Aku dan Kadeena

1763 Words
Suku Serigala Besi, kalau memang suku sekecil itu mampu mengguncang sebuah kerajaan, itu artinya Suku tersebut memang benar-benar suku yang kuat. Dan dari cara Kadeena mengatakannya, dia sama sekali tidak melebih-lebihkan fakta itu. Lihat dirinya, dia masih muda namun levelnya sudah sangat tinggi. Di desa, mungkin dia adalah orang kedua terkuat setelah Hathor, dan sepanjang perjalananku, dia adalah orang terkuat di generasi seusianya. Kira-kira bagaimana dengan kekuatan para tetua Suku Serigala Besi? Kurasa aku mengerti kenapa Kerajaan mewaspadai mereka. Tapi... “Warga Desa Nimiyan tidak seperti Suku Serigala besi yang kuat, tangkas dan juga berani. Mereka hanyalah manusia biasa, tak seperti Ras lain yang memiliki kemampuan luar biasa. Saat aku tiba disana, hanya ada dua orang penjaga yang menjaga desa itu, mereka adalah pemuda yang sama sekali tidak memiliki pengalaman bertarung, hanya bergaya menggunakan zirah dan tombak.” “Di desa hanya ada orang tua yang tersenyum menyambutku, dia memaksakan keinginannya, walau dia tau bahwa keadaan disana sama sekali tidak baik, tapi dia berusaha memberitahu dirinya bahwa besok akan baik-baik saja.” “Warga desa Nimiyan saat itu sama sekali tidak memiliki daya untuk memberontak, apa yang bisa di harapkan dari wanita, orang tua dan anak kecil? Kau meminta mereka mengangkat pedang dan meminta keadilan? Saat mereka mengetuk gerbang istana, mereka akan di penggal saat itu juga.” “Saat aku pertama kali tiba di Desa Nimiyan, hanya ada dua puluh empat orang warga yang tersisa, dan sebagian dari mereka sakit keras. Desa itu di serang wabah penyakit yang mematikan, sebagian memilih untuk tinggal, dan yang lainnya meninggalkan. Mantan Kepala Desa di sana adalah orang yang sama sekali tidak bisa di andalkan.” “Dia... Tidak bisa membantu mengatasi masalah yang terjadi, malahan... Ketika warga kehabisan persediaan makanan, pria itu malah kabur membawa semua makanan yang di berikan oleh warga untuknya. Kemudian dia tidak pernah kembali.” “Aku yang tidak tahan dengan keadaan di Desa itu, tergerak untuk membantu. Aku lakukan semua yang aku bisa, dan perlahan semua masalah teratasi. Kemudian warga menunjukku untuk memimpin, dan disinilah aku.” “Rasanya memang aneh melihat seorang Kepala Desa atau pemimpin yang sangat muda seperti anda, Tuan Ichigaya. Tapi mengesampingkan tentang usia anda, anda adalah orang yang memiliki kebijaksanaan sebagai seorang pemimpin. Anda bisa mengatasi masalah yang di alami oleh warga, itu luar biasa. Pemimpin memang selayaknya seperti itu,” ujar Kadeena. “Tapi bagi saya, sebagai seorang pimpinan anda masih kurang layak sebenarnya,” dengan menutup mata dan sedikit bertingkah sombong Kadeena mengatakannya. “Oy! Apa yang kau maksud dengan kurang layak itu? Apa kau masih ingin membicarakan usiaku yang masih muda?” “Tidak, bukan Kepala Desa. Yang ingin saya katakan, pemimpin itu harusnya memberi perintah, bukannya memohon agar warganya mau melakukan sesuatu.” “Memerintah?” ucapku keheranan. “Ya! Karena pada dasarnya, hal itu adalah hal yang perlu di lakukan oleh seorang pemimpin, dengan begitu mereka akan terlihat berkuasa di atas yang lain. Bukan memohon seperti kau meminta pada teman, atau saudaramu. Seperti yang anda lakukan beberapa waktu lalu,” balas Kadeena. “Merepotkan sekali menjadi pemimpin, ya.” “Emm... Anda memiliki cara unik untuk melakukannya, anda berbeda dari semua pemimpin yang pernah ada. Karena itu saya tertarik untuk mengikuti anda.” “Kadeena, kota tujuan kita sudah terlihat!” Itu adalah kota terdekat yang berada di jalur menuju timur, aku melihatnya melalui Map. Meskipun hanya nama kota yang tercantum dan masih belum terpetakan, aku yakin kota itu tidak kalah besar dengan Daama. Kerena berada di jalur timur, aku sangat berharap dapat menemukan pasokan pangan yang cukup sebagai upeti untuk Kerajaan Badamdas. “Tapi kita tidak bisa membiarkanmu masuk ke kota dengan keadaan seperti itu,” kataku. Kadeena melihat ke arah tubuhnya, dia melihat pakaian lusuh yang masih ia kenakan semenjak keluar dari Pasar b***k Tuan Boreas. “Basuhlah dirimu dengan ini,” ujarku sambil memberikan sabun yang biasa ku buat untuk Kadeena. Gadis serigala itu mengendusnya dan ekornya bergoyang-goyang kesenangan. “Kepala Desa, benda apa ini? Dia menghasilkan aroma wangi seperti bunga.” “Itu adalah sabun, kau cukup membasuhnya dengan sedikit air, kemudian benda itu akan mengeluarkan busa. Busanya akan lebih wangi dari aroma yang di hasilkan oleh sabun itu. Dan dengan busa-busa itu kau membilas tubuhmu. Baunya akan lengket dan kau akan menjadi wangi.” “Hee... Apa tidak masalah memberikan benda ini kepada saya?” tanya Kadeena. “Kenapa? Semua warga Desa Nimiyan menggunakan itu. Sekarang pergilah membilas tubuhmu, dan kenakan pakaian ini ketika sudah selesai!” sambil memberikan pakaian petualang pada Kadeena aku mengatakannya, kemudian aku pergi sedikit menjauh. Bagaimanapun dia adalah seorang wanita, dia butuh privasi. Kadeena pergi ke belakang kereta, dengan begitu dia tidak akan tetlihat olehku meski telanjang. Apa dia bisa menemukan ember air yang ku taruh di dalam kereta ya? Aku mendengar suara perasan kain yang di penuhi oleh air. Gadis itu menemukannya! Untunglah, aku selalu menyiapkan sesuatu untuk keadaan seperti ini. Menyimpan air ke dalam inventaris adalah sesuatu yang mustahil, beda lagi jika aku menempatkan air itu ke dalam wadah, inventaris akan bisa menyimpannya. “Uwahh!!! Ini lembut sekali, dan aromanya begitu wangi. Aku baru pertama kali melihat benda seperti ini seumur hidupku. Ternyata sesuatu seperti ini memang ada, ya.” Begitulah yang ku dengar dari jarak sejauh ini. Rasanya aku seperti sedang pergi berpetualang seperti seorang Main Character di dalam manga, berdua dengan gadis cantik dari Ras lain dan berada di hamparan rumput hijau yang luas. Aku baru saja memenuhi keinginanku. “Ahh! Ini licin sekali,” dengan suara yang sedikit e****s, ntah sadar atau tidak Kadeena meneriakkannya. Eh? Apanya yang licin? “Sabun ini licin sekali.” Oh! Sabunnya toh. Uwahh!!! Ini gawat, dengan gadis cantik bertelinga serigala yang memiliki ekor lembut itu, aku disini duduk bodoh menunggunya selesai mandi. Aku mulai merasa panas, tapi! Aku harus bisa menahan diri. Sial! Hidungku tidak berdarah, kan? Tak lama kemudian Kadeena memanggilku, dia mengatakan kalau dia telah selesai membasuh tubuh. Saat aku berbalik, dia sudah memakai pakaian yang sudah aku siapkan. Dia berjalan ke arahku sambil mengikat rambutnya. Perbedaan sebelum dan sesudah mandi yang sungguh luar biasa, aku seperti melihat dewa menaburkan serbuk berlian untuk membuat Kadeena tampak berkilauan. Sempurna! Ini adalah tampilan seorang gadis petualang di dunia lain yang seharusnya. Memang seperti inilah yang aku lihat di dalam manga. Tapi! Apa-apaan itu?! Dia terlihat normal jika di lihat dari depan tapi di belakang, dia tidak memakai pakaiannya dengan benar. Dia tidak bisa memasukkan ekornya ke dalam celana yang ku siapkan. Sudah jelas, bukankah untuk ras manusia hewan sepertinya... Selain dua lubang kaki, aku harus membuatkan lubang untuk ekornya. “Kadeena, pergilah ke kereta dan lepaskan celanamu. Kemudian kembali lagi kemari dengan tertutup!” ujarku sambil menutup kedua mataku dengan tangan. Sial! Aku melihat sebuah garis yang harusnya tidak ku lihat. Apakah itu garis batas antara dunia dan juga surga yang selalu di bicarakan oleh orang-orang? “Ini Kepala Desa!” ujar Kadeena sambil memberikan celananya. Saat hendak melubangi celana itu tepat di bagian ekor, aku baru teringat. Aku harusnya memastikan dulu tempatnya dengan benar, supaya ketika Kadeena memakainya, dia akan merasa nyaman. Yosh! Mari tanyakan padanya! “Ehm! Kadeena! Bolehkah aku melihat ekormu lebih dekat?!” dengan gugup aku mengatakannya. Bagaimana aku tidak gugup, aku takut di anggap m***m olehnya. Aku tidak m***m, kan? Kalau hanya segini. “Aku hanya ingin melihat untuk memastikan dimana tempat yang tepat untuk melubangi celana ini. Aku ingin memastikan kau nyaman ketika memakainya,” imbuhku sambil menelan ludah. “Tentu saja, Kepala Desa. Silahkan!” “O-oke! Bolehkah aku menyentuhnya juga?” tanyaku, dan Kadeena menganggukkan kepalanya, tandanya aku boleh kan, ya?! Yosh! Mari kita gunakan kesempatan ini sebaik mungkin untuk mengobati rasa penasaranku. Wahhh!!! Ini lembut sekali. Aku teringat ketika masih di bumi, ada seorang Kakek Tua yang tinggal di dekat rumahku, dan dia mempunyai seekor anjing besar dengan bulu lebat. Dan perasaan ketika aku menyentuh ekornya Kadeena, tidak jauh berbeda seperti ketika aku membelai bulu anjing milik tetanggaku. Ah... Rasanya menenangkan. “Ke-kepala Desa, apa anda sudah selesai memeriksanya?” Wah!!! Aku malah keasyikan! Aku bersenang-senang sendiri sampai membuat Kadeena tersipu seperti itu. Ahh... Aku merasa sudah melakukan hal yang buruk. “Terimakasih Kepala Desa! Sekarang aku bisa bergerak dengan nyaman menggunakan celana ini!” seru Kadeena sambil melompat-lompat dan menggoyangkan ekornya ke kanan dan ke kiri. Pada akhirnya aku sama sekali tidak perlu mengukurnya. Saat ku potong secara acak, aku tidak menyangka ukurannya malah pas. Haa... “Kalau begitu ayo pergi ke kota itu.” **** Seperti biasa, aku menggunakan kartu serikat dagang untuk masuk. Jika aku mengajak Torn atau Lyod, akan ada pemeriksaan lebih detail. Mereka tetap akan ditanyakan tentang identitas lebih lanjut dan harus bersedia meletakkan tangan mereka ke atas bola sihir. Tapi perlakuan terhadap Kadeena berbeda, mereka membiarkan Kadeena masuk tanpa melakukan sebuah pemeriksaan, dan itu karena para penjaga melihat sebuah lambang di lengan kanan Kadeena. Bukan lambang yang menunjukkan bahwa dia dari Suku Serigala Besi, melainkan lambang p********n. Sepertinya b***k di perbolehkan masuk selama mereka bersama dengan tuanya. “Pagi baru di mulai, tapi pasar selalu ramai, ya!” ujarku. “Kadeena, jangan berjalan terlalu jauh. Teruslah berada di dekatku,” imbuhku. Kadeena mengangguk dan dia berjalan tepat di sampingku. Beberapa orang memperhatikan dia, apa karena dia adalah ras manusia hewan? Atau... Karena lambang b***k yang ada di lengannya itu. “Kita akan pergi ke serikat dagang yang ada di kota ini, biasanya kita akan mendapatkan daftar barang yang di jual. Itu meliputi barang apa saja yang di hasilkan di daerah ini.” Duakk!!! Karena keadaan pasar yang terlalu ramai, Kadeena tidak sengaja menabrak seseorang yang sedang berjalan disana. “Ma...” tidak sempat Kadeena mengatakan sesuatu orang itu berbalik dan menyela kalimat Kadeena. “Apa kau punya mata, Ha?” ketus orang itu sambil melihat Kadeena dengan tatapan kesal. Pria itu melirik ke arah lengan Kadeena yang tersemat lambang b***k di atasnya. Pria itu semakin marah. “Sial! Sekarang bajuku jadi kotor, kan.” “Maafkan aku, Tuan,” kata Kadeena. “Maaf? Ah... Itu adalah kata yang wajar untuk kalian para b***k yang tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar. Kau pikir aku akan menerima maaf itu darimu, anjing kampung?!” bentak pria itu. Sial! Baru aku masuk kota, tapi aku sudah kehilangan kesabaranku. “Oy! Bukankah gadis ini telah meminta maaf padamu, seharusnya kau menerima permintaan maaf yang tulus itu dan tidak memperpanjang masalah sepele ini.” Pria itu mendekat ke arahku dengan matanya yang melotot. “Haa... Siapa memangnya dirimu seenaknya memintaku melakukan hal bodoh semacam itu?” Tadi itu hanya asap, sekarang baru saja menjadi api. Nah... Bagaimana aku akan memadamkannya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD