Perjalanan ke Timur

1362 Words
Perjalanan yang ku lakukan kali ini tidak searah dengan Hathor, dia harus pergi ke selatan sedangkan aku harus pergi ke timur. Daerah timur di kenal dengan daerah yang memiliki hanya dua musim saja, hanya ada kemarau dan musim hujan. Tapi menurut yang di jelaskan dalam buku, di daerah timur musim kemaraunya tidak terlalu panas, dan musim hujannya juga tidak pernah terlalu dingin. Intinya, daerah itu memiliki iklim paling sempurna untuk menanam berbagai macam sayur dan buah-buahan. Negeri timur adalah wilayah milik Kerajaan Parandis, yang termakmur di antara lima Kerajaan. “Kepala Desa? Anda benar-benar Kepala Desa, bukan?” tanya Kadeena. “Hah? Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku seorang Kepala Desa. Kenapa kau bertanya seperti itu, Kadeena?” “Anda terlihat seperti seorang yang sangat menyukai bepergian. Seorang pemimpin kebanyakan melakukan tugas mereka di dalam teritori mereka. Jika anda bepergian, apa wilayah anda akan baik-baik saja?” “Wilayahku? Desa Nimiyan akan selalu baik-baik saja, meskipun aku tidak disana... Tapi sekarang banyak sekali orang yang bisa di andalkan. Mereka adalah orang yang saling bahu membahu, mereka saling mendukung. Wilayah yang seperti itu, walau tidak ada sosok pemimpin yang memberikan perintah pada mereka. Mereka pasti akan tetap baik-baik saja,” jawabku. “Tapi tetap saja mereka membutuhkan anda, bukan?” “Kalau itu sih... Ya! Bisa dikatakan mereka pasti membutuhkanku. Meskipun aku mengajari mereka banyak hal, tapi rasanya masih kurang.” “Kali ini kita akan pergi ke timur, dan tujuan kita adalah Parandis. Perjalanan ini membutuhkan banyak sekali waktu.” “Ya! Dan kita tidak mempunyai banyak waktu untuk sekarang. Kadeena... Biar aku mengatakan padamu keadaan Desa kita saat ini, karena sekarang kau adalah salah satu wargaku. Jadi kau berhak mengetahui situasi yang di alami oleh Desa Nimiyan.” “Sebenarnya, kita semua sedang terdesak!” imbuhku dengan ekspresi yang serius. “Hah? Kepala Desa?! Apa sebenarnya desa kita saat ini dalam peperangan?! Kalau begitu bukankah sebaiknya kita langsung kembali dengan mereka?!” ucap Kadeena yang tiba-tiba menjadi panik. “Tidaklah! Bagaimana kau bisa menyimpulkan sesuatu seperti itu?! Saat ini desa baik-baik saja, kalau kita sedang ada dalam peperangan, mana mungkin aku akan mengirimkan orang-orang yang baru sembuh itu kesana? Mereka adalah keluarga kita sekarang, satu nyawa mereka berharga.” “Keadaan mendesak yang kumaksud adalah, dalam waktu dekat kita harus membayar upeti pada kerajaan Badamdas.” “Kerajaan Badamdas adalah sebuah kerajaan yang letaknya bersebelahan dengan hutan Nimiyan. Hutan itu adalah wilayah mati, dikatakan mati adalah karena wilayah itu sama sekali tidak di tinggali oleh manusia. Tidak ada aktivitas manusia apapun disana, bahkan seorang pemburu tidak berani masuk.” “Hanya ada satu orang yang berani memasukinya saat itu, dan itu adalah Nimiyan Ghani, seorang penyihir agung dari Kerajaan Badamdas. Orang itu di kenal sebagai seorang manusia yang telah menduduki puncak kekuatan, dia adalah orang pertama yang berani menjelajahi hutan mati itu seorang diri.” “Ah! Saya sepertinya pernah mendengar nama itu sebelumnya, pantas saja saya seperti tidak asing saat anda mengatakan asal anda dari Nimiyan. Kata Nimiyan itu sangat familiar,” kata Kadeena. “Kau benar, ternyata nama itu muncul di beberapa buku sejarah dan cerita tentang kepahlawanan. Leluhur desa kami adalah orang yang sangat luar biasa,” kataku. “Ketika dia memutuskan untuk masuk ke dalam hutan mati itu, dia mendapatkan banyak sekali kesulitan. Tumbuhan yang tumbuh di sana sangat beracun juga berduri, hewannya pun buas dan berbisa. Bahkan serangga kecil pun memiliki kemampuan untuk membuat nyawa seseorang melayang dalam hitungan menit.” “Tempat yang pantas di juluki sebagai jalur kematian. Namun leluhur tidak penah berhenti menyusuri jalur itu, dia mendapatkan begitu banyak hal, dan itu adalah pelajaran yang sangat berharga baginya. Sampai suatu hari, dia jatuh cinta pada Hutan Mati itu.” “Dengan sihir agung yang ia miliki, dia memurnikan hutan mati itu. Tumbuhan berduri dan beracun sudah tidak ada lagi, binatang berbisa dan buas pun hanya tinggal beberapa spesies saja, kau mungkin tidak akan pernah menemui mereka karena sangat langka. Anehnya... Tanaman paling beracun seperti kentang masih bisa tumbuh di hutan itu, aku tak tahu kenapa. Mungkin daya tahan dari tanaman itu yang luar biasa, atau memang leluhur mempunyai maksud tertentu.” “Satu hal yang tidak bisa di rubah oleh Leluhur, Tuan Nimiyan Ghani adalah, cuaca di hutan itu yang tidak menentu. Sebenarnya disana dia sangat kesulitan menentukan musim. Kadang panas kadang hujan, terkadang salju tiba-tiba turun begitu saja. Waktunya juga tidak menentu, kadang hanya beberapa jam, kadang sampai setahun. Benar-benar hutan yang sangat ajaib.” “Setelah tinggal di hutan itu dan meneliti kebiasaan alam disana, akhirnya Tuan Nimiyan Ghani mengerti. Dia meninggalkan sebuah catatan yang berisi cara untuk menentukan musim di desa Nimiyan, dia menulis dan membukukannya.” “Dia kemudian kembali ke Badamdas, setelah perjuangan kerasnya untuk melindungi Kerajaan selama hampir seabad, Tuan Nimiyan Ghani akhirnya meminta untuk pensiun dari tugasnya. Raja kemudian mengijinkan Tuan Nimiyan Ghani untuk memilih hadiahnya.” “Pria itu meminta hal yang paling tidak wajar, yaitu wilayah yang di kenal sebagai Hutan Mati. Karena Kerajaan tidak bisa mengolah wilayah itu, jadi dengan sangat senang hati Raja Badamdas menyerahkannya pada Nimiyan Ghani.” “Disitulah kemudian Leluhur kami mulai membangun desa. Catatan yang di tinggalkan oleh leluhur hanya bisa di baca di perpustakaan Desa, buku-buku itu tidak pernah di publikasikan, hanya ada satu cetak di dunia dan itu mengandung tulisan asli Nimiyan Ghani. Orang yang bisa mengaksesnya pun cukup terbatas.” “Buku tentang prakiraan musim di desa misalnya, saat ini hanya keluarga Kakek Teemo dan aku sebagai Kepala Desa yang bisa membacanya. Haa... Asal kau tau saja, buku tentang permusiman hutan ajaib Nimiyan itu banyak sekali perhitungannya. Sebagai Kepala Desa aku punya kewajiban untuk tau, dan itu adalah pelajaran berat dalam hidupku.” “Menurut perhitunganku dan Kakek Teemo, musim dingin di desa kali ini akan berlangsung cukup lama, satu tahun dua bulan. Tidak mudah menghadapi musim dingin sepanjang itu, persediaan kita akan berkurang dan menjadi terbatas, tapi kita tetap di tuntut untuk membayar upeti. Karena itulah sekarang kita sangat terdesak.” “Tak ada tumbuhan apapun yang mampu bertahan di musim dingin itu, tanah tertutup oleh salju dan tunas-tunas tidak akan tumbuh. Aku melakukan perjalanan berdagang untuk mendapatkan banyak uang, lalu kemudian dengan semua itu aku bisa membeli persediaan makanan untuk bertahan di musim yang berat, dan juga untuk bertahan dari tuntutan upeti Kerajaan Badamdas.” “Kepala Desa... Apakah tuntutan dari Kerajaan itu tidak membuat anda ingin memberontak?” tanya Kadeena. “Memberontak? Kenapa kau menanyakan itu?” “Saat anda bercerita, saya memperhatikan ekspresi wajah anda, meskipun ini berbeda dari membaca hati seseorang, tapi... Hasilnya tidak akan pernah jauh dari yang kita duga. Saat anda mengatakan kalimat mengenai Kerajaan Badamdas, emosi anda berubah, saya bisa merasakan kemarahan dan ketidakpuasan. Apakah anda membenci Kerajaan itu?” tebak Kadeena. Aku terkejut, ya! Aku merasa apa yang di katakan oleh Kadeena itu benar. Selama ini, aku memang merasa tidak puas dengan Kerajaan itu, padahal mereka adalah yang terdekat dengan kami, tapi saat kami butuh mereka, mereka seperti tidak tahu apapun tentang kami. Yang mereka tau... Kami hanya wajib membayar upeti untuk mereka. Apakah kami baik-baik saja atau tidak, mereka tidak memikirkan hal itu. Siapapun pasti kesal dengan ketidak adilan itu. Tapi melawan pun bisa di katakan sebagai sebuah tindakan bodoh, kami hanyalah orang yang berasal dari desa kecil, dengan wabah dan orang sakit dimana-mana, kematian datang setiap hari. Di mata Kerajaan Badamdas, kami hanyalah seekor lalat yang akan mati dalam sekali tepuk. “Aku tidak membenci Kerajaan itu, aku tidak membenci orang-orang di dalamnya. Hanya saja aku membenci cara Raja dari Badamdas dalam memperlakukan kami.” “Kalau anda membencinya, kenapa anda tidak berontak saja melawannya, Kepala Desa?” “Kau ini, apa kau pikir sebuah Desa bisa mengalahkan sebuah Kerajaan?” ujarku sambil tersenyum karena usulan Kadeena yang tidak masuk akal itu. “Hmph!!! Tentu saja bisa. Suku Serigala Besi adalah suku yang kecil, hampir sama ukurannya dengan sebuah desa, tapi... Ketika wilayah lain yang lebih besar mengusik kami, kami selalu bisa melawan mereka. Kerajaan bahkan sampai mewaspadai suku kami. Jika seandainya mereka tidak beraliansi satu sama lain, pasti sulit untuk mengalahkan kami. Dan saya... Tentu saja tidak akan berakhir sebagai budak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD