05. Liburan

1047 Words
05. Liburan Dea berlari ke sana ke mari bersama dengan Winda yang sama, tidak bisa diam membuat Rafael dan Andy kualahan. "Kalian berdua bisa enggak, enggak usah lari-larian?" ucap Andy yang terlihat sudah sangat kesal menuruti ke dua wanita itu. "Enggak!" kompak Dea dan Winda atas pertanyaan konyol Andy. Jelaslah mereka tidak bisa diam, mereka sangat menikmati jadwal pertama liburan mereka yang mereka sambut dengan sangat antusias. Andy menghela nafas kasar mendengar jawaban yang jelas sudah Ia tahu sebelumnya. Mereka berdua selalu saja seperti ini jika menghabiskan waktu liburan mereka. Dan ke dua cowok itu selalu saja hanya bisa mengalah dan mengiyakan semuanya. "Perasaan enggak ada deh jadwal Kita yang menyangkut liburan di taman kota." ucap Andy heran dengan acara tour pertama mereka hari ini. "Lo enggak lihat apa jadwalnya?" tanya Rafael dengan senyum misterius yang tidak di lihat oleh Andy. "Ya lihat sih, tapi perasaan bukan di taman dengan danau kaya sekarang." Andy masih berusaha mengelak, Ia tentu ingay sekali jadwal tour mereka. Lagian jadwal tour mereka juga Andy yang share ke ketiganya. "Bang, nih." Dea datang menyodorkan minuman kaleng yang tadi Ia beli dengan Winda, Andy menerimanya lalu meneguknya hingga setengah. "Lo enggak capek apa Di?" Dea tersenyum lalu menggelengkan kepala penuh dengan binar bahagia yang terlihat jelas. Ini liburan pertamanya di negara orang, dulu mereka menghabiskan liburan hanya di bagian wilayah Indonesia saja. Indonesia jelas tidak kalah indah dengan negara ini, tapi percayalah. Dea begitu mengagumi alam di Oatsflorland ini, negara ini punya daya magnet yang kuat untuk para wisatawan seperti Dea. "Enggak Bang, Gue nikmati liburannya kok." Andy merasa lega, baginya tidak apa jadwalnya berganti yang lebih Ia rasakan adalah Ia juga bahagia melihat Dea dengan senyum bahagianya. Andy percaya jika liburan yang di inginkan Clara dengan begitu jauh dari negaranya ini adalah khusus untuk Dea, jika Andy ingin bisa kapan saja Ia datang ke sini. Tapi Dea? Belum tentu seumur hidupnya bisa berlibur jika tidak dalam moment ini. "Bang, Kita ke museum yuk besok." Andy menaikkan satu alisnya mendengar ajakan dari Dea. "Museum?" ulangnya, Dea mengangguk. "Enggak ada jadwal ke museum." kata Andy datar dengan mimik yang masih bingung. Sejak ke datangan mereka ke sini, sikap Dea begitu aneh dengan negara ini. "Yah Abang mah enggak asik banget tahu." Dea menoel-noel pipi Andy, Winda dan Rafael hanya memperhatikan mereka dengan tatapan biasa. Biasa karena setiap harinya Andy dan Dea memang seperti itu. "Yah yah Bang." Dea menampilkan puppy eyesnya di sertai dengan ke dua telapak tangab Dea yang di satukan, permohonan Dea yang membuat Andy membuang nafas kasar. Tidak tega ataupun tidak mampu menolak semua permintaan Dea. "Yeay." Winda bertos ria dengan Dea senang, Andy dan Rafael geleng-geleng kepala. "Tapi enggak besok, ke museum lusa." Dea mengangguk saja asalkan apa yang Ia mau terpenuhi. "Ok Bang, hehhe-." Andy memicingkan matanya saat menyadari tingkah aneh Dea. Apalagi gadis itu menggaruk tengkuknya yang Andy rasa tidak gatal sama sekali, senyum Dea juga terlihat mencurigakan. "Apa ya-?" Dea berlari menjauh dengan berkata. "Bang maaf Didi yang ganti jadwal tour Kita." teriak Dea, Andy menggeram. Lalu ikut berlari mengejar Dea yang sudah tujuh langkah darinya. "Didi berhenti Lo!" teriak Andy, Dea tertawa di sela nafasnya yang lelah. Dea melihat ke belakang, di mana Andy berusaha keras untuk mendapatkannya. "Ck mereka harusnya jadian saja." ucap Winda. "Ya tapi Andy punya alasan buat enggak maksa Didi suka sama Andy." Winda spontan menatap Rafael. "Jadi maksud Kamu Yang, Andy suka sama Didi?". "Menurut Kamu?" Winda berdecak karena bukan jawaban yang Ia dapat malah pertanyaan dari pacarnya. "Kamu lucu tahu." Rafael mengacak rambut Winda, yang membuat empunya mendengus kesal. "Kita kejar mereka sebelum jauh." Rafael mengangguk. **** "Makan yang banyak!" pinta Andy pada Dea, Dea mencibir. "Abang memang enggak takut kalau porsi makan Abang Aku yang habisin?" tanya Dea, ya kalau ngomong sama Andy. Dea suka plin plan kadang Aku-Kamu kadang juga Lo-Gue sesuai dengan keadaan. "Ck kaya biasanya enggak saja." Dea cengengesan. "Iya sih Bang.". "Ye.". "Eh kalian berdua jangan sok romantis bisa?" kesal Andy pada Winda dan Rafael yang sama sekali tidak terganggu dengan obrolannya dengan Dea. "Lah ke napa Kita? Memang Kita romantis kok, iya enggak Yang?" balas Rafael tidak mau kalah. "Lo berdua jadian saja ke napa sih?" usul Winda, Dea menggeplak kepala Winda. "Lo punya mulut, Dia Abang Gue! Gue sayang sama Abang Gue bukan sebagai pacar. Ya enggak Bang?" tanya Dea di akhir kalimat yang bikin Andy gelagapan. "Em i-iya! Lo berdua ngomong suka asal tahu enggak?" tambah Andy, Rafael melotot ke arah Winda yang menggaruk tengkuknya tidak enak. "Tuh dengar, Abang saja setuju sama Gue. Makan lagi Bang." Andy mengangguk, entahlah Andy merasa sakit tapi Dia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Dia sendiri tidak tahu kapan rasa itu hadir, yang jelas Dia merasa sangat senang saat Dea dapat tersenyum hanya karena tingkahnya yang sederhana 'mungkin ini lebih baik!' batin Andy. "Kita enggak beli apa begitu buat Mom? Mom kan yang sudah referensi tempat ini buat Kita." usul Winda mengalihkan topik. Dea berhenti dari acara makannya, lalu menepuk jidatnya. "Ya Bang, kok Aku bisa lupa sama Mom dan Dad sih?" Andy mengangguk saja, jika tidak belu apapun untuk mereka juga enggak apa-apa sebenarnya. "Kita masih di sini seminggu lagi, Kita cari sama nikmatin liburan Kita." mereka semua mengangguk setuju atas usulan Andy. "Habis ini Kita mau ke mana lagi?" tanya Rafael, Dea dan Winda saling menatap satu sama lain. "Ke mall yuk? Gue mau tahu mall yang ada di sini." usul Winda. "Bagaimana Di?" tanya Andy, karena Andy tahu kalau Dea bukan orang yang suka di tempat ramai ataupun belanja. Dea yabg mendapat pertanyaan dari Andy hanya mengangguk, menyetujui usul Winda. "Kita habisin makan dulu baru Kita ke mall yang dekat dari sini saja." Winda melihat ke ponselnya. "Di, lihat deh. Di sini juga ada cabang Lotte ternyata, Kita ke sana saja ya An." Andy tahu ini bukan tawaran ataupun negosiasi, tapi ini adalah suatu keharusan yang tidak bisa di bantah. Winda benar-benar pintar, memanfaatkan Dea sebagai kelemahan Andy. "Terserah Lo sama Didi saja, Gue ngikut." jawab Andy kalem, padahal tatapan matanya menajam pada Winda. Winda menjulurkan lidahnya pada Andy karena berhasil mengejai pria itu. Siap-siap juga Andy dengan isi dompetnya. "Makan saja dulu Di. Enggak usah buru-buru." Rafael terkekeh mendengar ucapan Winda, Winda benar-benar mencari masalah. "Hm.". **** Madiun, 01 Oktober 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD