bc

Fons Cafe Series 2 (Indonesia)

book_age0+
333
FOLLOW
1.7K
READ
contract marriage
opposites attract
friends to lovers
goodgirl
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Tatsuya Maruyama is a success lawyer.

Alexander Kougami is genius physic teacher.

Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter.

Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon.

David Kajima is the funniest comedian of the year.

Kris Aikawa is the funky business man.

They all have the same problem about woman.

---

Mereka memang sukses dalam pekerjaan mereka, tapi untuk masalah perempuan, jangan ditanya. Nol besar.

Hingga akhirnya satu per satu di antara mereka menemukan jalannya.

Semua berawal dari Fons Cafe, tempat dimana mereka semua selalu berkumpul untuk bercanda tawa hingga kehilangan kesadaran.

Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya.

Akankah mereka akan tetap kompak seperti biasanya ?

chap-preview
Free preview
Fons Cafe Episode 39
Pukul sebelas pagi di Regium Hospital, seorang Dokter baru saja keluar dari ruang operasi, dia juga membuka topi operasinya yang membuatnya gerah. "Bawakan aku enam bungkus glukosa dan sebuah gelas ke ruang kerjaku," katanya pada perawatnya. Leo melangkah ke ruang kerjanya dan mengganti pakaiannya. Dia pun merasa cukup lelah setelah melakukan pengangkatan tumor di rahim yang cukup besar. Syukurlah karena tumornya belum menyebar kemana-mana. "Permisi Dok, ini glukosanya." "Letakkan disana saja," kata Leo. Perawat itu keluar setelah meletakkan glukosa dan gelas yang diminta Leo, lalu setelah selesai memakai dasi dan memakai jas dokternya, dia segera membuka glukosa itu dari kemasannya dan menuangkannya pada gelas yang ada, lalu meminumnya. Ponselnya tiba-tiba berdering dari kantongnya, sehingga dia menghentikan aktivitasnya untuk meminum glukosa. Presdir Gunawan. Tanpa melihat siapa peneleponnya, Leo langsung menjawabnya. "Halo, Dokter Leo disini." "Ah, Leo. Aku ingin mengajakmu untuk makan siang hari ini. Apa kau bisa?" Leo kenal suara itu. Ternyata yang meneleponnya adalah Presdir. "Ya, tentu saja." "Kau tidak ada jadwal operasi?" Leo melihat jam tangannya. "Siang ini tidak ada. Namun pukul empat nanti saya ada jadwal utuk mengoperasi Mr. Park." "Baiklah. Kita akan selesai sebelum jam setengah empat. Temui aku di Vier Restaurant, dekat Rumah Sakit pukul setengah satu." Telepon terputus. Leo melihat jam tangannya. 11.53 Operasi pagi tadi benar-benar membuatnya cukup lelah. Belum lagi saat pendarahan keluar sewaktu dia sedang melakukan rekonstruksi esophagus. Beruntung, dia dapat segera mengatasi pendarahan tersebut. Selanjutnya, Leo juga sempat mengomeli dokter anestesi yang salah melakukan bius, sehingga dia tidak bisa bekerja dengan tenang di tengah-tengah operasinya. Tok-tok-tok. "Ya, masuklah!" Leo melihat sesosok residen yang muncul dari balik pintu itu. "Ada apa?" Cindy, nama residen itu tersenyum, "Tidak ada apa-apa. Tadi ada seorang laki-laki muda yang mengantarkan makanan ini untukmu." Leo melihat kotak makan yang dibawakan oleh Cindy itu. Dia yakin bahwa makanan itu pasti dari rumah, buatan Bibinya, dan isinya tidak akan jauh-jauh dari sekedar nasi putih, soto atau sop, dan tahu-tempe yang di buat ayahnya. "Buang saja, aku ada urusan di luar rumah sakit," kata Leo. Cindy mengerutkan keningnya, dia meletakkan makanan itu, dan menyelidiki Leo. "Kau tidak sedang mencoba untuk berselingkuh kan?" Leo, dengan wajah oriental dan mata sipitnya itu langsung melirik tajam Cindy. "Memangnya apa urusanmu kalau aku selingkuh?" Cindy geram, dia mendorong Leo sampai terpojok di lemarinya. Dia menyapu bibirnya ke bibir Leo dan melumatnya dengan cepat. Sehingga Leo juga terkejut dan sulit untuk bernapas. "Apa yang kau lakukan?! Kita sedang berada di tempat kerja!" Seru Leo, saat dia berhasil memisahkan bibirnya dari Cindy yang sudah memperkosa bibirnya di siang hari ini. "Memangnya tidak boleh? Apa memang tidak boleh melakukannya disini?" Tanyanya balik. Seolah menyetrum, pikiran Leo langsung terangsang dan mencium Cindy balik dan membuatnya terjatuh di atas meja kerja Leo yang sudah rapih. Ciuman itu cukup menguras tenaga, sampai akhirnya Leo teringat janjinya kepada Presdir. Leo pun melepaskan pagutannya dan merapihkan pakiannya sejenak. Lalu, dia melepaskan jas putihnya dan menggantinya dengan jas hitamnya. Cindy masih terpaku melihat Leo itu. "Aku harus pergi dulu. Siapkan semua alat untuk operasi Mr. Park saat aku kembali nanti." Leo segera mengambil tasnya, lalu hendak keluar, saat suara Cindy mengingatkan sesuatu, "Tapi bagaimana dengan makan siangmu ini...?" "Kau buang saja!" Suara Leo terdengar, lalu pintunya pun tertutup. Apa? Dibuang? Sembarangan saja! Memangnya makanan itu mudah di cari? Batin Cindy. ----- Vier Restaurant, tempat yang paling sering di pakai oleh rumah sakit untuk melakukan pertemuan atau perayaan, sebelum adanya ruang serbaguna di lantai 17. Dan Leo sering makan di restoran ini, bersama dengan beberapa rekan kerjanya sesama dokter setelah melakukan rapat, atau mengoperasi pasien penting. Ya, mereka menganggap penting karena pasien-pasien itu adalah pasien berkantong tebal, dan reputasi mereka bisa melejit di rumah sakit setelah melakukan operasinya. Regium Hospital, merupakan rumah sakit yang sudah mendapat standard internasional dan memiliki berbagai departemen yang ahli dalam tiap jenis spesialisasinya. Leo tadinya bekerja sebagai dokter jaga UGD di rumah sakit ini, sewaktu dia masih terdaftar menjadi dokter tetap di sebuah rumah sakit universitas. Setelah melakukan banyak tes, akhirnya dia mendapatkan mimpinya untuk menjadi ahli bedah tumor, onkologi. Dia lulus sebagai dokter kedua terbaik di bagian onkologi, lalu dia pun langsung mendaftar menjadi dokter tetap di Regium. Hingga saat ini, dia sudah mengoperasi lebih dari seribu pasien, sejak dia menjadi residen. Dengan kecerdasannya, Leo mampu melakukan segala operasi tumor dan kanker, meskipun belum pernah mempraktikkannya sebelumnya. 12.34 Telat empat menit dari waktu yang diminta oleh Presdir. Leo bergegas keluar dari taksi yang di tumpanginya, lalu masuk ke dalam restoran itu. Sebelum akhirnya dia tertabrak seorang wanita. "Maaf, saya tidak sengaja," kata Leo, lalu mengalihkan matanya melihat perempuan yang di tabraknya itu. Perempuan dengan riasan natural di wajahnya, rambut yang dipotong sepundak, mata kucing yang indah, hidung yang tidak terlalu mancung dan bibir merah naturalnya itu tersenyum kepada Leo, "Iya, tidak apa." Leo langsung masuk ke dalam restoran dan menemui Presdir Gunawan yang sudah menunggu disana. "Oh, Dokter Leo!" "Maaf saya terlambat, Dok." "Tidak masalah, istri dan anak saya juga baru sampai disini," kata Presdir Gunawan sambil menunjuk ke arah pintu utama Vier. Terlihat dua sosok perempuan yang berbeda, dimana seorang wanita yang sudah mulai memasuk usia lima puluh awal, dengan pakaian glamor, dan asesoris yang membuatnya terlihat antik. Sementara di sebelahnya, adalah perempuan yang di tabrak oleh Leo diluar tadi! Perempuan ini jelas berbalik dengan wanita di sebelahnya. Dia tidak memakai baju yang membuatnya terlihat mewah, namun hanya membuatnya terlihat... manis. Sepertinya gadis itu polos dan dan penurut. "Leo, kenalkan ini istriku, Isabelle. Dan putri tunggalku, Eugene." Leo berjabat tangan dengan Isabelle dan Eugene. Dari tatatapan Eugene, terpancar jelas betapa Eugene segera mengagumi ketampanan dokter berusia tiga puluh tahun di depannya ini. "Duduklah, dan kita mulai makan siang," ajak Presdir. Selama menyantap makanan khas Perancis yang mereka pesan, tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut Presdir, istrinya maupun anaknya, apalagi Leo. Setelah hidangan penutup datang, mereka pun mulai berbicara kembali. "Jadi, aku memiliki sebuah alasan mengapa mengajakmu makan siang hari ini," kata Presdir di sela-sela kunyahannya. "Aku ingin memperkenalkan putriku, Eugene kepadamu, Dokter Leo. Dengan harapan aku ingin kalian bisa bersama kelak." "Dad.." bisik Eugene, namun matanya tidak bisa menyembunyikan kesenangan yang ada dalam hatinya. "Maaf, apa maksud Presdir adalah, untuk meminta saya menjadi..." "Suami anakku. Usianya 29 tahun, dan dia masih saja sendiri, maksudku, ya aku ingin agar dia menikah." Leo masih tercengang mendengar pernyataan Presdir. Ada banyak orang yang memiliki status sosial yang sama dengan keluarganya. Bahkan, Leo yakin bahwa anaknya mampu mencari calon suami untuk dirinya sendiri. Sekilas saja Leo menelaah gadis yang duduk di sebelah kanannya ini, Leo bisa memastikan bahwa Eugene adalah gadis yang manis, penurut, dan penyayang. Atau mungkin anak Presdir ini tidak memiliki kecerdasan yang cukup untuk mendapatkan suami? Pikiran Leo langsung melayang kepada Regium Hospital yang kelak bisa menjadi miliknya apabila dia menyetujui keinginan Presdir untuk menikahi putri tunggalnya tersebut. Cinta. Kata itu tidak pernah ada di dalam kamus besar Leo. Dia sudah mencoret kata itu dari kamusnya, karena baginya cinta itu sudah tidak ada dan mati. Leo bahkan tidak pernah memiliki keinginan untuk menikah, karena dia berpikir kalau menikah hanya akan menyusahkan dirinya saja nantinya. Namun berbeda saat Presdir sendiri yang menawarkan sendiri kepadanya untuk menikahi putrinya, Eugene. Dia baru bertemu dengan Eugene, namun dia sudah melihat betapa tertariknya Eugene kepadanya. Leo pun juga memikirkan langkah berikutnya, walau dia sudah mati rasa cinta, namun menikah dengan orang sekelas keluarga Presdirnya adalah investasi masa depan yang sangat menguntungkan. Leo masih berpikir, sambil menghabiskan hidangan pentupnya. Setelah itu mereka berdiri dan meninggalkan meja makannya. Di luar restoran, Eugene memberikan kartu namanya pada Leo. "Leo," panggilnya, "Ini kartu namaku. Mm... kau bisa menghubungiku kapanpun kau mau. Aku sungguh tidak keberatan." Leo mengambil kartu nama itu. Eugene Anastasia Gunawan Di bawah namanya tertera alamat, nomor telepon serta e-mail Eugene. Leo tidak pernah gegabah dan tidak pernah salah mengambil keputusan. Mulai dari SMA saat dia memilih untuk mengambil jurusan IPA, saat dia memilih mengambil fakultas kedokteran untuk kariernya. Dan bahkan saat menentukan spesialisasi, dia pun memilih bedah tumor. Apapun yang dipilihnya tak pernah salah. Secara rasional, dan akal sehat, tidak akan meleset. "Eugene," panggil Leo, "Aku menerima tawaran Presdir untuk menikahimu." Eugene tekesiap lalu dia tersenyum beberapa detik kemudian.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pernikahan Kontrak (TAMAT)

read
3.4M
bc

YUNA

read
3.0M
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

My Husband My CEO (Completed) - (Bahasa Indonesia)

read
2.2M
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook