Bab 1

1405 Words
Bab 1Lambe_turah_banyak: [Yang lagi viral say, couple goals kesayangan netizen dikabarkan putus gara-gara selebgram berinisial GA hayo ... siapa yang bisa menebak GA itu siapa?] Wanita dengan tubuh berisi itu, berdecak kesal saat membaca berita yang menyangkut majikannya. Kenapa bisa wanita keras kepala itu terkena skandal seperti ini? Kayla—wanita yang tengah kesal itu—semakin dongkol saat membaca komentar akun gosip itu. Hampir sepuluh ribu komentar, yang berisi pro dan kontra. Padahal postingan itu baru diunggah satu jam yang lalu. Gila! Mereka seperti emak-emak pemburu diskon saja. Ada barang bagus dan murah langsung serbu. Namun, bedanya sekarang yang diserbu adalah berita yang menggemparkan dunia entertainment. Menyipitkan mata, Kayla mulai fokus membaca komentar tersebut. @kue. Enak: [Kayaknya aku tau siapa GA itu.] @sasa_onlineshop: [GA itu bukannya selebgram yang punya punya julukan ibu peri, bukan?] [Nanti kembali kalau udah rame.] [Si cowok dulu pernah terang-terangan bilang kalau GA itu tipe idealnya, lo.] [Ada yang bisa ngasih tau siapa GA itu?] [Gak nyangka, ya, GA bisa merebut cowok orang. Padahal selama ini imagenya baik lo. Cewek santun, yang jadi menantu idaman para ibu.] [Gak rela kalau mereka putus!] Semakin pusing karena membaca komentar netizen yang semakin banyak, Kayla memilih menutup aplikasi i********:. Lalu jemarinya dengan cepat menekan gambar gagang telepon. "Sial! Ke mana ni anak? Di saat genting seperti ini, malah gak diangkat!" gerutu Kayla sambil berjalan mondar-mandir. Sahabat sekaligus majikannya itu memang menyusahkan! Kalau ada masalah selalu saja susah dihubungi, giliran perempuan itu yang butuh pasti akan menghubungi terus-menerus sampai dia menjawabnya. Panggilan pertama hingga keempat masih belum juga terjawab, membuat dia ingin membanting ponsel di tangannya. Sayang sekali dia tidak sampai hati melakukannya, sebab ponsel ini baru saja dibeli sebulan yang lalu. Akhirnya setelah panggilan ke lima, si Pembuat Masalah mengangkat telepon Kayla. Membuat wanita itu merasa lega sekaligus kesal secara bersamaan. "Pulang sekarang. b**o!" teriak Kayla sebelum seseorang di sana berkata apapun. *** Apa yang paling menyenangkan setelah seharian bekerja? Tentu saja spa! Itu lah jawaban yang akan diberikan Ganiya saat ada yang bertanya padanya. Seperti saat ini, sudah satu jam dia melakukan spa untuk mengembalikan kebugaran tubuh. Apalagi setelah ini dia berencana untuk belanja. Duh, memikirkan hal itu saja sudah membuat penatnya terusir. Setelahnya Ganiya akan memakan sekotak es krim rasa coklat. Benar-benar rencana yang sempurna! "Mbak, itu HP-nya bunyi," ujar seorang perempuan yang tengah memijat bahu Ganiya. "Udah biarin aja!" Baginya saat seperti ini tidak boleh ada yang mengganggu. Lagipula dia sudah menduga, pasti Kayla yang tengah menghubungi. Memangnya siapa lagi? 'Kenapa sih perempuan itu hobi menggerecokinya?' "Bunyi lagi, Mbak." Ganiya menghela napas. Malas-malasan dia mengambil ponsel yang tergeletak di sebelah kepalanya. Hampir saja benda itu terjatuh kala teriakan di seberang sana, membuat dia tersentak. "Pulang sekarang. b**o!" Tanpa menjawab apapun Ganiya langsung mematikan ponsel. Kesal. Apa-apaan itu tadi? Bisa-bisanya dia dibentak seperti itu. Belum lagi Ganiya mendengar suara orang di belakangnya yang tengah cekikikan. 'Ini sungguh memalukan!' Dikuasai perasaan dongkol, Ganiya memilih untuk mematikan ponsel. Biar lah Kayla mencak-mencak. Toh, perempuan itu yang duluan mencari masalah dengan mengatakan dirinya bodoh. Hari ini dia harus tetap menjalankan rencana yang telah disusun. Tidak akan Ganiya biarkan jika ada yang mencoba merusak suasana hatinya. Dua jam kemudian, Ganiya sudah berada di depan pintu apartemennya seraya menenteng beberapa kantong kertas. Senyumnya terkembang sempurna, karena rencananya berjalan dengan baik. Apalagi membayangkan sebentar lagi bisa menikmati es krim favoritnya. Duh, indahnya hari ini. Sang asisten yang tengah menatap tajam adalah pemandangan pertama yang dilihatnya. Lha? Kenapa dia jadi seperti tersangka sih? Perasaan tidak membuat salah apapun. Apa gara-gara dirinya tidak mengangkat telepon? Eh, tapi bukannya dia memang sering melakukan itu? "Jangan melotot kayak gitu! Berasa lagi syuting horor aja di sini." Ganiya mendudukkan diri di sofa, tidak memedulikan dengkusan keras sang asisten. "Lo dari mana aja, ha? Kenapa telepon gue nggak diangkat?" Ganiya berdecak. "Duduk dulu kali!" Wanita itu merasa kesal jika harus berbicara dengan mendongak. Posisi berdiri saja masih harus mendongak ketika bicara dengan Kayla, apalagi pas duduk begini, dia berasa kurcaci yang sedang bicara dengan raksasa. Kayla menghempaskan tubuh di samping majikannya yang teramat menyebalkan itu. Duduk miring menghadap Ganiya, lagi-lagi wanita jangkung sekaligus tambun itu mendengkus. Kesal. "Jawab pertanyaan gue, lo dari mana?" "Salon." Ganiya menunjuk kantong belanjanya. "Tadi gue juga beli beberapa baju buat lo, tenang saja itu gratis tanpa potong gaji." Wanita bertubuh mungil itu memutar kepala, seraya tersenyum lebar. Seakan bangga pada dirinya sendiri yang telah berbuat kebaikan. Ya, Ganiya dan sikap sok imutnya sedang beraksi. “Makasih." "Yang tulus dong! Kalau bilang makasih itu harus tersenyum. Gini nih, gini!" Ganiya mendekatkan wajah pada sang asisten sambil tersenyum lebih lebar. Alih-alih menuruti permintaan temannya, Kayla justru mendorong wajah Ganiya menjauh menggunakan telapak tangannya. "Ish! Nggak sopan!" protes Ganiya tidak terima. Bahkan bibir wanita itu sudah maju satu senti. "Ada hal yang penting yang perlu kita bahas, sekarang!" Kayla mengepalkan telapak tangan sambil mengangkatnya ke udara. Gemas dengan kelakuan wanita di sampingnya. Salah apa dia sampai harus bekerja pada wanita bawel seperti Ganiya. "Iya. Iya." Melihat asistennya mulai jengkel, Ganiya memilih mengalah. Ngomong-ngomong, melihat wajah serius Kayla membuat bulu kuduknya meremang. 'Sial! Apakah sesuatu yang serius sudah terjadi? Kenapa perasaannya jadi tidak enak?' Duh, haruskah kebahagiaannya seharian ini berakhir tragis? "Ini!" Kening Ganiya mengernyit ketika Kayla menyodorkan sebuah ponsel. "Ponsel gue masih bagus dan bisa digunakan." "Anak ini!" geram Kayla gemas sambil meletakkan ponselnya di telapak tangan Ganiya. "Buka!" Wanita bertubuh mungil itu mencebik. Serius, ini siapa sih sebenarnya yang majikan? Kenapa dia terus yang dibentak-bentak? Ganiya yang awalnya malas-malasan menghidupkan layar ponsel, tiba-tiba matanya membola kala melihat berita apa yang terpampang di layar benda pipih milik Kayla. "I—ini ...." Wanita itu memutar kepalanya pelan seraya menatap horor sang asisten yang mengedikkan bahu. "Ko—kok bisa?" "Ya, bisa. Buktinya itu udah jadi berita di mana-mana." Kayla berteriak histeris melihat Ganiya yang melempar ponselnya. Secepat kilat mengambil benda yang tergeletak di atas karpet tebal itu, dia langsung memberikan tatapan bengis pada si Tersangka sambil mengusap-usap ponselnya. "Jangan lempar barang orang sembarangan!" "Maaf," ujar Ganiya tanpa raut bersalah sama sekali, wanita itu justru sibuk menggerutu tidak jelas. "Lo udah buka IG?" "Belum, seharian ini gue nggak ngecek medsos." "Bagus lah." "Kenapa emangnya?" tanya Ganiya yang mulai terlihat panik. "Jangan bilang ... lapak gue penuh komen jahat." Ganiya langsung mendesah lelah sambil menyandarkan punggung di kursi, saat asistennya memberikan anggukan sebagai jawaban. Dia tidak bisa membayangkan media sosialnya yang selalu berisi komentar positif kini berubah menjadi penuh caci-maki. Rasanya dia ingin melabrak pasangan tukang drama yang telah melibatkan dirinya dalam kasus mereka. Merebut pacar orang? Enak saja dia bukan wanita seperti itu! "Gimana ini?" tanya Ganiya frustasi. Selama ini dia memang tidak terlalu bergaul dengan sesama selebgram lain, karena tidak mau terlibat skandal apapun. Eh, kenapa sekarang tidak ada angin tidak ada hujan dia mendadak terlibat kontroversi? "Cari pacar gih, buat menyangkal tuduhan itu. Kan dengan begitu lo bisa bilang, nggak mungkin jadi pelakor soalnya udah punya gandengan. "Gue nggak mau pacaran!" "Yaudah cari suami aja." Ganiya melirik sinis asisten sekaligus sahabatnya itu. "Emang situ kira mudah cari suami?" "Iya sih emang susah, apalagi buat wanita muka standard kayak situ." "Enak aja! Gue imut tau!" Bukannya takut, Kayla justru terbahak melihat kekesalan sahabatnya. Namun, tiba-tiba tawa itu berhenti lalu berganti menjadi serius seraya menatap lekat Ganiya. "Tapi sepertinya rencana gue perlu lo pertimbangkan. Lagipula bukankah om sama tante sudah mendesak agar Lo segera menikah?" "Jangan aneh-aneh! Lagian umur gue baru 25 tahun, bisa-bisanya mereka ngebet punya mantu. Terus, emangnya gue mau nikah sama siapa?" Kayla menyeringai, lalu mulai mengutak-atik ponselnya. "Coba lihat ini!" Ganiya berlagak muntah, lalu menyingkirkan ponsel itu dari hadapannya. "Ogah banget, kayak nggak ada cowok lain aja!" "Dia potensial kali, bukankah dulu pas sekolah lo pernah naksir dia?” "Yang kurang itu karena dia Bara, Kay! Bara! Lo ingat kan apa yang pernah dilakukannya ke gue saat kita sekolah dulu? Terus lo nyuruh gue nikah sama dia? Lo sehat?!" "Gue nggak nyuruh lo langsung nikah sama dia, pedekate aja dulu. Image dia selama ini baik. Jadi kemungkinan nama baik lo bisa kembali kalau dekat dengan dia." "Pokoknya nggak! Pasti ada cara lain buat menyelesaikan masalah ini. Lagipula gue belum mau nikah." Ganiya menggerutu untuk yang kesekian kalinya. Ide yang baik? Benarnya itu adalah ide terburuk yang pernah dia dengar. Menyebalkan! Gara-gara ide bodoh itu dia jadi teringat kembali kejadian yang melibatkan dirinya dengan si manusia kulkas itu. "Dasar Bara menyebalkan!" maki Ganiya dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD