Lima Puluh Tiga

1149 Words
Aku sedang berada di kantorku, mencoba kelihatan sibuk dan bertanya-tanya dalam hati, bagaimana aku bisa menghasilkan uang jasa sebesar seribu dolar dalam tiga puluh hari mendatang, ketika Henry menerobos masuk. Ia menyodorkan secarik kertas di meja kerjaku. Aku mengambilnya. "ltu salinan laporan polisi.” Ia menggeram sambil beranjak ke pintu. "Tentang diriku?” aku bertanya ngeri. "Tidak! Laporan kecelakaan. Kecelakaan mobil tadi malam di perempatan Airways dan Shelby, hanya beberapa blok dari sini. Mungkin melibatkan sopir mabuk. Kelihatannya dia menerjang lampu merah." la berhenti dan menatapku. "Apakah kita mewakili salah satu dari...” "Belum! Untuk itulah kau bekerja. Pergi dapatkan dapatkan ini. Periksalah. Ambil kontraknya. Selidiki. Mungkin ada yang terluka cukup bagus." Aku benar-benar bingung, tapi ia sudah meninggalkanku. Pintu terbanting dan aku mendengarnya menggeram di sepanjang gang. Laporan kecelakaan itu penuh dengan informasi: nama pengemudi dan penumpang, nomor telepon, luka-luka, kerusakan pada kendaraan, saksi mata. Sebuah diagram menunjukkan bagaimana hal itu terjadi menurut polisi, dan satu lagi menunjukkan bagaimana kendaraan-kendaraan itu ditemukan. Kedua pengemudi itu luka luka dan dibawa ke rumah sakit, dan yang menerjang lampu merah jelas mabuk. Menarik untuk dibaca, tapi apa yang harus aku lakukan sekarang? Kecelakaan itu terjadi pukul 22.10 tadi malam, dan entah bagaimana Henry memakai tangannya yang lancang untuk mendapatkan laporannya pagi-pagi. Aku membacanya sekali lagi, lalu menatapnya lama-lama. Ketukan pada pintu menyentakkanku dari kebingungan. "Masuk," kataku. Pintu terbuka perlahan-lahan dan seorang laki-laki berperawakan kecil mengulurkan kepala ke dalam. "Edward?" katanya, suaranya tinggi dan gelisah. "Ya, masuklah." la menyelinap lewat celah sempit itu dan seperti menyusup ke kursi di depan meja kerjaku. “Aku Yuval Bonjamin," katanya, duduk tanpa mengulurkan tangan atau tersenyum. “Kata Henry, kau punya kasus yang ingin kau bicarakan." la melirik ke balik pundak, seolah-olah ada orang menyelinap di belakangnya dan sekarang sedang mendengarkan. "Senang bertemu denganmu," kataku. Sulit diketahui apakah Yuval Bonjamin berumur empat puluh atau lima puluh. Sebagian besar rambutnya sudah lenyap, beberapa yang tersisa diminyaki dan disisir melintang pada kulit kepalanya yang lebar. Gumpalan rambut di sekitar telinganya tipis dan sebagian besar beruban. la memakai kacamata persegi berbingkai kawat yang sangat tebal dan kotor. Sulit juga mengatakan apakah kepalanya ekstra besar atau tubuhnya ekstra kecil, tapi keduanya tidak pas. Keningnya terbagi jadi dua belah lingkaran yang bertemu pada bagian tengah, tempat keriput dalam menggabungkannya, lalu turun sampai ke hidung. Yuval Bonjamin yang malang ini adalah salah satu orang paling jelek yang pernah aku lihat. Wajahnya masih meninggalkan bekas jerawat masa puber. Dagunya boleh dikatakan tidak ada. Saat berbicara, hidungnya berkerut dan bibir atasnya naik, memperlihatkan empat gigi atas yang besar, semua berukuran sama. Kerah kemeja putihnya yang bersaku ganda dan bernoda itu berjumbai. Ikatan dasi rajut merah polos yang dipakainya sebesar tinjuku. "Ya," kataku, berusaha tidak memandang dua mata besar yang mengamatiku dari balik kacamata. "Ini kasus asuransi. Apa kau salah satu associate di sini?” Hidung dan bibirnya berkerut merapat. Gigi itu berkilat ke arahku. "Semacam itulah. Bukan associate benar. Kau tahu, aku belum jadi pengacara. Pernah kuliah hukum, tapi belum lulus ujian pengacara.” Ah, sama denganku. "Oh, benarkah?" kataku. "Kapan kau selesai kuliah?" "Lima tahun lalu. Kau tahu, aku ada sedikit kesulitan dengan ujian ikatan pengacara. Sudah enam kali aku menempuhnya." Aku tak ingin mendengar ini. "Wah," gumamku. Terus terang aku tak menyangka ada orang bisa menempuh ujian pengacara sebanyak itu. "Maaf." "Kapan kau ujian?" ia bertanya sambil melihat resah ke sekeliling ruangan. la duduk di tepi kursi, seakan-akan perlu meloncat setiap saat. Ibu jari dan telunjuk tangan kanannya menarik kulit punggung tangan kiri. "Juli. Agak berat, ya?" "Yeah, agak berat. Kuceritakan. Aku sudah setahun tidak mencobanya. Tidak tahu apakah akan mencobanya lagi." "Kuliah di mana kau?" Aku menanyakan ini karena ia membuatku gelisah. Aku tidak yakin ingin bicara tentang kasus Jack. Bagaimana keterlibatannya di sini? Berapa jatahnya nanti? "Di California," katanya dengan kerut-merut wajah paling menyeramkan yang pernah kusaksikan, Matanya terbuka dan tertutup. Alisnya menari-nari. Bibirnya bergetar-getar. "Kuliah malam. Saat itu aku sudah menikah, bekerja lima puluh jam seminggu. Tak punya waktu untuk belajar. Butuh lima tahun untuk menyelesaikannya. Istriku meninggalkanku. Aku pindah ke sini." Kata-katanya makin lemah sementara kalimatnya makin pendek, dan selama beberapa detik ia membiarkanku kehabisan kata. "Yeah, berapa lama kau sudah bekerja untuk Henry?" "Hampir tiga tahun. Dia memperlakukanku seperti associate lain. Aku mencari kasus, menggarapnya, memberikan bagiannya, Semua senang. Dia biasa memintaku meneliti kasus-kasus asuransi bila ada kasus seperti itu. Delapan belas tahun aku bekerja di Pacific Mutual. Bosan. Masuk sekolah hukum.” Kata-katanya kembali lenyap. Aku mengawasi dan menunggu. "Apa yang terjadi bila kau harus pergi ke pengadilan?" la tersenyum malu-malu seakan-akan ia badut. "Ah, beberapa kali aku ke sana sendiri. Belum pernah tertangkap. Begitu banyak pengacara di sini, mustahil mengenali kita semua. Kalau menghadapi sidang, aku meminta Henry pergi ke sana. Atau mungkin salah satu associate lain.” "Kata Henry ada lima pengacara di biro hukum ini.” "Yeah. Aku, Henry, Alan, Levon, dan Ransom. Tapi aku tidak akan menyebut tempat ini biro hukum. Di sini setiap orang bekerja sendiri. Kau akan belajar. Kau cari kasus dan klienmu sendiri, dan kau ambil sepertiga hasilnya. " Aku terperanjat dengan keterusterangannya, jadi aku mendesak lebih jauh. "Apakah itu menguntungkan bagi associate?" "Tergantung apa yang kau inginkan," katanya, tersentak melihat sekeliling, seolah-olah Henry ada di sini, sedang mendengarkan. "Persaingan di luar sana sangat ketat. Bagiku tak ada masalah, sebab aku bisa mendapat 40.000 dolar setahun menjalankan praktek hukum tanpa izin. Tapi jangan beritahu siapa pun." Aku tak pernah membayangkan akan menceritakannya. "Bagaimana hubunganrnu denganku dan kasus asuransiku?" aku bertanya, "Oh, ítu. Henry akan membayarku kalau ada pembayaran ganti kerugian, Aku rnembantunya menangani berkas berkasnya, tapi aku satu-satunya yang percaya. Tak ada orang lain di sini yang diizinkan menyentuh berkasnya. Dia pernah memecat pengacara yang mencoba mengusik. Sedangkan aku aku tidak berbahaya. Aku harus kerja di sini, setidaknya sampai lulus ujian pengacara.” "Seperti apa pengacara-pengacara lainnya?” "Oke. Mereka datang dan pergi. Dia tidak mempekerjakan lulusan paling top, kau tahu? Dia mengambil orang-orang muda dari jalanan. Mereka bekerja satu-dua tahun, membina klien dan kontak, lalu buka usaha sendiri. Pengacara selalu pindah-pindah” Hal ini tak usah diceritakan lagi. "Boleh aku bertanya sesuatu?" kataku dengan perasaan bimbang. “Silakan.” Kuangsurkan laporan kecelakaan itu dan ia membacanya dengan cepat. “Henry memberikannya padamu, bukan?” "Yeah, baru beberapa menit yang lalu. Dia ingin aku mengerjakan apa?” "Dapatkan kasus itu. Cari korban kecelakaan itu, suruh dia menandatangani kontrak dengan biro hukum Jones Craig, lalu garap kasusnya.” "Bagaimana caraku menemukannya?” "Ah, kelihatannya dia ada di rumah sakit. Biasanya itu tempat terbaik untuk menemukan mereka.” "Kau pergi ke rumah sakit?” "Tentu, Aku selalu ke sana. Kau tahu, Henry punya kontak dengan Kawasan Utama. Kontak yang sangat bagus, dengan teman-teman lamanya. Mereka memasoknya dengan laporan kecelakaan hampir setiap pagi. Dia akan membagi-bagikannya pada kita, dan dia mengharapkan kita pergi mendapatkan kasus kasus tersebut. Tidak perlu ahli roket untuk menalarnya.” “Rumah sakit mana?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD