CHAPTER 1

3510 Words
Byurs! Satu gayung penuh air membasahi tubuh gadis bernama lengkap Savana Arabella. Atau yang kerap dipanggil Savana. Baru dua hari gadis itu bersekolah di SMA Nusa Bangsa, namun sudah mendapatkan perlakuan seperti ini dari kakak kelasnya yang memang mendapat julukan 'queen bullying' Raisa Laurence. Gadis dengan seragam press body dan juga make up tebal yang menghiasi wajahnya. Raisa tertawa nyaring, suara yang terdengar sangat menakutkan di telinga Savana. Gadis itu menarik kasar tangan Savana lalu mendorongnya keluar dari kamar mandi. Savana jatuh tersungkur. Untung saja saat ini adalah jam pelajaran terakhir. Jadi tidak banyak orang yang berlalu-lalang di sekitar sini. Entah Savana harus senang karena tak ada yang melihat wajah menyedihkannya atau malah Savana harus sedih karena tak ada yang bisa menolongnya. Savana berusaha keras untuk tidak menangis. Namun ternyata matanya mengkhianati. Air mata itu lolos begitu saja. Savana menghapus kasar air matanya. Gadis itu menatap Raisa yang tertawa puas dengan tatapan penuh kebencian. Awas saja! suatu saat, Savana akan membalasnya. Raisa kembali masuk kedalam bilik kamar mandi. Lalu keluar dengan dua gayung di kedua tangannya. Gadis itu mendekati Savana yang masih terdiam di tempatnya. Byurs! Byurs! Lagi dan lagi, Raisa mengguyur tubuh Savana yang hanya pasrah diperlakukan seperti itu. Savana sadar, dia hanyalah anak baru yang tidak akan bisa apa-apa. Raisa kemudian membuang asal gayung yang digunakannya tadi. Gadis itu kembali menarik tangan Savana agar berdiri. Setelah Savana benar-benar berdiri, Raisa membanting tubuh gadis itu hingga kepalanya membentur dinding luar kamar mandi. Tidak ada ringisan kesakitan dari Savana. Karena Savana tau, satu ringisan yang keluar dari mulutnya justru akan membuat Raisa senang. Raisa berjalan mendekat kearah Savana yang terduduk lemas, kepala Savana terasa pusing. Darah segar mengalir dari dahi gadis tersebut. Raisa tersenyum puas melihat itu, lalu tangan gadis itu tiba-tiba terangkat, nyaris melayangkan satu tamparan di pipi Savana. Namun tamparan itu tidak bisa Raisa berikan, karena tiba-tiba terdapat tangan yang menahan pergerakan tangan Raisa. Tangan Raisa itu dicekal kasar oleh seorang cowok yang terlihat memakai hoodie dengan warna abu-abu. Raisa menoleh pelan. Tepat disaat gadis itu menghadap ke belakang sepenuhnya. Dia mendapati sosok seseorang yang sangat dia kagumi berdiri dibelakangnya dengan raut datar yang senantiasa menghiasi wajah tampannya. "Ge-Geo," cicitnya. Mata Raisa berbinar, dia baru sadar. Tangannya sekarang sedang digenggam oleh Geo. Cowok idamannya. Geovano Aditya. Cowok dengan ketampanannya juga kecerdasannya yang diatas rata-rata. Wajahnya yang selalu terlihat datar serta sifat dinginnya yang seolah tak tersentuh itu menjadi daya tarik tersendiri dari seorang Geovano. Geo menarik Raisa menjauhi Savana. Cowok itu menghempaskan Raisa kasar lalu mendekati Savana yang masih dalam posisi awalnya tadi. Geo menarik lembut tangan Savana agar berdiri. Cowok itu melepaskan hoodie abu-abu miliknya, lalu memakaikan di tubuh kecil Savana. Padahal, mereka seumuran. Tetapi tubuh Savana jauh lebih kecil dan tinggi Savana jauh lebih pendek daripada Geo. Kemudian, Geo memapah Savana menuju parkiran. Meninggalkan Raisa yang meringis kesakitan karena jatuh tersungkur tadi. Raisa menatap penuh permusuhan kepada dua lawan jenis yang berjalan menjauhinya. Ya, Geo dan Savana. Sesampainya mereka di parkiran, Geo membawa Savana untuk duduk di kursi yang ada di dekat parkiran tersebut. "Bentar," ujar Geo sedikit menjauh dari Savana. Cowok itu menelpon seseorang tak jauh dari tempat Savana duduk. Setelah selesai menelepon, Geo kembali menghampiri Savana dan berdiri di samping kursi yang Savana duduki. Hening sejenak. Tak lama setelah itu, cowok bernama Aldi tiba-tiba datang membawa kunci mobil miliknya. "Ini bro kunci mobil gue," ujar Aldi memberikan kunci mobilnya. "Lo mau pulang duluan?" tanya Aldi kemudian, cowok itu sedikit heran. Masalahnya, Geo sangat jarang sekali bolos sekolah. Walaupun cowok itu sering bolos dalam pelajaran. Geo hanya menjawabnya dengan melirik Savana yang sedang duduk dengan memeluk dirinya sendiri. Aldi yang memang sangat update terlihat tidak asing dengan wajah Savana. Ya, si anak baru yang sangat menggemparkan seantero SMA Nusa Bangsa. "Anak baru itu?" ujar Aldi pelan. Geo mengangkat alisnya sebelah. "Lo kenal?" Aldi menggeleng. "Gue cuma tau, namanya Savana Arabella. Kelas XI MIPA 3." "Bagus," ujar Geo. "Ntar pulang sekolah, lo tolong ambilin tas dia di kelasnya. Gue cabut duluan, mau anterin dia pulang," lanjutnya kembali melirik Savana sekilas. Setelah itu Geo berbalik meninggalkan Aldi untuk menghampiri Savana. "Sejak kapan lo peduli sama cewek?" tanya Aldi sedikit berteriak. Geo menghendikkan bahunya tidak tau, cowok itu tidak menoleh sama sekali kearah Aldi. Dia mengulurkan tangannya kepada Savana yang langsung disambut baik oleh gadis itu. Geo meraih pinggang ramping Savana, lalu cowok itu memapah Savana lagi menuju mobil milik Aldi. Oh iya, hampir saja Geo lupa. Aldi belum pergi dari tempatnya tadi. Cowok itu memandang cengo Geo yang memapah Savana. Sampai suara Geo membuat Aldi tersadar dari lamunannya. "Nih kunci motor gue!" teriak Geo sembari melemparkan kunci motornya. Aldi secara refleks menangkap kunci motor yang di lempar Geo. "Tutup mulut lo, kesedak nyamuk aja baru tau lo," cibir Geo kemudian. Kembali refleks, Aldi langsung menutup mulutnya yang terbuka tadi dengan telapak tangannya. "Gimana bisa gue kesedak nyamuk, orang disini gue nyamuknya!" cibir Aldi berteriak yang sayangnya dihiraukan oleh Geo. *** Savana sekarang sedang duduk di kursi samping kemudi. Gadis itu sedari tadi memperhatikan cowok yang sudah menolongnya dari bullyan kakak kelasnya dari samping. Tampan. Sangat tampan. Itu yang Savana pikirkan ketika melihat Geo. Cowok itu sendiri, dia masih fokus menyetir. Mereka berdua hanya diam, sampai suara cowok tersebut memecahkan keheningan. Mengagetkan Savana. "Biasa aja lihatnya, gue tau gue ganteng," ujar Geo tanpa menoleh, cowok itu masih menatap ke depan. Fokus menyetir. Aneh sekali, perkataan Geo terdengar seperti penuh percaya diri. Tetapi ekspresi cowok itu ketika berbicara tetap datar. "Rumah lo dimana?" tanyanya kemudian. Savana mengerjapkan matanya beberapa kali. "Eh anu-itu," racaunya tak jelas. "Jangan bilang lo gak punya rumah," potong Geo, cowok itu melirik tas yang berada di pangkuan Savana. Dia tau betul, harga tas itu sangat mahal. Karena mamanya sering membeli tas bermerek serupa. "Lo jual tas lo sana. Buat beli rumah." Savana menaikkan alisnya sebelah, lalu melirik tasnya. "Tuh kan, mama...," gumamnya pelan. Setelahnya, Savana terdiam kembali. Savana sebenarnya tak terlalu suka dengan tas yang saat ini sedang dia pakai. Bukan apa-apa, hanya saja menurut Savana, harga tas yang saat ini dia pakai sangatlah tidak wajar. Harga tasnya terlalu mahal. Tapi, apalah daya Savana yang hanya bisa menurut saja ketika mamanya meminta dirinya untuk memakai tas yang mamanya belikan ini. "Gue tanya sama lo heh!!" ujar Geo karena Savana tak kunjung menjawab pertanyaannya. Jangan-jangan benar lagi, kalau Savana tak memiliki rumah?! "Eh? Gimana?" latah Savana terkejut. "Lo dengerin gue gak sih?!" tanya Geo ngegas. Bisa-bisanya Savana tidak mendengarkan perkataan Geo. Padahal, suara yang keluar dari mulut Geo itu banyak di nantikan. Wah, ini sih Savana belum tahu saja memang. Savana jadi keki sendiri dengan cowok yang ada di sebelahnya ini. "Maaf, tadi lagi gak fokus," ujarnya menunduk. "Aku bukannya gak punya rumah. Tapi, sebenernya aku lagi males pulang," lanjutnya kemudian. Dahi Geo terlihat bergelombang bingung. Malas pulang? Kenapa? Seakan tahu apa yang Geo pikirkan, Savana menjelaskan. "Mama aku lagi gak di rumah. Jadi aku pasti sendirian kalo aku pulang. Aku benci sendirian," jelasnya mendadak sendu. Namun, tak lama setelah itu, Savana terlihat kembali tersenyum ceria. "Tapi gak apa-apa deh. Kamu anterin aku ke rumah aja," lanjutnya. "Jalannya?" tanya Geo singkat. Sebenarnya Geo cukup merasa aneh melihat perubahan mimik wajah Savana yang begitu cepat. Tapi, Geo mencoba acuh, toh itu juga bukan urusannya. "Habis ini belok kiri. Itu udah masuk komplek rumah aku," ujar Savana seraya menunjuk belokan yang ada di depan. Geo hanya mengangguk sekilas. Lalu cowok itu mengemudikan mobil Aldi kearah yang Savana tunjukkan. 5 menit berlalu, Geo terus mengikuti petunjuk dari Savana. "Nah udah berhenti disini aja. Ini udah sampai," ujar Savana ketika sampai di depan satu rumah yang lumayan besar. "Aku duluan ya Geo. Makasih udah nolong dan nganterin aku," Savana tersenyum manis kemudian gadis itu keluar dari mobil milik Aldi yang dikendarai Geo itu. Dahi Geo sedari tadi mengernyit ketika Savana memintanya untuk berhenti di depan satu rumah yang sangat Geo kenali. Geo jadi penasaran. Saking penasarannya, Geo memutuskan untuk turun dari mobil dan menghampiri Savana yang masih berdiri di depan pagar rumah itu. "Loh? Kok ikut turun, kenapa?" tanya Savana bingung. "Lo sendiri kenapa masih berdiri di sini?" ujar Geo malah balik bertanya. Savana tersenyum manis. "Aku nungguin kamu pergi dulu Geo. Baru setelah itu aku masuk," balasnya. Geo semakin mengernyitkan dahinya bingung. "Lo gak lagi bohong kan?" tanyanya curiga. Dahi Savana kini ikut mengernyit bingung. "Bohong? Bohong gimana sih?" bingungnya. "Ini," tunjuk Geo ke rumah yang saat ini Geo dan Savana sedang berdiri di depan pagarnya. "Bukan rumah lo kan?" Savana mengikuti arah tunjuk Geo. Ah, Savana sekarang paham. "Oh rumah ini," ujarnya ber-oh ria. "Iya, ini emang bukan rumah aku. Kan rumah aku yang sebelahnya," lanjutnya seraya menunjuk rumah yang ada di samping kanannya. Geo melihat rumah yang Savana tunjuk. Sepi. Itu yang dapat Geo lihat. "Terus, kenapa lo minta berhenti disini? Kenapa juga lo berdiri di depan pagar rumah ini?" tanyanya beruntun. Alis Geo terangkat bingung. Geo semakin semangat mengintrogasi Savana. "Ya gak apa-apa dong. Aku kan cuma mau main ke rumah tetangga aku," ujar Savana membalas. "Kenapa sih Geo? Kamu kenal sama tetangga aku yang rumahnya disini?" "..." Geo diam tak menjawab. "Ah iya, mungkin kamu temannya Reno ya? Dia juga anak SMA Nusa Bangsa. Kamu kenal kan?" ujar Savana kemudian. Gadis itu bertanya yang lebih mengarah ke menebak. Geo hanya mengangguk menjawabnya. "Wah, dunia sempit banget ya ternyata," Savana terkekeh pelan. "Ternyata, si Reno tengil punya temen yang ganteng kaya kamu juga ya Geo? Aku baru tau," setelahnya, Savana kembali terkikik geli. Geo menatap Savana aneh. Ada apa dengan gadis ini? Apa dia sudah gila? Di sela-sela Geo menatap Savana aneh, suara deringan terdengar dari ponsel Geo membuat Geo mengalihkan pandangannya dari Savana. Geo segera merogoh saku celana seragamnya guna mengambil ponsel miliknya. Geo kemudian melihat siapa orang yang menelponnya. Reno. Nama itu yang tertera disana. Setelahnya, Geo segera menjawab panggilan itu. "Hm?" deheman Geo mengawali. "Buset Ge, cuek amat," bukan. Itu bukan suara Reno. Itu adalah suara Aldi. "Apa?!" tanya Geo tak mempedulikan perkataan Aldi. "Yaampun Ge, lo--," perkataan Aldi terpotong. "Bacot lo Di!" sentak Reno merebut ponselnya yang ada di tangan Aldi. "Lo dimana sama Savana Ge?" tanya Reno kemudian. Dari nada suaranya, Reno sepertinya sedang khawatir. Geo yakin dengan itu. "Depan rumah lo," balas Geo singkat. Cowok itu melirik Savana sekilas, kemudian kembali menatap ke depan. "Lo sama Savana tungguin gue disitu. Jaga Savana. Gue sama Aldi on the way sekarang," pesan Reno sebelum cowok itu benar-benar mematikan panggilannya. Belum juga Geo sempat menolak. Hufh! Geo hanya bisa diam dan menerimanya saja. Meskipun dia sebenarnya sangat malas harus berdua dengan Savana yang sedari tadi secara terang-terangan menatap kearahnya. Kalau saja bukan Reno sahabatnya yang memintanya untuk menemani Savana selagi Reno on the way menghampiri gadis itu, pasti Geo sudah pergi meninggalkan Savana sedari tadi. "Reno bentar lagi pulang. Lo disuruh nungguin," ujar Geo dengan wajah datarnya. Cowok itu kemudian menyandarkan tubuhnya di kap mobil Aldi seraya memainkan ponselnya. Savana dengan semangat mengangguk. Hening. Beberapa menit terjadi keheningan diantara mereka. Geo yang sibuk dengan ponselnya, Savana yang sibuk menatap Geo. "Geo, kamu udah lama temenan sama Reno?" tanya Savana sekedar basa-basi. "Hm," Geo hanya membalasnya dengan deheman malas. Hening kembali setelahnya. Savana canggung. Gadis itu bingung mau membuka topik obrolan tentang apa dengan Geo. "Geo, kamu ganteng," celetuk Savana asal. Ah sebenarnya tidak asal. Geo memang tampan. Savana akui. Dia hanya berkata jujur kok. Geo hanya diam tak menghiraukan Savana. Tanpa Savana bicara pun, Geo sudah tau bahwa dirinya ganteng. Banyak yang mengakuinya. Jadi, untuk apa merespon perkataan Savana? Untuk Geo, pujian Savana yang ditujukan untuknya itu tak berpengaruh apa-apa. Memangnya siapa Savana untuk Geo? "Geo, kamu kenapa diem aja?" ujar Savana lagi karena tak mendengar respon dari Geo. Masih tetap sama. Geo bergeming di tempatnya, tak menjawab perkataan Savana. "Geo sariawan ya makanya gak bisa bales pertanyaan aku?" tanya Savana kemudian. Namun lagi-lagi masih tetap sama. Tak ada respon jawaban dari Geo. "Jadi beneran ya Geo kalo kamu itu lagi sariawan? Mau aku beliin obat sariawan nggak? Atau larutan?" tanya Savana beruntun. Muak sudah Geo lama-lama. Cowok itu ingin membentak Savana sekarang juga. Namun diurungkannya mengingat Savana baru saja mendapatkan perlakuan bullyan. Geo masih cukup waras untuk tak membuat Savana merasakan syok yang berlebihan. Geo memilih untuk memasang airpod di telinganya. Bermaksud agar dia tak lagi mendengar perkataan dan pertanyaan dari Savana yang berpotensi membuat dirinya bisa saja meledak kapan saja. Bahkan di detik itu pula. Savana yang merasa sepertinya Geo sedang jengkel dengannya pun hanya menghela napas pelan. Padahal Savana sangat ingi mengobrol dengan Geo. Entahlah, Savana pikir dia suka dengan Geo sejak pertama kali Savana melihat Geo menolongnya dari bullyan dari Raisa. Si kakak kelas sialan itu. Inikah cinta pandangan pertama? Savana baru pertama kali merasakannya. Dulu sekali, ketika Savana ditanya apakah dia percaya tentang adanya cinta pada pandangan pertama, pasti dengan tegas Savana menjawab tidak! Tapi sekarang, Savana tak yakin jika dirinya ditanya tentang itu lagi jawaban gadis itu masih tetap sama. Karena pada kenyataannya, Savana kini telah merasakan cinta pada pandangan pertama. Dan itu kepada Geo. Mulai dari detik ini. Disini, di depan pagar rumah Reno. Disaksikan langit siang yang cerah namun tak panas. Disaksikan mobil Aldi yang terparkir indah dengan Geo yang bersandar di kapnya. Savana menyatakan, gadis itu akan memperjuangkan cintanya kepada Geo. Tak peduli respon seperti apa yang akan diberikan Geo kelak. Yang jelas, Savana bersumpah tak akan berhenti memperjuangkan cintanya, sebelum gadis itu benar-benar berhasil mendapatkan hati Geo. Savana mengucapkan dan memantapkan seluruh niat dan janjinya sembari menatap Geo yang masih saja fokus dengan ponselnya dan juga dengan airpod yang senantiasa terpasang di telinga kanan kiri cowok itu. "Aku bersumpah Geo," ujar Savana lirih dengan senyum kecilnya. *** Disisi lain, di kelas XI MIPA 1. Setelah mobil Geo dan Savana berlalu pergi keluar gerbang sekolah, Aldi berlari tergopoh-gopoh menghampiri Reno yang tampak sedang bermain game online di ponselnya. Dengan tidak santainya, Aldi datang sembari menggebrak meja yang ada di depan Reno. Membuat Reno terlonjak kaget. "Eh anjim!" pekik Reno terkejut. Cowok itu menatap kesal kearah Aldi kemudian. "Kalo masuk kelas itu salam bege, bukan main asal gebrak meja orang. Gak pernah belajar agama maneh teh?" sewotnya. Aldi hanya cengengesan sebentar menanggapi itu. "Ya maap. Khilaf aing teh," ujarnya. "Assalamualaikum ya ahli kubur," salamnya kemudian yang dibalas Reno dengan delikan kecil. Namun tak urung cowok itu juga membalas salamnya. "Waalaikumsalam," balasnya dengan nada setengah kesal. "Kenapa?" lanjutnya lalu kembali memainkan game kesayangannya yang ada di ponselnya. Game pou! "Ah iya, lo tau gak? Alasan kenapa Geo tadi pinjem kunci mobil gue?" tanya Aldi berharap Reno mau menebak. Namun apalah daya Aldi karena yang harapannya tak terwujud. Reno nyatanya hanya menghendikkan bahunya acuh. "Mana gue tau," balasnya enggan menebak. Dia terlihat sangat asik dengan game yang apabila kotorannya di tekan dapat mengeluarkan uang itu. "Ah lo mah gak asik Ren, coba dong tebak," kesal Aldi. Namun Reno masih tetap acuh. Cowok itu masih tetap fokus dengan game pou nya. "Ya kalo lo mau ngasih tau ya kasih tau aja. Kalo gak mau ya udah," santai Reno menjawab. Sesekali Reno mendesah kecil ketika gagal memainkan salah satu permainan di dalam game pou. Karena kesal Reno tetap acuh, Aldi hanya mampu mencebikkan bibirnya sembari menggerutu kecil. Menyumpah serapahi dalam hati game yang saat ini sedang temannya itu mainkan. Yasudahlah, daripada beritanya sia-sia, alhasil Aldi memutuskan untuk memberi tahu Reno walaupun Reno tak memintanya. Aldi lalu mengambil alih duduk di samping Reno. "Geo pinjem kunci mobil gue buat nganterin cewek pulang masa Ren, wah parah. Tumbenan banget kan ya?" ujar Aldi antusias. Walaupun Aldi terdengar sangat antusias namun Reno tak memberikan respon banyak. Cowok masih tetap fokus dengan game pou di ponselnya. "Ya bagus dong kalo gitu," balasnya masih acuh. Hanya mendapat jawaban singkat dari Reno tak membuat semangat Aldi luntur untuk menceritakan perihal Geo. "Tapi kayanya si cewek yang mau Geo anterin itu habis jadi korban bully deh. Rambut dia kelihatannya basah. Bajunya kayanya juga basah deh, orang dia make hoodienya Geo," lanjutnya. Namun lagi-lagi tetap saja, Reno masih acuh. "Ya bagus juga dong kalo Geo mau nolong tuh cewek. Itu tandanya temen lo yang satu itu masih punya hati," balas Reno masih santai. Aldi mengangguk setuju dengan perkataan Reno tadi. Memang benar, itu artinya sahabat kejamnya yaitu Geovano Aditya masih mempunyai setidaknya sedikit kebaikan yang bisa membuatnya terlihat masih memiliki hati. "Tapi lo tau gak sih Ren? Ceweknya itu kayanya murid baru deh. Ceweknya itu kalo gak salah namanya Savana Arabella, anak baru kelas XI MIPA 3. Lo tau kan?" tanya Aldi polos. Pertanyaan yang mampu membuat Reno menoleh cepat menatap Aldi. Melupakan sejenak game pou nya yang entah nasibnya akan menjadi seperti apa nanti. Aldi yang tampaknya belum sadar dengan tatapan Reno itu masih tetap santai melanjutkan perkataannya. "Dia kayanya korban bully-nya Raisa. Tau sendiri kan lo Ren, tuh queen bullying kaya gimana kalau ada murid baru. Apalagi murid barunya yang cantik kaya Savana, secara Savana udah berhasil ngambil perhatian seantero sekolah. Nenek lampir a.k.a si Raisa udah pasti ngerasa tersaingi tuh," jelas Aldi beropini panjang lebar dengan tatapannya yang masih terlihat polos tak berdosa. Aldi masih terus melanjutkan aksi ghibah nya panjang lebar tanpa melihat dan mempedulikan ekspresi wajah Reno yang semakin keruh, kecut dan butek itu. "ALDI!!" sentak Reno pada akhirnya sembari menggoyangkan bahu Aldi kasar. Kesal. Reno kesal karena Aldi terus mengatakan hal-hal yang tanpa Aldi sadari dapat membuat emosi Reno memuncak. "Lo bilang siapa tadi cewek yang kena bully?" tanya Reno kemudian, nadanya kini berubah menjadi khawatir. Ekspresi cowok itu juga menunjukkan sebuah kekhawatiran. "Mmm Savana Arabella? Anak baru kelas XI MIPA 3. Kenapa emang Ren?" tanya Aldi menatap Reno aneh. Pasalnya Aldi tahu betul dari tatapan Reno yang memancarkan kekhawatiran yang begitu besar. Aldi belum pernah melihat Reno seperti ini sebelumnya. Reno tiba-tiba berdiri dari tempatnya. "Cabut sekarang Al! Kita susul Savana sama Geo," ujarnya tak santai. Sembari menarik tangan Aldi untuk memaksa cowok berdiri dan kemudian menariknya keluar kelas. Aldi yang memang belum siap itu terseret dengan tarikan Reno yang entah akan membawanya kemana. "Eh Ren, bentar anjir," ujarnya seraya berusaha menahan tarikan Reno di tangannya. Setelah mendapatkan perlawanan yang cukup kuat dari Aldi, Reno akhirnya berhenti tepat di depan kelas mereka. Reno menatap Aldi penuh tanda tanya seperti menyuruh cowok itu buru-buru mengatakannya. "Jadi, Geo tadi minta gue buat ambil tasnya Savana dikelas cewek itu dulu Ren. Sekalian suruh bawain tasnya dia juga katanya," lanjutnya membuat Reno segera melepaskan tarikan tangannya dari Aldi. Setelah tangannya tak lagi ditarik Reno, Aldi bernapas lega. "Nah gitu lah. Sabar napa Ren, buru-buru amat lo. Kenapa sih emangnya?" tanya Aldi kemudian. Dia penasaran. Reno yang tampaknya sedang tak ada mood untuk bercanda itu malah menatap Aldi datar. "Bacot lo. Udah cepet ambil tas Geo di kelas, sama tas gue sekalian. Setelah itu, baru kita ke kelas Savana. Kita cabut sekalian. Gak usah balik lagi," titah Reno seraya mendorong punggung Aldi dengan tak santai untuk kembali masuk kedalam kelas. "Sabar napa Ren sabar. Kenapa sih lo, udah kaya cacing kepanasan aja yau gak?!" ujar Aldi kesal. Aldi sudah merasa seperti b***k sekarang. Diperalat oleh Reno dan Geo secara bersamaan. Tak apa, untung Aldi sabar anaknya. Lagian ada apa juga dengan Reno. Cowok itu tak biasanya seserius ini. Biasanya sih dia memang tak ada akhlak kalau sudah menyuruh, sama seperti Geo. Tapi dia tak pernah sampai terburu-buru seperti ini. Apalagi juga se-khawatir ini. Sekalipun dia pernah telat 2 jam masuk sekolah padahal saat itu dia sedang ada ulangan kenaikan kelas. Dia masih saja tetap santai. Tak seperti sekarang. Kalang kabut tak jelas. Kenapa sebenarnya dengan temannya ini? Apa hubungan antara Reno dengan Savana? Kenapa rasanya Savana seperti prioritas untuk Reno? Kalau Reno se-khawatir ini, Savana sudah seperti seseorang yang sangat penting di kehidupan Reno yang perlu Reno jaga dan lindungi setiap saat dan setiap waktu. Dan saat ini, Reno sedang panik karena dia kecolongan. Banyak pertanyaan yang terputar di kepala Aldi, namun cowok itu masih cukup tau tentang keadaan. Situasinya juga tak mendukung Aldi untuk bertanya sekarang. Aldi tak akan bertanya sebelum Reno tenang. Karna cowok itu sendiri sedari tadi memang terlihat sangat kelabakan. "Renooo bantuin gue bawain tasnya dong. Ini ada tiga anjir. Susah gue bawanya," keluh Aldi saat keluar dari kelasnya dengan membawa tiga tas sekaligus. Tas milik dia sendiri, tas milik Reno dan tas milik Geo. Aldi terlihat sangat kesusahan karena membawa tiga tas sekaligus itu. "Halah lebay. Baru juga tiga susah amat," cibir Reno hanya menatap Aldi malas. Reno mah tinggal nyuruh doang ya gampang lah. Lah ini Aldi? Dia yang mengerjakannya, dia yang membawanya. Mari ramaikan tagar #justice for Aldi heheee. "Udah cepet. Lo ntar juga harus bawa tas Savana ya. Gak usah ngeluh. Cowok kok lemah," lanjutnya angkuh kemudian ngacir pergi mendahului Aldi, meninggalkan cowok itu di depan kelas dengan kesusahan membawa tigas tas sekaligus. Reno berjalan menuju kelas Savana. "Ya Allah, sabarkanlah hambamu ini untuk menghadapi teman laknat seperti Reno dan Geo Ya Allah," ujar Aldi terdengar nelangsa. Cowok itu kemudian berjalan menyusul Reno yang terlihat semakin kecil termakan oleh jarak. "Tungguin gue Reno b*****t teman gak ada akhlak!!!" teriak Aldi berjalan pelan dengan penuh kesusahan menyusul Reno.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD