Kalau Marvel cerdas, mungkin semua itu turunan dari Genta, ayah kandungnya. Pandangan Santoso ke arah anak itu yang sedang mengobrol dengan Merina dan Kinanti. Anak itu memang cepat dekat dengan siapa saja, tapi siapa yang tahu kalau dengan Genta nanti. “Kalau begitu, dua bulan lagi, kami akan ke Jakarta. Di samping kita akan memberia pekerjakan kamu dan Marvel waktu untuk saling mengenal, kami akan melihat lingkungan seperti apa tempat kamu tinggal. Kebetulan sekali memang, saya ada pekerjaan di sana.” Detak jantung Genta menjadi tidak menentu. Rasanya mau meledak, antara bahagia, kebingungan dan juga gugup semua menjadi satu. Maunya tersenyum dan menjawab dengan antusias, tapi yang hanya bisa Genta lakukan hanyalah mengangguk dengan wajah yang datar. “Apa boleh saya menyapa Marvel?

