Bab 1 Bola dan Es Krim

1100 Words
Bola plastik itu menggelinding di area Mall megah yang sedang banyak pengunjungnya, lalu bersarang di bawah kaki seseorang. Di belakangnya berlari seorang bocah laki-laki kecil berumur sekitar tiga tahunan. Sementara di tempat lainnya lagi, seorang perempuan yang cantik berlari tidak begitu jauh, mengejar anaknya yang bernama Gagah. Namun, langkahnya terhenti seketika. Deg! ia mengenal pemilik sepatu itu, yang berdiri menjulang tinggi di hadapan anak laki-laki kecilnya. Dengan segera tubuh rampingnya menyelinap ke belakang sebuah pilar besar, penompang bangunan Mall itu, secara diam-diam. Dengan hati cemas, ia terus memperhatikan lokasi Gagah dan laki-laki tinggi itu. Wajah Gagah terangkat, saat melihat bolanya tertahan di kaki seseorang yang tidak dikenalnya. "Bolaku" tunjuknya mengarah pada sepatu lelaki itu. "danan ijak bolaku!" katanya lantang dengan lidah cadelnya, sepertinya marah karena bolanya ada di bawah sepatunya. Tapi karena raut wajah ciliknya sangat tampan, mimik marahnya malah terlihat lucu hingga yang punya sepatu itu tersenyum, mulai tertarik dengan sikap beraninya. "Bolamu baik-baik saja, kamu tidak usah marah." ucapnya dengan suara rendah. Kemudian dia mengambil bola itu dari bawah sepatunya. Dan entah kenapa sepertinya ia ingin menahan bocah tampan yang lucu ini lebih lama lagi, padahal seumur hidupnya belum pernah bercengkrama dengan anak-anak, dia tak begitu menyukainya. "Danan ambil, itu punaku !!!." tunjuknya lagi pada bola yang dipegangnya. Tubuh jangkungnya berjongkok, berusaha menyesuaikan diri dengan tinggi badan anak itu. "Kalau bola ini mau kembali, kamu harus memintanya." Mata Gagah membulat. "Ndaak mau! Itu puna ku." mulutnya cemberut. Bersikukuh itu miliknya, kenapa harus minta? "Mintalah!" "Ndak mauuuu ... !!!" teriaknya lagi. Bibirnya sudah sangat mengerucut. "Anak baik kalau menginginkan sesuatu harus memintanya dengan sopan." lelaki itu semakin senang mencadai bocah lucu itu. Rupanya Gagah sudah mulai tidak sabar lagi, dia melangkah lebih mendekatinya lalu menyambar bola itu dari tangannya. Laki-laki itu pun sengaja membiarkan bola dengan mudah di dapatkannya. Gagah langsung berlari sambil membawa bola plastiknya dan sempat melirik kembali kepadanya yang sudah berdiri. Melambaikan tangan mungilnya sambil tersenyum dan ia tertegun melihat senyumnya. Dia mengedarkan pandangannya, tidak mungkin bocah itu sendirian di Mall sebesar ini, tapi tidak ada tanda-tanda ada yang menghampiri bocah itu. Saat melihatnya lagi ternyata Gagah sedang duduk manis di sebuah kursi sekitar konter makanan cepat saji, karena memang mereka sedang berada di area food court, seakan sedang menunggu seseorang. Anak pintar dan patuh, pikirnya segera berlalu, tanpa merasa kuatir lagi yang sekilas sempat dirasakannya tadi. Ganistra Yunata yang biasa di panggil Ganis, berusia 25 tahun, ibu dari anak lucu itu, segera keluar dari persembunyiannya, setelah yakin Laki-laki tadi yang menahan bola anaknya, tidak terlihat lagi. "Mami ...!" teriak Gagah saat melihat Ganis menghampirinya. "Gagah, mami mencarimu, lain kali jangan lari-lari di tempat seperti ini." tegurnya dengan nada lembut. "Mami bola na ang lali-lali .... aku halus tangkap !." anak itu menangkupkan tangannya, seolah sedang menangkap bolanya. "Hmmm ... bolanya tidak punya kaki ya dan kaki Gagah yang kecil ini kalah kencang sama bola yang tidak punya kaki .... huh !! Kalau Gagah mau menang, harusnya Gagah taruh bolanya di lapangan berumput, bukan di sini." “Iya mami, bolanya ndak puna kaki, tapi bica lali kecang.” celotehnya. "Bola ajaib." komentar Ganis ngasal, biar lebih praktis saja jawabnya. "Ndak adaib mami, latai ini licin ndak sepeti lumput." OMG!! kalau sudah begini Ganis suka kehabisan akal untuk menjawab kalimat-kalimat cerdas anaknya ini, padahal usianya baru tiga tahun lebih. Sekolah aja belum, tapi mengenal huruf pun sudah tahu. "Es krim Gagah mau?" tanyanya untuk mengalihkan perhatiannya tapi dijawab secara spontan oleh Gagah. "Gagah mau ec klim mami ..." "Yuk, kita cari es krimnya." Anak itu berjikrak kegirangan sambil berpegangan pada lengan maminya meloncat-loncat, secara zig-zag. Ternyata anak ini sudah melupakan kejadian tadi saat pertemuannya dengan laki-laki yang menahan bolanya, sebelum sempat menceritakan padanya. Hampir saja, pikir Ganis. Dunia ini memang sempit. "Gagah mau es krim rasa apa?" tanya Ganis, saat mereka sudah duduk mau memesan es krimnya. "Lacaaa....emmm...stobeli cama laca emmm...cotlat." serunya dengan mimik yang sangat menggemaskan. Tidak begitu lama, pesanan yang di harapkan sudah datang, cup kecil es krim itu penuh dengan topping warna-warni. "Wow!" Mata Gagah membulat, terlihat senang melihatnya. Sebelum menyuapkan es krim ke mulutnya, bocah cilik itu melihat maminya." Mami napa nda beli ec klimnya?" "Mami lagi sakit perutnya sayang...udah Gagah aja yang abisin es krimnya ya?" "Mami cakit? Pelica ke dotel" ada raut kuatir tertangkap oleh Ganis dari manik mata anaknya ini. "Sakitnya mami gak harus diperiksa kedokter, mami masih kuat seperti biasanya." jawab Ganis sambil menyikukan lengannya seperti binaragawan. "Ayo dimakan es krimnya, keburu cair nanti." Gagah menyuap es krim ke mulutnya, Ganis membiasakan tidak selalu membantu anaknya untuk makan, supaya mandiri. Ia lebih baik membantu dengan melap bibir dan pipinya yang belepotan terkena es krim yang tidak sepenuhnya masuk ke mulut kecilnya. "Mami, tatut di cutik ya...ndak mau ke dotel." ternyata Gagah masih membahas soal sakitnya. Ganis jadi menyesal saat tadi memberi alasan yang asal karena tidak membeli es krim untuk dirinya. Gini nih kalau punya anak yang pinter dan kritis. Tidak mudah untuk diyakinkan. "danan tatut dicutik mami, kan mami biang, kaya di didit cemut lacanya." Ganis tersenyum di buatnya. "Mami juga gak takut disuntik sayang, dokter juga gak sembarangan kasih suntik ke yang sakit." ia melap lagi pipi gembil Gagah dengan tisu. "Abissss mami." Gagah menggeser cup es krim menjauh dari badannya, topping-nya banyak yang berceceran di meja juga lantai. "Pemen na banak yang jatuh mami" ia turun dari kursi kecilnya, melihat-lihat ke lantai. Ganis terpaksa turun dan menghampiri anaknya. "Jangan ambil yang sudah jatuh ke bawah, sudah tidak bersih lagi." lalu menarik tisu yang ia selipkan tadi di dadanya sebelum anaknya itu memakan es krimnya. "Pulang yuk..." ajaknya kemudian, yang di angguki dengan riang oleh Si Tampan ciliknya ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD