11. Meet

1100 Words
Zox berjalan tergesa ke lorong rumah sakit, sedangkan pria di belakangnya hanya menatap malas Paman nya. Ia sebenarnya tahu bagaimana perasaan Paman dan juga bagaimana khawatirnya pria baya itu sekarang. Apalagi ini kali pertama kalinya pria itu tersenyum lega telah menemukan apa yang Ia cari. "Paman Kau adalah bagian kerajaan." peringatnya, setidaknya tata krama kerajaan harus Ia ingatkan. Walau ini juga bukan saatnya untuk berbicara seperti itu. "Ck lupakan aturan kerajaan dalam keadaan sekarang." balas Zox masih berusaha mencari ruang di mana orang yang selama ini Ia cari berada. "Memang semekhawatirkan itu?" tanya Ellovas lagi. Kali ini Zox berhenti, menatap ponakannya tidak percaya. "Look!" dagu Zox bergerak menunjuk depan mereka di mana ada Andy dan Clara di sana, jangan lupakan Dokter cantik yang juga nampak frustasi. Ellovas menaikkan satu alisnya tidak paham meski sepertinya keadaan yang Ia lihat begitu gawat. Tidak hiraukan kebingungan Ellovas, Zox berjalan menerobos tiga orang tersebut masuk ke ruang perawatan. Ia tidak peduli dengan aturan rumah sakit saat ini, nyawa seseorang di dalam sana lebih penting dari pada tuntutan yang harus Ia terima nantinya. Andy dan Clara yang tahu ada orang asing yang masuk ke dalam ruangan perawatan Dea mencegahnya. Mereka sekarang ada di ambang pintu masuk ruangan Dea. "Apa yang kalian lakukan?" tanya Andy marah karena melihat orang asing yang mencoba masuk ke dalam ruangan Dea. Apalagi saat ini mereka dalam keadaan yang tidak baik-baik saja dengan kondisi Dea. "Jangan halangi Aku!" ucap Zox tegas, mata Andy menajam. "Ini kamar perawatan Adikku! Jadi kalian tidak bisa seenaknya!" Zox nampak terkejut namun segera Ia netralkan. "Kamar DEANOVA DEXTRANOVA." Zox menekan nama belakang Dea, mata Andy melotot dengan ucapan pria itu. Bagaimana pria asing itu tahu dan mengenal nama Dea? Bahkan nama lengkap Dea yang selama ini Dea sembunyikan dari orang-orang. Saat Andy bertanya kenapa? Itu yang Halima ucapkan pada Dea, untuk tidak sembarangan menyebutkan nama belakangnya. Entah apa yang terjadi dan di balik nama Dea itu, Dea pun ketika di tanya juga tidak tahu alasan Halima melarangnya menyebutkan nama belakangnya. "Meski Kau tahu nama Adikku secara lengkap, bisakah Kau tidak masuk sembarangan?" tekan Andy pada kata sembarangan. Jelas Ia tidak akan membiarkan siapapun termasuk pria asing dengan tinggi orang Eropa ini masuk ke dalam ruang perawatan Dea. Mata Andy bersibobrok dengan mata Ellovas yang tertutup kaca mata. Andy mendekat ke arah Ellovas dan menarik kerah kemeja putihnya. Tidak peduli jika Andy yang asli keturunan Asia lebih pendek dari Ellovas beberapa centi, yang Ia tahu adalah, pria yang berwajah flat itu penyebab tangan Dea terluka hingga mudah bagi Halima untuk memanfaatkan luka itu. Tubuh Andy langsung dicekal oleh Diaz dan para bodyguard yang siap dengan pistol mereka. "Apa yang kalian lakukan ha? Lepaskan anakku!" Clara berubah histeris tangan Andy di tarik ke belakang oleh Diaz dan juga pistol yang siap meledakkan isi kepala Andy jika pria itu macam-macam, atau berani memukul Pangeran mereka. Zox menghembuskan nafas. "Lepaskan!" dan ya Andy terlepas, Andy sama sekali tidak takut jika Dia tertembak asal Dia dapat menghajar pria tampan yang hanya menatapnya datar persis saat Dia hanya menatap Dea hingga Dea harus ke hilangan banyak darah. "Untuk apa Kau ke mari?" jelas pria di hadapannya itu tidak tahu pertanyaan Andy, Andy merasa tepukan di bahunya. Itu bukan tepukan dari Clara jelas karena Clara berada di pelukannya dengan menangis. "Aku yang bertanggung jawab untuk menjelaskan nanti, tapi bisakah Aku menyelamatkan anakku dulu?" tubuh Andy membeku di akhir kalimat yang Zox ucapkan dan Clara mendongak mendengarnya. Anak? Satu kalimat itu yang hanya mampu Andy dengar? Sejak kapan Dea memiliki Ayah? Bukankah suami Halima sudah menikah lagi? Apa ini pria itu?. Baru saja Andy akan mempertanyakan pernyataan pria itu sudah masuk ke kamar rawat Dea. Dua pria dengan jas hitam lengkap earphone bahkan sudah menjaga ke dua sisi pintu ruangan rawat Dea. Ellovas duduk di kursi tunggu, Dia tidak ikut masuk karena akan memberi waktu privasi bagi Paman nya. Ellovas tahu bahwa dirinya salah di sini jadi wajar jika Andy sampai saat ini terus menatapnya marah. Zox masuk ke dalam ruangan perawatan gadis yang sejak dulu Dia cari, gadis yang membuatnya rela kehilangan jabatan tertinggi di sebuah kerajaan. Bukankah menjadi Putera Mahkota ke dua dari sebuah negara adalah sesuatu kehormatan yang tidak akan pernah siapapun melepaskannya, tapi ini Zox. Kaki Zox mendekat ke arah brankar Dea, sudut bibirnya terangkat lebar. Dia ingin rasanya tertawa karena mendapatkan apa yang Dia cari. "Hai Kiddie." suara Zox bergetar, jantungnya berpacu. Perasaan bahagia membuncah dalam dirinya, Zox menggenggam tangan Dea setelah ragu untuk menggapainya. Perasaannya begitu bahagia, sampai rasanya Ia tidak percaya jika ini nyata Ia rasakan saat ini. "Apa Kamu baik?" pertanyaan bodoh memang tapi apa yang akan Zox tanyakan, sebagai seseorang yang harus melindungi malaikat kecilnya Zox malah tidak ada. Tidak tahu tumbuh kembang gadis kecil yang tidak pernah Ia lihat, dan Ia baru tahu jika gadis itu sudah begitu dewasa sekarang. Ada rasa menyesal teramat dalam dirinya. "Maafkan Daddy Sayang." Zox mengecup tangan Dea. "Kali ini tidak akan Daddy biarkan Kamu terluka lagi Nak." kini tangan Zox berada di puncak kepala Dea. Surai hitam Dea yang lembut, persis seperti seseorang yang Ia rindukan selama ini. Zox menyusuri wajah Dea dengan matanya, alangkah bahagianya jika Zox dapat melihat wajah kecil Dea. Pipi chubbynya saat ini saja sudah membuat Zox begitu gemas, lalu bagaimana saat Dea kecil?. Zox merasa miris melihat keadaan Dea setelah selesai menyusuri wajah cantik itu, tangan yang di perban bahkan masih terdapat bercak merah. Selang oksigen yang menutup hidung hingga dagunya. Bukan sekarang waktunya Zox merasa menyesal, Dia harus melakukan apa yang Dia katakan baru saja. Bahwa anaknya tidak boleh terluka, Dia bertambah yakin setelah mendengar cerita dari Halima. Zox mengecek pergelangan tangan Dea, Zox berdecak. Pasalnya kondisi anaknya benar-benar kritis. "Panggilkan Dokter!" ucapnya setelah sambungan terhubung. Tidak butuh lama seorang Dokter cantik masuk ke ruangan Dea. "Aku yang tangani pasien ini! Siapkan alatnya!" Dokter dan para Suster di buat melongo. Mereka berkumpul di depan ruangan Dea, ingin mencegah Zox melakukan apapun pada pasien mereka, tapi terhalang oleh para bodyguard. "Tap-.". "Lakukan saja!" Dokter mengangguk lalu melakukan apa yang di minta oleh Zox. Dokter bahkan berdecak kagum saat Zox melakukan pengambilan darahnya sendiri lalu dengan cekatan memasang alat tranfusi pada tangan Dea. "Apa A-?". "Dia memiliki darah khusus sepertiku." Zox tahu apa yang akan di pertanyakan oleh Dokter cantik itu. Tidak berlangsung lama karena tekanan darah Dea berangsur kembali normal, Dokter semakin kagum karena reaksi darah khusus yang mungkin hanya beberapa orang miliki di dunia. "Darah kami bisa menolong orang lain dengan donor darah tapi kami tidak bisa menerima donor darah selain darah khusus seperti kami.". **** Madiun punya cerita
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD