Bab 3

1141 Words
Setelah pertemuan kedua keluarga sekitar seminggu yang lalu, kini Thevy benar-benar sangat sibuk. Pasalnya Mada menginginkan pernikahan mereka diadakan bulan depan. Ya, bulan depan. Jadi, Thevy harus mempersiapkan pesta pernikahan mereka dalam waktu kurang dari satu bulan. “Ternyata Mada udah nggak tahan pengen cepet-cepet nikah sama kamu, Thev,” kata Nadin, sahabat Thevy sejak duduk di bangku SMA. Tadi pagi tiba-tiba saja Nadin berkunjung ke rumah Thevy. Padahal, Thevy pikir Nadin sedang berada di Jakarta karena memang sahabatnya itu bekerja di salah satu perusahaan di kota itu. Tentu saja kehadiran Nadin membuat Thevy senang. Pasalnya mereka sudah lama tidak bertemu. Mungkin sudah sekitar hampir satu tahun. “Iya, Din. Mada kan cinta sama aku. Makanya dia pengen buruan nikah,” balas Thevy terkekeh pelan. “Please, kamu bakal datang kan di pesta pernikahanku?” “Kayaknya nggak bisa deh, Thev. Aku kan sudah ambil cuti libur buat mingu ini.” “Yaaah,” balas Thevy lesu. “Masak aku nikah kamunya nggak dateng.” “Kamu sih, nikahnya mendadak.” “Ya kan daripada nggak diajak nikah-nikah,” balas Thevy. “Aku kasih kado aja ya. Kado bulan madu ke Bali gimana?” “Kadonya kamu datang ke nikahanku aja lah.” “Dibilangin nggak bisa,” balas Nadin. “Aku kasih kado tiket honeymoon. Oke?” Nadin mengedipkan sebelah matanya ke arah Thevy dengan ekspresi jenaka yang membuat Thevy geleng-geleng kepala. Tok... tok... tok.... Suara ketukan di pintu kamar Thevy membuat Thevy dan Nadin menoleh ke arah tersebut. Kini terdengar suara Sera memanggil-manggil nama Thevy memintanya untuk segera turun karena sudah ditunggu Ibunya. Siang ini mereka berencana untuk pergi fitting baju pengantin. Dan Thevy sangat bersemangat sekali mengenai hal itu. “Ikut aku fitting gaun pengantin, ya?” ajak Thevy. Nadin menganggukkan kepala. “Oke, siap,” katanya seraya memberi hormat kepada Thevy. “Mada ikut juga?” “Iya. Nanti ketemu di sana.” Kemudian mereka berdua turun ke lantai satu di mana Ibu Thevy dan Sera sudah menunggu. Setelah itu, mereka pergi ke tempat penyewaan gaun pengantin. Thevy mencoba beberapa gaun pengantin. Semua gaun yang dipakaianya terlihat sangat cantik di tubuh Thevy yang bisa dibilang ramping tapi juga berlekuk. Thevy pun merasa senang dapat mencoba gaun-gaun itu yang menurutnya sangat indah. “Ini gimana?” tanya Thevy kepada Ibu, Sera dan Nadin. Saat ini Thevy tengah mengenakan gaun pengantin berwarna putih gading dengan rok yang agak mengembang. Thevy merasa menjadi seorang ratu ketika mengenakan gaun pengantin dengan model seperti ini. “Bagus, Thev,” kata Nadin tersenyum lebar ke arahnya. “Kak Thevy cocok pakai itu.” Sera mengangguk setuju. “Iya, Ibu juga ngerasa itu cocok di tubuh kamu, Nak,” kata Ibunya tampak bahagia ketika melihat ke arah Thevy. “Omong-omong Mada mana? Nggak jadi ke sini?” tanya Nadin. “Nggak tahu,” balas Thevy. “Bentar aku telepon Mada dulu, deh.” Thevy berjalan menuju sofa yang disediakan. Ia mengambil ponselnya yang berada di dalam tas lalu menghubungi Mada. Namun, pria itu tidak segera mengangkat panggilan dari Thevy yang membuat Thevy mengernyit bingung. “Nggak diangkat,” kata Thevy. “Mungkin masih di jalan,” balas Ibunya. “Iya, mungkin.” “Coba yang lain deh, Kak,” ucap Sera kepada kakaknya itu. Thevy tersenyum lalu menganggukkan kepala. “Oke,” balasnya. *** Thevy menatap ponselnya yang sejak tadi hening. Tidak ada pesan ataupun panggilan masuk dari Mada. “Kenapa?” tanya Nadin seraya menatap Thevy dengan kening berkerut. Thevy menarik napas dalam lalu menggelengkan kepala. “Nggak,” jawabnya. “Jadi, kamu bakal balik ke Jakarta kapan?” “Tiga hari lagi kayaknya,” kata Nadin. “Kamu kalau nggak sibuk main dong, ke Jakarta.” “Kan kamu tahu sendiri kalau aku sedang sibuk-sibuknya,” balas Thevy tersenyum kecil. “Ah, iya. Aku sampai lupa kalau kamu sedang mempersiapkan pesta pernikahanmu,” kata Nadin seraya meminum minuman pesanannya. Saat ini Thevy dan Nadin sedang berada di salah satu restoran yang berada di mal. Tadi setelah selesai fitting gaun pengantin, Thevy mengajak Nadin pergi ke mal untuk sekadar nongkrong. Sera serta Ibu Thevy tadi langsung pulang ke rumah. “Oh iya, Mada ke mana? Katamu tadi seharusnya dia datang pas kamu fitting gaun pengantin?” tanya Nadin. “Dia sedang sibuk, ada kerjaan. Makanya nggak bisa datang,” jawab Thevy tersenyum lebar, menyembunyikan kebohongannya. Sebenarnya Thevy tidak tahu Mada berada di mana. Thevy pun tidak tahu kesibukan Mada saat ini. Karena sejak tadi kekasihnya itu tidak membalas pesan ataupun panggilan Thevy. Bahkan, Mada tidak memberi kabar jika dia tidak akan datang ke butik tempat Thevy fitting gaun pengantin. Thevy sangat khawatir dengan keadaan Mada. Thevy hanya berharap jika saat ini Mada memang sedang sibuk kerja hingga lupa memberi kabar. “Emangnya nggak bisa meluangkan waktu sebentar buat datang? Padahal kan kamu nungguin dia banget,” kata Nadin agak sewot. Thevy terkekeh pelan. Sahabatnya itu memang paling sensitif dengan kata menunggu. Karena sejatinya Nadin itu orang yang tepat waktu dan tepat janji. Jadi, Nadin bakal sewot sendiri jika ada orang yang ingkar tentang kedua hal tersebut. “Nggak nunggu-nunggu banget kok,” timpal Thevy. “Apanya,” sahut Nadin. “Dari tadi kamu lihatin HP terus. Dia nggak balas pesanmu?” “Dia pasti sedang sangat sibuk. Aku maklum. Lagian, kerjaan dia pasti numpuk banget kan secara dia juga ikut sibuk ngurusin pesta pernikahan kami.” Nadin menganggukkan kepala mengerti. Thevy membuang pandangan ke arah jendela. Dilihatnya orang-orang yang tengah berlalu lalang, berjalan ke sana kemari menyusuri toko-toko yang berada di mal. Lalu, tanpa sengaja Thevy melihat seorang pria yang sedang berjalan menuju ke arah eskalator. Pria itu terlihat sedang berjalan bersisihan dengan seorang perempuan berambut panjang. Meskipun Thevy hanya melihat bagian samping pria itu, tapi Thevy yakin jika itu tadi adalah Mada. Tapi, apa yang Mada lakukan di sini? Dan siapa perempuan itu? Apa mereka memang pergi berdua? Atau mereka tanpa sengaja berjalan bersisihan tanpa mereka kenal satu sama lain? “Kamu lihat apa, sih?” tanya Nadin seraya menatap arah pandang Thevy, mencari-cari apa yang sedang Thevy amati. Thevy memaksakan seulas senyum lalu menggelengkan kepala. “Nggak, kok,” jawabnya. “Hanya ngerasa mal ini ramai banget. Banyak orang yang sedang belanja.” Nadin menganggukkan kepala. “Iya lah. Mal selalu ramai, Thev,” balasnya. “Habis ini mau nggak nemenin aku belanja?” Thevy menganggukkan kepala. “Oke,” katanya. “Aku pengen beli sepatu buat kerja,” ucap Nadin seraya kembali meminum minuman pesanannya. Thevy kembali melirik ke arah di mana ia menemukan Mada. Saat ini sosok pria itu sudah hilang dari pandangan. Ingin sekali Thevy berlari untuk mengejar Mada untuk memastikan bahwa kekasihnya itu berjalan sendirian. Selain itu, Thevy juga ingin menanyakan kenapa Mada tadi tidak datang tanpa mengabarinya. Padahal kan Thevy menunggu kehadiran pria itu dengan sangat gelisah. Thevy ingin Mada memujinya cantik ketika mengenakan gaun pengantin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD