Prolog
“Lo harus coba, jangan jadi cewek yang selalu nengok ke belakang. Lo berhak mendapatkan kebahagiaan,” Tama, satu-satunya cowok di antara empat sahabat itu, bersuara.
“Jangan mulai ceramah deh Tam, bosen gue.”
“Dengerin tuh, Dandelion. Lo kan juga demen galau.”
“Jangan panggil nama tengah gue, Kayla!”
“Kenapa sih? Nama itu adalah doa, Lion. Orangtua lo pasti pengen lo jadi cewek gagah kayak singa.”
“Panggil gue Naura, Tama! Lo juga—”
Ketiga perempuan yang sedang mempermasalahkan hal tidak penting itu mengunci mulut setelah tangan Tama terangkat—memberikan isyarat untuk diam. Mata pemuda itu memperhatikan Shereen yang hanya diam menatap ruang kelas yang terbuka.
“Shereen, lo denger perkataan gue gak, sih?” Tama menyenggol lengan Shereen hingga wajah gadis itu terjun bebas dan dagunya mencium meja kantin dengan keras.
“Apaan sih lu, Tam? Ngajak ribut banget!”
Tama tertawa, diikuti oleh Naura dan Kayla yang juga tak bisa menahan gelak tawa hingga tangan mereka memukul meja. Shereen yang suka lemot dan bengong hanya bisa cemberut lalu menyeruput es tehnya.
“Makanya, jangan mikirin Arka mulu. Cowok b******k macem dia masih aja dipeduliin.”
^^^
Karena perasaannya serumit menghitung kelopak bunga krisan