera.”         “Di Kafe Mamokka,” jawab Thevy. “Ke sini aja.”         “Ya udah, tungguin ya.”         “Oke,” jawab Thevy. “Hati-hati di jalan.”         “Siapa?” tanya Monika kepada Thevy.         “Cowokku. Dia mau ke sini ngasihin sesuatu buat adikku,” jawabnya.         Monika mengangguk-anggukkan kepala mengerti.         Sekitar lima belas menit berselang, Thevy melihat Mada berjalan memasuki kafe. Sontak saja senyum di bibir Thevy muncul. Thevy melambaikan tangan ke arah Mada yang membuat Mada balas tersenyum. Lalu, pria itu berjalan ke arah meja yang ditempati oleh Thevy.         “Hai,” sapa Mada mengelus rambut Thevy.         Thevy mendongak, menatap pria yang dicintainya dengan penuh rasa kagum. “Hai,” balasnya.         Sebelum kembali mengobrol dengan Thevy, Mada terlebih dulu menatap kedua orang perempuan yang duduk di kursi yang berhadapan dengan Thevy.         “Halo, maaf ganggu,” katanya dengan nada sungkan.         “Nggak ganggu kok,” balas Monika riang.         “Mada?” panggil Fiona menatap pacar Thevy dengan kernyitan di dahi.         Sekilas Thevy melihat ekspresi terkejut di wajah Mada. Lalu, pria itu mencoba untuk tersenyum ke arah Fiona.         “Fiona,” sapa Mada singkat.         “Kalian saling kenal?” tanya Thevy menatap Mada dan Fiona secara bergantian.         “Kami dulu kuliah di kampus yang sama,” jawab Mada santai.         “Ah, begitu,” kata Thevy mengangguk mengerti.         “Oh ya, ini tolong kasihin ke Sera ya,” kata Mada menyerahkan bungkusan kecil kepadaThevy.         “Apa ini?”         “Gantungan kunci beruang,” jawab Mada. “Sera suka sama karakter beruang kan? Tadi aku lihat ini terus ingat dia. Sera pasti seneng.”         “Buat aku mana?”         “Buat kamu nanti milih sendiri deh kalau kita jalan,” kata Mada yang membuat Thevy terkekeh pelan.         “Oke,” balas Thevy.         “Ya udah kalau gitu aku mau balik ke kantor,” kata Mada berpamitan. “Silakan lanjutkan mengobrolnya.”         Setelah itu Mada berjalan pergi meninggalkan Thevy dan teman-temannya. Tak lama setelah kepergian Mada, Fiona pamit untuk pulang terlebih dahulu karena ada urusan mendadak. Dan akhirnya tinggal Thevy dan Monika di meja itu. “Jadi, rencananya kalian bakal menikah kapan?” “Mada bilang secepatnya,” kata Thevy. “Mungkin setelah pertemuan kedua keluarga tanggal dan bulan pernikahan kami akan lebih jelas.” “Kapan pun itu aku berdoa semoga lancar ya, Thev. Aku beneran seneng banget dengar kabar gembira ini.” Thevy tersenyum ke arah Monika. “Thank you, Mon.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD