PART 18 - PERUBAHAN

1729 Words
“Kamu sudah minum obat?” tanya Ryuzaki padaku. Lagi-lagi ia menunjukan perhatian yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. "Sudah." aku tidak tahu apakah ia bisa melihat ekspresi bingungku padanya atau tidak. Tapi sungguh aku benar-benar bingung dengan perubahan yang ia berikan. “Kamu istirahat saja kalau begitu.” lanjutnya. “Iya.” Aku ingin istirahat, namun menyadari ia ada berada disebelahku dan sedang menatapku membuatku merasa tidak nyaman. Namun kucoba menutup mataku, siapa tahu aku bisa tertidur. Saat aku menutup mata pura-pura tertidur, aku merasakan sentuhan tangan dirambutku. Mataku  bergetar saat ini. Aku dapat merasakan Ryuzaki sedang merapikan rambutku. Aku benar-benar tidak bisa menahannya, dan langsung saja aku membuka mataku. “Aku merapikan rambutmu.” ucap Ryuzaki dengan tenang saat melihatku membuka mata dan memperhatikannya. “Oh oke.” balasku. Ryuzaki kembali duduk dibangkunya dan menatapku tanpa henti. Ia sedang melihatku, namun tatapan nya terlihat kosong seakan sedang terbenam dalam pikirannya sendiri dan aku tak ingin mengganggunya. Suara pintu ruanganku terbuka lagi dan kutahu bahwa Dewilah yang kembali kekakamar. “Terima kasih, Ryuzaki.” ucap Dewi pada Ryuzaki. “Tidak masalah.” balas Ryuzaki. “Ehm.. kau bisa meninggalkan kami, aku takut kalau kau mungkin punya kegiatan lain yang harus diselesaikan.” ucapan Dewi terkesan sedikit mengusir Ryuzaki secara halus. Aku menoleh kearahnya, merasa tidak nyaman mendengar ucapan sepupuku itu. “Saya tidak memiliki pekerjaan yang penting dan urgent ya.” balas Ryuzaki.    “Saya juga punya aktivitas yang cair.” lanjutnya. Cair? Apa aku tidak salah dengar? “Aktivitas cair? Maksudnya?” Dewi sepertinya menyadari kejanggalan dari ucapan Ryuzaki. “Maksudnya aktivitas saya tidak padat.” Ryuzaki mnegucapkan kalimatnya dengan polosnya. Aku ingin tertawa lepas mendengar ucapannya namun karena sakitku aku menahan tawaku dan hanya mampu sebatas tersenyum saja. Berbeda dengan Dewi, sepupuku itu tertawa cukup keras. “Astagaa… Maaf-maaf.” ujar Dewi setelah lelah tertawa. Ryuzaki yang tak memahami kesalahan ucap yang ia katakan tanpak bingung dengan reaksi kami berdua. “Kamu tidak menggunakan kata Cair untuk kalimatmu itu.” Dewi menjelaskan kesalahan kalimat yang dibuat Ryuzaki. “Oh begitu?” tanya Ryuzaki tanpak penasaran. “Iyalah. Cair itu menjelaskan suatu benda seperti benda cair begitu, tidak bisa memakai kalimat ‘aktivitas yang cair.’” Dewi menjelaskan sambil mencoba menahan tawanya “Aaahh saya paham. Saya pikir karena ada kalimat aktivitas yang padat, saya bisa gunakan lawan kata padat yaitu cair.” ucap Ryuzaki dengan ekpresi wajah bingung yang sudah menghilang. Ia sudah menyadari bahwa kalimatnya salah. “Tidak bisa, Ryuzaki.” Dewi kembali tertawa. “Cair bisa digunakan untuk menjelaskan keadaan juga. Misalnya keadaan yang mencair seperti itu” setelah makan aku merasa memiliki lebih banyak energi, walau kepalaku masih sakit, aku mencoba mengajari Ryuzaki Bahasa Indonesia walau sedikit. “Oh begitu. Oke. Terima kasih ya, saya dapat pelajaran baru hari ini.” Ryuzaki menatap mataku dalam. Inginku lebih lama menatap mata pria itu namun rasa kantuk tiba-tiba menyeruak membuatku tak mampu untuk menahannya. “Aku ingin tidur.” ucapku pada Dewi dan Ryuzaki. “iya, tidurlah.” balas Dewi. Untuk pertama kalinya aku dapat tertidur pulas dalam hitungan menit. Aku sayup-sayup mendengar Dewi dan Ryuzaki sedang berbicara, semakin lama semakin pelan dan akhirnya aku tertidur. *** Ini malam pertamaku menginap dirumah sakit sebagai seorang pasien. Mas Tomo, kak Andi, paman, bibi berkumpul menemaniku. Dewi pulang kerumah untuk mandi. “Kapan hasil CT Scannya keluar?” tanya paman pada bibiku. “Paling cepat besok.” ujar bibiku sambil menaruh piring kosong sisa makan malamku. “Kepalanya masih sakit, Mal?” tanya paman padaku. “Masih.” jawabku. Aku merasa fisiku sudah jauh lebih baik dibadingkan siang tadi, namun rasa sakit dikepalaku masih terasa menggangguku. “Semoga semuanya baik-baik saja.” pamanku memperhatikanku lalu tersenyum. “Kamu gak usah pikir yang lain-lain ya, Mal. Fokus kesembuhanmu saja dulu.” lanjut pamanku. Dari kata-kata paman aku merasa kalau bibi mungkin sudah memberitahu soal pembicaraan kami tadi siang perihal biaya rumah sakit. “Terima kasih ya paman, bi.” aku memandang bergantian kepada paman dan bibiku, mereka benar-benar orang yang sangat aku sayangi. “Dek, ada mau makan yang lain gak?” mas Tomo tiba-tiba mendekati ranjangku. Sedari tadi ia duduk disofa panjang yang ada disudut ruangan bersama kak Andi yang tengah membaca buku mengenai arsitek. “Gak ada mas, Mala sudah kenyang.” aku mencoba membalas ucapan mas Tomo sebaik mungkin karena aku tahu ia sedang mencoba untuk bersikap seperhatian mungkin padaku. “Iya… Bilang kalau butuh sesuatu ya.” Mas Tomo kini duduk dibangku disebelah ranjangku. Aku melihat paman dan bibi menahan tawa mereka melihat perlakuan mas Tomo padaku. Mereka berdua lalu keluar kamar, meninggalkanku bersama mas Tomo berbicara berdua. “Ada yang luka lagi gak selain di kepala?” “Yang parah cuma kepala aja mas. Sisanya memar-memar aja dan sedikit lecet.” aku mengangkat tanganku, menunjukan tanganku yang lecet kemerahan akibat terkena aspal jalanan. “Ya ampun. Ada lagi lecet-lecetnya?” mas Tomo memperhatikan lecet ditangan kiriku. Sebenarnya lecetnya tidaklah banyak dan tidak menimbulkan sakit yang berarti untukku. “Itu aja mas.” “Besok mas bawakan minyak untuk obatin lukanya ya.” “MInyak apa?” aku sedikit takut menggunakan obat-obatan alami yang belum pernah aku gunakan sebelumnya. “Ada minyak dikasi mbah dari Jawa. Kalau luka mas biasa pakai itu, cepet banget sembuhin lukanya.” Mas Tomo begitu bersemangat menjelaskan mengenai minyak obat miliknya. “Aku sudah dapat obat salep mas. Pakai itu saja cukup. Terima kasih ya sudah menawarkan.” Aku berusaha menolak tawaran mas Tomo tanpa membuatnya tersinggung. Aku juga sebenarnya tidak ingin membuatnya kerepotan karenaku. Ditengah obrolan kami, terdengar suara yang memasuki kamarku. “Permisi...” Aku, mas Tomo dan kak Andi melihat sumber suara itu bersamaan. “Ryuzaki…” dia datang lagi kesini. Sudah sepanjang siang dia menemaniku, kini dia datang lagi kesini. “Halo, permisi…” aku melihat Ryuzaki membungkuk kearah kak Andi dan mas Tomo sambil berjalan kearahku. “Hi….” Ryuzaki menatapku dengan lekat. “Iya, kamu datang lagi?” tanyaku reflek. Setelah beberapa detik, aku baru menyadari bahwa pertanyaan ini terkesan aneh karena memang sudah jelas kalau Ryuzaki datang kesini. Ya ampun Nirmala. Seharusnya aku tidak menanyakan hal itu... “Iya, tadi saya lewat didepan rumah sakit ini dan berpikir mau mampir sebentar untuk melihat keadaanmu ya.” pandangan Ryuzaki berpindah dariku ke mas Tomo saat menjawab pertanyaanku. “Oh, sendirian? Tidak bersama pacarmu?” celetuk mas Tomo tiba-tiba. “Pacar? Saya tidak punya pacar ya.” balas Ryuzaki dengan santai. “Oh begitu? Aku pikir wanita cantik yang bertemu dengan kami beberap hari yang lalu itu pacar kamu.” aku merasa ada nada yang berbeda dari ucapan mas Tomo ke Ryuzaki. Terdengar seperti bukan mas Tomo yang biasa. Lebih terdengar dingin dan kurang ramah. “Ahh, itu Bella. Kita berteman ya, dia teman saya.” jawab Ryuzaki. Aku tidak tahu apakah ucapan Ryuzaki benar atau tidak, namun melihat dari cara bicaranya sepertinya ia mengatakan kebenaran, kalaupun dia berbohong, dia benar-benar ahli untuk berbohong karena bisa terliat sesantai itu. “Oh…” mas Tomo menjawab singkat ucapan Ryuzaki dan tak melepaskan pandangannya pada pria itu. “Saya menceritakan soalmu kepada Bella, dia ikut sedih mendengar kecelakaan yang kamu alami dan ingin bertemu denganmu tapi dia ada flight untuk kembali ke Jakarta sore ini jadi tidak bisa datang.” ujar Ryuzaki padaku. “Kalau kamu bisa menghubunginya, tolong sampaikan terima kasihku pada mbak Bella ya.” entah mengapa aku merasa lebih tenang memikirkan mbak Bella dan Ryuzaki saat ini setelah mendengar ucapan Ryuzaki bahwa mereka berdua hanya berteman saja. “Iya, nanti saya sampaikan.” kedua mataku dan Ryuzaki bertatapan kembali cukup lama. “Katanya cuma sebentar disinikan?” mas Tomo kembali tiba-tiba mengatakan sesuatu yang membuatku merasa tidak enak pada Ryuzaki. “Mas…” aku menyentuh tangan mas Tomo yang sedang memegang pinggir ranjang tempatku duduk saat ini. Aku harap mas Tomo memahami ekspresi wajahku yang sangat tidak menyukai perbuatannya. Ryuzaki adalah tamuku saat ini, mas Tomo tidak berhak untuk mengatakn itu padanya. “Ah iya, saya pikir tidak akan lama ya karena sudah malam juga.” ujar Ryuzaki. Ia menghembuskan nafasnya dalam lalu menatapku kembali. Aku melihat jam dinding kotak yang baru menunjukan pukul 07.18 malam. Ini belum terlalu malalm untukku. “Semoga cepat sembuh ya, Nirmala.” lanjut Ryuzaki. “Iya. Terima kasih Sudah datang.” balasku. “Sama-sama. Saya pemisi dulu ya.”Ryuzaki berpamitan kepadaku, mas Tomo dan kak Andi yang masih duduk di Sofa. Aku terus memperhatikannya melangkah hingga akhirnya ia membuka pintu kamar rawat inap ini dan keluar. “Dia tadi siang datang kesini juga?” tanya mas Tomo setelah Ryuzaki pergi. “Iya.” jawabku singkat. Aku masih malas bicara dengan mas Tomo karena sikapnya yang menurutku kurang sopan. “Ngapain dia kesini?” tanya mas Tomo lagi. “Dia yang bawa aku kerumah sakit mas. Dia yang tolong aku.” jawabku dengan nada suara yang sedikit kukeraskan. Aku merasa benar-benar tidak suka dengan ucapan mas Tomo barusan, memangnya apa yang salah kalau Ryuzaki datang kesini. “ Oh, begitu.” ekspresi wajah mas Tomo berubah seketika saat mendengar ucapanku. Ia yang tadinya tanpak kesal berubah menjadi bingung dan memilih diam. Kuharap ia menyesal dengan perlakukannya kepada Ryuzaki tadi, jadi ketika bertemu dengannya, mas Tomo bisa bersikap lebih baik padanya. Sebenrnya tidak hanya pada Ryuzaki tapi kepada teman-temanku yang lainnya dimasa mendatang. “Iya. Jadi tolong mas Tomo jangan bertindak seperti tadi lagi. Ryuzaki teman Mala,dia juga sudah sangat baik mau menolong Mala.” aku memelankan suaraku, kembali seperti normalnya aku berbicara. “Iya dek, Maaf.” kurasa mas Tomo menyesal dengan ucapannya. Aku bisa melihat wajahnya kini berubah menjadi sedih. “Makanya jangan posesif jadi orang, Tom.” celetuk kak Andi. Aku tidak menyangka kak Andi ternyata mengukuti pembicaraanku dan mas Tomo dari tadi. “Siapa yan posesif, ndi.” balas mas Tomo berbalik melihat kak Andi yang masih sibuk membaca bukunya. “Terus apa? Cemburu?” kak Andi melepas tatapannya dari buku lalu melihat mas Tomo sekilas, lalu kembali membaca lagi. Mas Tomo tidak langsung membalas ucapannya kak Andi, setelah beberapa detik berdiam, ia pun membalas ucapan kakak sepupuku itu. “Sepertinya begitu, ndi” Mereka berdua sedang membahas mengenai perasaan dengan santainya seakan aku tidak ada diantara mereka. Walau mas Tomo tidak mengarahkan ucapannya langsung padaku, tapi aku merasa malu mendengar ucapannya karena aku jugalah yang sedang mereka bahas. “ Cuma cowok yang merasa kalah aja yang merasa cemburu, Tom.” balas kak Andi. “Ehm…ehm…” aku mencoba menegur mereka, membuat dua pria ini menyadari bahwa aku masih ada bersama dengan mereka. Jadi sebaiknya mereka tidak membahas hal-hal itu langsung didepanku. “Maaf ya dek Mala.” Mas Tomo sepertinya menyadari kode dariku. Ia segera menghentinkan ucapannya dengan mas Andi. Tak lama kemudian bibiku masuk keruangan seorang diri tanpa paman. “Bapak kemana bu?” tanya kak Andi. “Di kantin rumah sakit, biasa ngopi. “ balas bibiku. “Yuk Tom, kita ngopi juga.” Kak Andi bangkit berdiri, meletakkan bukunya diatas meja didepan sofa lalu berjalan mendekati kami dan merangkulkan tangannya dileher mas Tomo. “Apaan sih, aku mau jagain dek Mala disini, kamu aja yang ngopi sana.” Mas Tomo melepaskan rangkulan kak Andi dan menolak pergi dengannya. “Sudah. Kamu bukannya jagain, malah ganggu. Biarin Mala istirahat. Sini.” kak Andi berusah kembali mengalungkan tangannya pada leher mas Tomo. “Sudah sini ayo. Aku mau ngomong juga.” kak Andi menarik paksa mas Tomo lagi. “Nanti mas balik lagi ya, dek.” mas Tomopun yang tak kuat menahan kak Andi, mengikuti ajakan kak Andi untuk ke kantin. AKu dan bibi hanya menatap bingung pada tingkah anak laki-laki semata wayangnya itu dan mas Tomo.  Perilaku memang benar-benar tidak bisa kutebak sama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD