10 ~ Bertemu Frans

1389 Words
Nina sudah selesai dengan dress soft pink pilihan Harry. Sahabatnya itu benar-benar membelinya sebuah dress baru untuknya. Padahal, Nina hanya akan mengenakan dress itu sebentar, karena dia dan staf lainnya akan lebih fokus pada saat berjalannya acara. “Oke, kamu cantik banget. Kalo udah gini, motorku tidak layak untuk mengantarkanmu, Ni! Aku pesenin grab aja gimana?” “Gosah, teman aku mau jemput katanya, hemat ongkos aja!” Harry tersenyum, dia mengangguk. “Kamu harus konfidence apapun yang nanti terjadi atau siapapun yang kamu temui nanti di sana, bisa?” “Ry, bukannya mau bilang apa, tapi ntar kami kerja loh di sana, bukannya jadi tamu undangan!” “Ya gamasalah kan meskipun kerja ntar di sana. Udah sana pergi, temanmu sepertinya sudah datang!” Nina memutar bola mata malas, dan lekas menuju pintu depan. Tidak lupa dengan membawa baju gantinya. Elsa yang baru keluar dari mobilnya cukup terkejut dengan tampilan Nina. Yang sejujurnya, tampilan Nina tidak beda jauh darinya. Bahkan bisa dikatakan, Elsa lebih glamour dan heboh. Tapi, Nina yang dibalut dengan dress soft pink, dan ransel pink itu benar-benar manis, terlihat memukau dan memikat. “You look so gorgeous, Ni. Aku gak pernah lihat kamu make dress, it’s really so…fantastic. Ah…kamu Harry kan? Yang semalam jemput Nina?” Bibir Harry membentuk lengkungan. Dia mengangguk dan menyalam Elsa. “Nice to meet you, tho!” “Oke great! Kamu udah siap, Ni? Gada lagi yang ketinggalan kan? Ini Jefri sama Juan dari tadi udah nyariin kita dua. Katanya tamu undangannya sudah mulai datang!” “Udah kok.” Nina lekas masuk ke dalam mobil Elsa. Di mobil mereka berdua sesekali berbicara santai, terkait dengan masalah keluarga, dan  segala macamnya. Elsa adalah orang yang begitu terbuka, begitulah tanggapan Nina. Baru kali ini dia merasa jika mendapatkan teman yang sangat nyaman. Mobil Elsa memasuki lobby, dan Jefri beserta Juan sudah menunggu di sana. Keduanya terlihat cemas, membuat Elsa dan juga Nina lekas berjalan lebih cepat. “Omaigat, Nina. You look so pretty, gue jadi linglung siapa yang bakal jadi pengantingnya!” Jefri histeris seperti biasanya. Lelaki yang sudah punya istri itu bahkan tidak segan-segan untuk memuji Nina di depan umum. Membuat beberapa tamu undangan yang masih ada di lobby menatap ke arah mereka sesekali. “Speecles banget, ternyata ada beauty di balik muka lo yang datar-datar banget!” Juan dengan segala kepedeannya mendekati Nina dan menatap gadis itu dari bawah sampai atas. Nina kali ini sedikit grogi karena di tatap begitu. Nina hanya bisa tersenyum tulus, baginya pujian dari teman sekerjanya begitu tulus. Sebab, jarang ada orang yang memuji Nina cantik. Hanya beberapa, dan itu juga dulu. “Eh btw, kenapa lo berdua tadi masang muka cemas banget? Ada apa?” “Eh kapret, gue sampe lupa. El, lo jadi bridesmaid dulu bisa gak sih? Tapi pak Wiranto baru ngomong ke gua kalo salah satu dari bridesmaidnya kecelakaan. Lo kan pernah dulu waktu gantiin bridesmaidnya di nikahan pemilik perusahaan hotel itu juga, El. Please ya…!” Wajah Elsa datar. Dia menatap ke arah Nina yang tidak banyak bicara. Membuat perhatian Jefri, Kana yang baru datang dan Juan tertuju pada Nina juga. “Kenapa kalian semua lihat ke aku?” “Kamu bisa kan, Ni? Please, aku lagi dapet soalnya, jadi perut aku kadang kram gitu!” Elsa memohon, sejak semalam perutnya memang kram haid. “Eh…maaf bukannya tidak mau, aku gak pede kalo di lihat banyak orang. Lagipula Kana kan juga bisa, dia…” Sebelum Nina menyelesaikan ucapannya, Kana sudah lebih dulu kabur ke lobby, dan menghilang di keramaian. Membuat Nina melongo, tidak percaya jika Kana yang mengenak highless 7 cm itu bisa berlari secepat itu. Sangat cepat, membuat semuanya terheran-heran. “Udah deh, Ni. Gada lain selain lo, please, ntar jadi WO kita yang kena masalah kalo kurang bagus. Lo bisa kok, gue yakin. Kita tinggal di sini dulu ya, biar gue bilang sama pak Wiryanto, lo gak usah khawatir. Semua acara biar kami yang handel dulu, yang penting lo siap jadi bridesmaid dulu. Kami pergi dulu, bye…!” “Tapi…” Nina menghela nafas, dia menatap ke arah Jefri, Elsa dan juga Juan yang buru-buru memasuki lift. Meninggalkannya seorang diri di lobby. Beberapa tamu undangan juga menatap ke arah Nina, itu membuat Nina sedikit tidak percaya diri. Dia tidak terbiasa berada di keramaian, Nina lebih sering berada di kesunyian yang lebih baik untuknya. Nina memutuskan untuk beranjak ke resto Lobby, setidaknya lebih baik dia makan beberapa camilan untuk mengisi perutnya yang kosong. Sayangnya, persisi saat Nina berbalik. Beberapa petugas dari WO mereka menabrak Nina. “AAA!” Teriak Nina terkejut. Keseimbangan Nina mulai menghilang, mata Nina melebar saat merasakan jika tubuhnya akan terjatuh ke lantai. Nafas Nina memburu, dia memejamkan matanya berusaha untuk menahan rasa malu yang nanti akan dia dapat. “Nina!” “Nina?” Suara yang terdengar tepat di depannya membuat Nina semakin merasa gugup. Dia bahkan tidak berani untuk membuka matanya. Menunggu momen dia akan merasa malu lagi. Namun, Nina tidak merasakan badannya sakit. “Are you okay, Nina?” Suara berat yang terasa bernada itu terdengar tepat di telinga Nina. Perlahan, Nina memberanikan dirinya untuk membuka matanya. Dan mata coklat terang itu yang Nina dapatkan. Beberapa menit Nina terpaku dengan wajah yang ada tepat beberapa centi di depannya. Bahkan deru nafas itu membuat rona merah di wajah Nina muncul malu-malu. Detik waktu terasa berdetak sangat lambat. “Are you okay?” Dan pertanyaan itu membuat Nina tersadar dari lamunan yang ada di pikirannya. Dia lekas bangkit dari dekapan si pemilik mata coklat terang itu. Menunjukkan wajahnya karena malu. Tapi Nina kembali menaikkan dagunya, dan meremas tangannya. “F…Frans?” Lelaki bernama Frans itu tersenyum. Dia menatap Nina dengan rasa keterkejutan yang luas biasa. Setelah mereka tidak bertemu setelah beberapa tahun. “Ternyata memang kau. Ingin mampir ke resto dulu sebentar?” Kepala Nina mengangguk otomatis. Membuat Frans tersenyum, dengan segera lelaki itu mengambil tangan Nina, yang langsung ditarik oleh gadis itu. Dan lagi-lagi membuat Frans tidak bisa menahan senyumnya. “Maaf. Aku hanya memastikan jika ini memang Nina Quero yang aku kenal. Kau tidak berubah sama-sekali. Ayo, setidaknya kau harus makan dulu!” *** Pesanan mereka datang, Nina lekas menyantap makannya. Gadis itu benar-benar sudah kelaparan karena sejak pagi masih tidak makan. “Pelan-pelan makannya, Ni. Aku gak ambil punya kamu kok.” Nina ikutan tersenyum malu. Sesekali dia menundukkan wajahnya dan menatap makanan yang ada di mejanya. Nina mulai makan dengan biasa. Frans, lelaki bertubuh tinggi, mata coklat terang, wajah sempurna dengan rambut ikal bergelombang. Lelaki paling baik yang pernah Nina temui. Dan entah kenapa, mereka kembali dipertemukan saat ini. Lelaki yang menjadi alasan retaknya hubungan nya dan juga Rinaldy. Semua berawal dari kesalah pahaman yang bahkan Rinaldy tidak mau mendengarnya. “Apa keadaan adikmu sudah lebih baik, Ni? Maaf, beberapa tahun ini aku tidak berani menanyaimu kabar karena kondisi keuanganku juga sedang kritis. Aku berharap aku masih bisa melanjutkan yang dulu!” “Bagaimana kabarmu?” Nina tersenyum, dia sudah selesai makan. Frans memejamkan matanya. Dia bahkan lupa untuk bertegur sapa lebih dulu, saking syoknya kembali di pertemukan dengan Nina lagi. Temannya yang sangat baik, dan sangat tulus. “I’m okay, how about you!” “All to well. Lia juga masih bisa bertahan, berkat kamu. Aku berhutang banyak sama kamu, Frans!” “Syukurlah jika Lia masih bisa bertahan. Aku sudah berhasil menggapai mimpiku, Ni. Aku berhasil membuat perusahaan gaming yang dulu kamu dukung. Coba kalo dulu kamu gak dukung aku, mana mungkin aku bisa berhasil dan bisa mencapai titik ini.” Nina tersenyum dan mengangguk sopan. “Oh iya, nomor kamu yang lama sudah gak bisa di hubungi lagi ya, Ni?” “Gak, soalnya aku udah ganti kartu!” Percakapan mereka berlangsung cukup lama. “Btw, kamu kok bisa datang, Frans?” Mereka sudah berjalan menuju aula. Salah satu dari anak buah pak Wiryo sudah menjemputnya tadi. “Ah…Bagas itu sepupu jauh aku, Ni. Jadi, mereka mengundang, selagi aku masih di sini, ya harus mampir lah. Anyway, kamu sangat pretty dengan dreesmu.” Nina tersipu malu, tapi tetap tersenyum dan menatap Frans yang juga terlihat…wah dengan balutan tuxedo hitamnya. Benar-benar serasi dengan Nina jika  mereka adalah sepasang kekasih. Pintu lift terbuka, Nina dan Fras melangkah keluar. Sayangnya, sosok yang berdiri di depan mereka, dengan seorang anak kecil yang menangis membuat Nina, dan juga Frans berhenti. “Rinaldy?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD