Chapter 3

1395 Words
“Kak, kami tidak jadi ke Skotland. Kami harus ke Jerman. Kimmy melahirkan. Kita bertemu di sini saja ya?” Diva menelepon sore itu.           “Apa? Bukankah seharusnya baru dua minggu lagi dia melahirkan?”           “Abby tadi malam meneleponku, Kimmy sudah melahirkan. Kami langsung berangkat tadi pagi. Jadi kita bertemu Munich saja, okey?”           “Ya, aku akan berangkat besok.”           Dave meletakkan ponsel dan memakai jas yang ia sampirkan di kursinya. Lihat, Damian bahkan sudah menjadi seorang ayah dari dua orang anak.Dave menjambak rambutnya. Mencoba menghilangkan pemikirannya. Akhir-akhir ini ia terlalu mellow seperti seorang perawan tua yang ketakutan.  Memang kenapa kalau ia sudah berusia lebih dari tiga puluh tahun dan masih single?           Dave menghela napas sebelum memasuki ruangan Jamie.  “Jamie, aku akan ke Jerman besok,” ucap Dave sambil duduk di sofa hitam di tengah ruangan Jamie.           “Ada masalah?” Tanya Jamie sambil meletakkan berkas dan membuka kacamatanya.           Dave menggeleng. “Istri Damian melahirkan. Semua sahabatku sudah disana.”           “Berapa lama?”           Dave mengangkat bahu. “Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan di antara keluarga bahagia itu.”           Jamie terbahak. “Malang sekali nasibmu, man!”           Dave mendelik padanya dan bangkit berdiri. “Aku akan melihat-lihat hadiah apa yang cocok untuk gadis kecil itu.”           Dua puluh menit kemudian, Dave tiba di sebuah pusat perbelanjaan besar di Edinburgh dan mencari letak toko perlengkapan bayi.            “Selamat siang, Sir, ada yang bisa saya bantu?” Tanya seorang pegawai sambil tersenyum genit ketika Dave memasuki sebuah took bayi yang lumayan besar.           “Aku butuh hadiah untuk bayi baru lahir,” ucapnya datar tanpa senyuman.           “Laki-laki atau perempuan, Sir?”           “Perempuan.”           Pegawai wanita itu menunjukkan Dave baju-baju bayi yang sangat kecil, mainan, dan peralatan makan. Dave hanya menatapnya tanpa minat. Hadiah-hadiah itu terlalu umum. “Aku lihat tempat lain dulu. Terimakasih.”           Ia keluar dari toko itu dan berjalan tanpa arah. Biasanya, ia berbelanja ditemani oleh Abby atau Diva. Ia termasuk orang yang rewel saat berbelanja karena harus memastikan barang yang ia beli benar-benar berkualitas.  Mungkin, ia bisa menghubungi Diva atau Abby, biar mereka saja yang mempersiapkan hadiahnya untuk little Schiffer. Ia tidak pernah berurusan dengan hal semacam ini sebelumnya.           Dave asyik berjalan sambil mengutak-atik ponselnya, hingga... “s**t!” Dave mengumpat saat ada yang menabraknya hingga ponsel yang ia pegang  jatuh di lantai. Dan yang lebih parah, ada yang membasahi jas mahalnya. Jas terbarunya koleksi dari Armani! Latte!           Dave menegakkan kepalanya dan melotot melihat gadis yang berdiri di hadapannya dengan mata yang juga melotot.           “Kau!!!” Teriaknya kesal saat melihat gadis yang menabraknya ternyata orang yang sama dengan gadis yang berebut meja dengannya kemarin. “Dasar pembuat onar! Kenapa kau selalu membuat masalah denganku???” Teriak Dave marah.           Gadis itu balas berteriak padanya. “Kau yang tidak memperhatikan jalanmu, Tuan muda!!! Siapa suruh berjalan sambil memainkan ponsel???”           “Kau pasti juga tidak memperhatikan jalanmu. Kalau kau memperhatikan jalan, kau tidak akan menabrakku!”           “Hei!! Kau yang tidak memperhatikan jalanmu!! Dan kau yang menabrakku!! Kau harus mengganti latte-ku!”           Dave melotot lalu mengambil ponselnya yang terjatuh dan pecah layarnya saking kerasnya benda itu terbanting. Ia menunjukkannya tepat di muka gadis itu. “Lihat! Ponselku rusak! Kau juga harus menggantinya!”           “Hah? Aku harus menggantinya??? Enak saja!!” Gadis itu menginjak kaki Dave kuat-kuat dan meninggalkannya seraya menjulurkan lidah pada Dave.           Dave berteriak padanya untuk berhenti tetapi gadis itu tetap berjalan menjauh tanpa mempedulikannya. Ia mengejar gadis itu dengan mudah dan mencekal tangannya.           “Lepaskan aku!!” Gadis itu meronta.           Namun Dave mencekalnya terlalu kuat. ”Kau harus mengganti ponselku dan mencucikan jasku!”           “Tidak akan! Itu bukan salahku!” Gadis itu tetap bersikukuh dengan pendiriannya.           “Kau....”           “Tolooonggg!!! Toolongg!!! Aku dirampookkk!!!” Teriaknya memotong ucapan Dave.           Whattt??? Dave melotot padanya. Orang-orang mulai melihat ke arah mereka dan bersiap mendatanginya.           “Kau...” Dave benar-benar kehabisan kata-kata. Gadis di depannya ini benar-benar membuatnya naik darah. Ia melepas cekalannya dan meninggalkan gadis itu setelah melemparkan tatapan tajam pada gadis kecil bermata biru itu. Dua kali bertemu, dan dua kali bertengkar di depan umum? Dasar gadis sialan!! ******           Rae tersenyum pada orang-orang yang mengerubunginya.           “Apa kau tidak apa-apa?”           “Apa yang dia ambil darimu?”           “Kelihatannya dia orang kaya.”           “Dia terlalu tampan untuk menjadi perampok.”           Suara-suara itu diucapkan dengan bersamaan, membuat Rae lagi-lagi hanya bisa tersenyum. Setelah orang-orang itu bubar, ia memutuskan untuk pulang.  Tadi, ia merasa bosan berada di apartemen tanpa melakukan apa-apa. Akhirnya ia memutuskan berjalan-jalan di sekitar apartemen Jamie, hingga kakinya melangkah ke pusat perbelanjaan ini.            Rae baru saja keluar dari kafe di dalam mall itu sambil memegang gelas plastik berisi latte yang baru saja dibelinya saat tiba-tiba seorang pria menabraknya. Latte-nya tumpah membasahi jas mahal pria itu, dan ponsel yang sedang dipegang oleh pria jatuh terpelanting dengan keras.           Matanya melotot saat melihat pria yang menabraknya adalah pria yang sama yang kemarin berebut kursi dengannya di gerai fast food. Dasar pria aneh. Dia yang salah, dia yang meminta ganti rugi.           Rae yakin pria itu bukan orang miskin. Lagipula orang miskin tidak akan memakai jas. Jasnya saja tampak mahal dan elegan. Sekali lihat saja sudah ketahuan kalau pria itu seorang pebisnis yang sukses.  Dan pria kaya yang galaknya seperti singa minta kawin itu memintanya mengganti ponsel dan jas mahalnya?? Bekerja siang malam selama bertahun-tahun pun Rae yakin ia tidak akan bisa menggantinya.           Rae tiba di rumah dan masih sepi. Jamie belum pulang. Ia bergegas ke kamar untuk mandi sebelum memasak makan malam. Jamie sangat suka masakannya. Apapun yang ia masak, pria itu selalu memakannya dengan lahap. Jamie tidak berubah walaupun sekarang sudah menjadi seorang wakil CEO di perusahaan properti terbesar di Edinburgh. Pria itu tetap Jamie-nya yang tidak suka memilih-milih makanan.           Rae baru saja selesai menata piring di meja saat Jamie masuk ke dapur.           “Hmm, harum sekali, Baby. Kau masak apa?” Pria itu memejamkan mata dan mencium aroma harum yang menguar.           “Irish Beef stew carrot & potato, Irish salad with olives and oregano dan Traditional Irish Mushroom cream soup with Croutons.”           Mata Jamie melebar mendengar jawaban Rae. “Ya Tuhan, aku merasa sedang berada di rumah!”           Rae tertawa dan menyiapkan makan malam pria itu. Tadi pagi setelah Jamie berangkat ke kantor, Rae berbelanja di supermarket di lantai bawah dengan kartu kredit yang Jamie tinggalkan. Jamie menyuruhnya memenuhi isi kulkas, karena selama Rae tinggal di sini, bisa dipastikan Jamie akan selalu makan di rumah.           “Apakah enak?”           Jamie menghentikan suapannya dan menatap Rae sambil mengangkat alis tebalnya. “Kau masih bertanya? Aku rela memundurkan jam mandiku hanya untuk menyantap masakanmu dulu, baby Rae.”           Rae tersenyum. Ia suka saat Jamie memanggilnya baby Rae.           “Jamie, apakah ada lowongan di kantormu?” Tanya Rae saat pria itu selesai makan.           “Apa kau sudah bosan di rumah? Ini bahkan baru satu hari.”           Rae cemberut. “Kau kan tahu aku tidak biasa berdiam diri.”           Jamie memejamkan mata. Pria itu tahu bagaimana kehidupan Rae di Donaghadee dengan ibunya yang kejam itu. Sang ibu akan menyuruhnya bekerja di restoran kecil mereka sejak pagi buta hingga tengah malam, karena itulah Rae tampak kurus dan lelah.           Jamie memeluknya dan mengecup keningnya. “Aku tahu bagaimana kau di sana, karena itulah aku ingin kau beristirahat dulu di rumah. Manjakan tubuhmu. Kau jauh lebih kurus daripada saat terakhir kita bertemu tahu.”           “Aku justru akan lebih lelah jika di rumah tanpa melakukan apa-apa,” Rae masih mempertahankan keinginannya.           “Baby Rae...”           “Jika kau tidak mau membantuku, aku akan mencari kerja sendiri di sini!” Ancamnya kemudian.           Jamie melotot. “Jangan berani - beraninya melakukan itu!”           “Kalau begitu carikan aku pekerjaan!” Rae merasa di atas angin.           Jamie menghela napas lelah. Ia tahu, dirinya tidak akan pernah bisa menang dari seorang Rachel Queensha Johnson.           “Aku akan mencarikanmu pekerjaan di kantorku, tetapi bersabarlah dulu. Saat ini hanya petugas kebersihan yang kami butuhkan. Untuk di...”           “Aku mau!” Potongnya dengan bersemangat.           “Apa??? Menjadi cleaning service??” Jamie berteriak.           Rae mengangguk dengan mantap.           “Tidak, Rae. Aku tidak akan membiarkanmu bekerja disana sebagai seorang cleaning service!”           “Please, Jamie. Hanya sementara sampai kau menemukan posisi lain untukku.”           “Tetapi, Rae...”           “Please,” Rae merajuk dan menatap Jamie dengan pandangan polosnya.           Jamie mendesah. Sekali lagi dia kalah dari seorang Rae.                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD