06. Museum

1013 Words
Dea Andy Winda dan Rafael akhirnya berada di tempat ini, tempat yang membuat Andy harus sakit telinga karena tiap harinya Dea selalu merengek untuk datang ke tempat ini. Dan dengan berat hati Andy memenuhi kemauan Dea di hari terakhir mereka liburan. Dari pada Dea minta agar dapat berkunjung di pulau pribadi para pemimpin kerajaan? Gila saja kali, Dea benar-benar aneh sejak mereka baru menginjakkan kaki pertama di bagian bumi bernama Oatsflorland ini. "Winda lihat!" Dea menunjuk bunga yang berada di dalam etalase kaca. Sejak pertama masuk ke dalam museum, mata mereka sudah di manjakan dengan berbagai peninggalan sejarah negara ini. Lalu saat mereka masuk lebih ke dalam, maka mereka akan di sajikan dengan berbagai jenis biji gandum yang berkualitas tinggi beserta keterangan. Tidak hanya itu, di sini juga mereka akan tahu jenis gandum seperti apa saja yang pernah negara ini tanam beserta sejarah semua petani hingga pada akhirnya mereka menggunakan jenis bibit gandum saat ini. Sejarah itu begitu panjang jika Dea tidak memiliki batas waktu untuk membacanya satu persatu, selain itu juga tangan Winda sudah sejak tadi menariknya untuk masuk lebih dalam. Di mana banyaknya etalase kaca tepat sekarang Dea berdiri. Mereka sekarang berada di museum yang sangat terkenal di Oatsflorland, tepat di jantung kota Oatsflorland itu sendiri. Museum ini terkenal dengan berbagai macam bunga yang di awetkan sejak negara ini ada lalu semua jenis bunga dari berbagai dunia ada di sini yah meski dalam keadaan di awetkan. Agar mereka semua yang berkunjung di sini tidak merasa menyesal karena hanya bunga yang di awetkan yang dapat mereka lihat. Akan tetapi mereka akan tahu dari mana saja bunga itu berasal walau mereka tidak harus mengunjungi negara bunga itu berasal. "Woah bunga Lily." Winda berdecak kagum, Andy dan Rafael apa kabar? Mereka jenuh dan memutuskan menunggu dua gadis itu berkeliling tempat lainnya. Karena mereka yakin, ke dua gadis itu akan begitu heboh nanti dan ke dua pria itu tidak ingin malu oleh tingkah mereka. "Kita foto dulu." setelah mendapat hasil, Dea kembali melihat bunga-bunga yang di pajang indah. Semua keterangan sudah sangat lengkap di jelaskan di depan etalase kaca. Dengan bahasa Oatsflorland plus bahasa Inggris di bawahnya. "Di! Raflesia-Indonesia." Winda sangat antusias ketika bunga dari negara Indonesia juga di museumkan. Jelas! Bunga raksasa yang hanya dapat di temui di Indonesia yah meski dengan tekhnologi sekarang bunga itu juga dapat tumbuh di negara selain Indonesia. Hingga kehebohan mereka terhenti karena ramainya pengunjung yang tiba-tiba berlari ke arah luar museum. Mendadak museum menjadi lebih sepi dari tadi. "Ada apa?" tanya Winda, Dea mengedikkan bahu acuh. Dia begitu menikmati kunjungannya di museum ini. Padahal ini liburan dan pastinya banyak pengunjung, namun Dia tetap menikmatinya. "Eh Win, Gue ke toilet dulu ya?" Winda mendengus. "Gue anter ya?" Dea menggeleng. "Gue sendiri saja, Lo di sini jangan ke mana-mana!" Winda mengangguk pasrah, memaksapun percuma kalau berhadapan dengan Dea. Dea berlari mencari toilet, namun keterangan yang berada di atas sama sekali tidak membantu karena Dia sama sekali tidak paham soal bahasa Oatsflorland. Hingga akhirnya Dia bertanya pada seorang turis yang mengerti bahasa Inggris. "Ck, ke napa susah sekali hanya untuk mencari toilet saja." gerutu Dea dengan kesal, Dea berjalan ke arah di mana turis tadi menjelaskan kepada Dea letak toilet. "Nah itu Dia." mata Dea berbinar saat menemukan toilet yang Dia cari. Setelah urusannya di toilet selesai, Dea merasa asing dengan jalannya saat ini. Dia begitu asing saat kakinya menginjakkan lantai luar toilet. "Gue tadi ke sini lewat jalan kanan atau kiri sih?" tanya Dea entah pada siapa? Nyatanya Dea hanya sendiri, berdiri di depan pintu toilet wanita dengan wajah bingung yang begitu kentara sekali. Akhirnya setelah menimbang-nimbang Dea berjalan ke arah kanan. "Eh kok ada tangga?" kaget Dea, karena tadi saat menuju ke toilet Dea tidak menemukan adanya tangga yang Ia turuni. Namun rasa ragunya Ia tepis, kakinya melangkah menaiki satu persatu anak tangga. Dea semakin di buat heran hingga alisnya mencuram karena lantai yang Ia pijak sekarang sangatlah sepi tidak ada seorang pun yang lalu lalang, berbeda sekali dengan lantai yang penuh dengan etalase bunga tadi. Mata Dea menjelajahi setiap etalase kaca, Dea tanpa sadar berdecak kagum. "Indah." Dea berhenti berjalan saat matanya menangkap sebuah benda yang tiba-tiba berkilauan. Tangan Dea menyentuh kaca etalase, benda seperti bros dengan bentuk bunga. Dea melihat keterangan di depan etalase. "Bros peninggalan Ratu pertama Oatsflorland, Yang Mulia Ratu Lalova Dexanova." Dea mengej Dea terperanjat kaget hingga tubuhnya terpental ke belakang saat tubuh mungilnya menabrak benda yang Dea sendiri juga tidak tahu apa?. "Awwwwww!" ringis Dea, merasa sakit pada siku kanannya. Kepala Dea mendongak hiraukan rasa sakit yang menjalar, mata Dea mengerjap dengan apa yang baru saja ia tabrak. "Sorry, Sorry Mr!" ucap Dea berkali-kali saat dia sudah berdiri. Sekumpulan orang berlari ke arah di mana orang, ya lebih tepatnya pemuda yang ia tabrak berdiri. Pemuda dengan iris mata hitam meneduhkan, yang bergeming dari ke terpakuannya. "###@&&&####?" tanya seseorang, Dea tidak tahu bahasa apa yang mereka gunakan tapi jika Dea dapat tangkap bahwa pria itu menanyakan ke adaan pemuda yang sedari tadi menatapnya. Tangan pria itu terangkat agar semua pria yang dengan pakaian formal itu tidak bertanya, buktinya mereka semua membungkuk dan mundur di belakang pria itu. Dea salah tingkah karena selain pria itu, semua pria yang tadi memandang Dea dengan pandangan yang sulit diartikan. Dea merasa sikunya semakin perih, bahkan Dea merasakan cairan memenuhi telapak tangannya namun pandangan Dea malah terkunci oleh pria itu. "Didi!" teriak suara di belakang Dea, Dea merasakan tiga pasang kaki berlari ke arahnya. "Astaga Didi tangan Lo!" kaget Winda. "Hey Di, Lo denger Abangkan?" Andy mengguncang bahu Dea yang hanya diam, Andy tidak pikir panjang langsung menggendong Dea ala bridal. Sebelum Andy beranjak, Andy sempat menatap sejumlah pria yang menurut Andy yang menyebabkan Dea sampai terluka. Dalam gendongan Andypun Dea tidak dapat memalingkan pandangannya dari pria itu. "Sorry sorry." ucap Dea tanpa suara pada pria yang masih saja memandanginya itu sebelum mata Dea terpejam. Andy segera berlari, hiraukan banyaknya pengunjung yang menatapnya penuh rasa penasaran. Apalagi dalam gendongannya ada seorang wanita yang sikunya mengeluarkan darah yang tidak sedikit. ***** Madiun punya cerita
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD