2. Boss sinting!

1040 Words
Aiko melangkah masuk kedalam ruangan HRD dengan gugup. Sungguh, dia tidak pernah merasa segugup ini sebelumnya. Setelah semua yang terjadi, Aiko bahkan sempat hampir menyerah. Aiko memang tidak menjadikan hal ini sebagai kesempatan terakhirnya. Namun, sebisa mungkin Aiko berusaha untuk tidak gagal kali ini. "Aiko Dee Anastasya." Ketika namanya dipanggil. Aiko segera membetulkan kembali poninya yang mungkin berantakan, atau baju kemeja putihnya yang agak kusut. Setelah kurang lebih 50 menit lamanya waktu berjalan, hampir satu jam lebih tepatnya. Hanya saja, Aiko keluar dari ruangan HRD dengan wajah keheranan. Kenapa dunia tiba-tiba Aneh, saat ini? Aiko mengerjabkan mata beberapa kali. Entah, sudah berapa kali dia berpikir keheranan. Aiko sudah berpikir, kemungkinan si mbak-mbak yang ada di HRD bakal tegas dan marahin dia karena sempat telat masuk tadi. Tapi... kenapa, Aiko merasa ada yang aneh dan berbeda? Aiko bahkan bisa masuk kerja saat ini. Aiko awalnya hendak bertanya, tapi sudah disuruh keluar duluan sama mbak-mbaknya. Aiko jadi bingung, mau langsung kerja. Tapi gak tau letak ruangan Ceonya dimana? Kalaupun pulang dan bawa berita gembira ini, Takutnya esok hari. Aikonya malah dapat kabar kalau dia dipecat karena lalai kemarin. Aiko menepuk jidatnya pelan, untuk apa ada mbak-mbak yang jaga depan. Kalau dia gak manfaatkan untuk bertanya. "Permisi." Aiko menyapa dengan sopan. Salah satu dari kedua wanita itu menoleh, lalu tersenyum. "Ada yang bisa saya bantu?" Tanya-nya. Aiko menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Ruangan Ceonya dimana ya?" Tanya Aiko hati-hati. Si mbaknya malah menatap heran kearah Aiko. "Sudah pernah bikin janji?" Aiko menggeleng. "A-anu mbak, saya asisten barunya pak ceo." Ucap Aiko gugup. Agak malu juga sih mengakuinya, dia diterima dadakan. Mana gak dianter keliling dulu buat pengenalan. Aiko juga merasa aneh, begitu mbak-mbak yang tadi malah segera memberitahunya. "Ada dilantai 5, ruangan ekslusif hanya milik beliau." Aiko mengangguk dengan wajah terheran-heran. Namun, ketika Aiko kembali mencerna ucapan si mbak mengenai ruangan pak bos. Aiko jadi yakin, Bosnya ini orang yang introvert. Buktinya, lantai paling atas hanya milik dia. Yang berati, gak ada ruangan selain milik dia. Aiko jadi penasaran, apakah orang yang kak Daniel bilang freak, emang se-freak itu? Oh ya! Kenapa Aiko gak kepikiran nanyain langsung ke Kak Daniel. Astaga, Aiko emang harus menjernihkan pikiran sebelum bertindak karena panik. Ketika Aiko memasuki lift, Aiko tidak sengaja bertemu dengan Daniel. Padhaal, baru saja wajah pria itu terlintas dipikirannya. Daniel sudah lebih dulu menampakkan diri. "Lho, Aiko?" Aiko tersenyum membalas ucapan Daniel, udah kaya orang yang lama kenal dan baru ketemu sekarang. "I-iya kak." Jawabnya canggung, gak enak juga dia ninggalin suasana hening saat ini. Udah liftnya kerasa sepi. "Gimana, keterima?" Daniel memulai kembali topik pembahasan, diantara mereka berdua. Aiko tersenyum, lalu mengangguk pelan. "Wah, selamat ya!" Daniel tersenyum lebih lebar dan bersemangat, matanya aja sampai menyipit saking lebarnya senyuman itu. "Kayanya, harus langsung lapor ke Dania nih." Aiko tersenyum samar. "Oh iya, kamu udah tau kan letak ruangannya dimana?" Aiko mengangguk. Ingin rasanya, Aiko mengatakan pada Daniel, "Kalau gue gak tau, gue gak akan disini." Aiko kembali tersenyum ketika Daniel menatapnya untuk yang terakhir. Sebelum, mereka berdua berpisah karena ruangan Daniel ada di lantai tiga. Baru setengah lantai, Aiko sudah misuh. Dia gak misuh sama Daniel, tapi misuhin gedung kantor yang punya banyak lantai. Memang, kantor ini termasuk kantor dengan lantai yang tidak terlalu banyak. Berbeda dengan yang ada diluar negri. Aiko misuh, kenapa dia merasa ingin kembali turun kelantai dasar. Bukankah, kontrak kerjanya dimulai esok hari? Ting! Pintu lift terbuka, Aiko segera keluar dari lift. Ia menatap pintu ruangan yang disampingnya ada kaca besar. Memperlihatkan, seorang pria berpostur tegap. Tengah sibuk dengan rangkaian dokumen diatas meja kerjanya. Aiko menarik nafas panjang, sebelum menghembuskannya perlahan. Dia yakin, dia pasti bisa melewati semua ini. Sudah cukup dia merasa insecure ketika keluarganya datang, lalu bertanya. Apa pekerjaan Aiko saat ini? Sungguh, pertanyaan itu lebih mengganggunya daripada pertanyaan, "Aiko kapan nikah?" Tok... tok... tok... Aiko mengetuk pintu ruangan dengan hati-hati. Dia sungguh takut kalau atasannya tidak menyukainya. "Masuk." Suara dari dalam sana membuat sebagian dari diri Aiko, melemas. Ceklek! "Ekhem." Aiko memutar otak untuk mengatakan apa yang menjadi maksudnya datang kemari. "Duduk lah dimeja pojok kiri, disana memang tempatmu." Aiko tampak terkejut. Tanpa basa-basi, Aiko segera melangkah kearah meja yang letaknya hanya lima langkah dari meja atasan. Aiko dilanda bingung, setelah duduk. Apa yang akan dia lakukan? Secara dia belum tau tugasnya apa aja? "K-kamu?" Aiko segera menoleh ketika pak bos tiba-tiba menatapnya, bahkan jari nya dengan berani menunjuk kearah, Aiko. Aiko mengerjabkan matanya. Ketika manik mata mereka bertemu, Aiko justru merasa kagum dan terkejut disaat yang bersamaan. Pak bosnya, Terlihat tampan dan masih muda. Bukankah, harusnya yang jadi atasan Aiko, adalah pria bangkotan? Aiko segera menggeleng. "A-ada apa pak?" Aiko bertanya gugup, ketika pak Bos kembali diam. "Tidak ada, lanjutkan saja kerja kamu." Ucapnya kembali dingin. Hal itu malah membuat Aiko keheranan. Bukannya tadi pak bos nunjuk-nunjukin dia? Oke, bukan itu yang jadi masalahnya sekarang. Melainkan, bagaimana dia akan bekerja sekarang? Lalu, apa yang harus dia kerjakan? Aiko menatap dengan takut kearah bosnya itu, Namun akhirnya nekat bertanya. "P-punten, saya harus kerjain apa ya pak?" ### Aiko berulang kali menggerutu, ketika atasan barunya itu menyuruh dia, untuk memasang galon pada dispenser. Lebih parahnya, Aiko disuruh cuci tangan dulu pake handsanitizer. Karena emang dia gak bisa nahan kesel, dia pamit ke toilet setelah berhasil memasang galon tersebut. Di dalam toilet, Aiko tak berhenti untuk terus menggerutu si bos yang keliatannya beda 3 tahun sama dia. Ganteng sih, tapi kok ya gak ada akhlak, masa cantik-cantik gini disuruh pasang galon. "Bos bengek!" Tugas dia juga jadi asisten, bukannya nyuruh ngecek jadwal atau gimana. Ini malah disuruh pasang galon, siapa yang gak gondok coba? Keluarnya dari toilet, Aiko malah dapat tatapan tajam dari si pak bos. Aiko malah membalas tatapan itu dengan senyum terbaiknya. "Kamu ngapain, Saya suruh kamu sudah sesuai tugas. Jadi saya tidak salah." Aiko tampak mengernyit. "Ada apa ya pak, Saya ada tugas baru?" Aiko malah balik bertanya. Dia masih bingung, kenapa si Pak bos tiba-tiba berkata begitu. Mana posisi dia ada didepan toilet perempuan lagi. Si pak bos tampak mijit pelipisnya, "Oke, Sekarang ikut saya rapat!" Aiko menurut, biarin ajalah daripada Aiko kena omel. ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD