Tuan Peerless Crafter

2035 Words
Tentu saja keputusanku ini membuat Paman Bern menanyakannya, karena bagi mereka ini adalah keputusan yang di ambil secara tiba-tiba. “Aku akan mengatakan alasanku, Paman. Sejujurnya ini mengenai keadaan dalam Kerajaan ini juga. Seperti yang kita tau, baru kita mulai membuka lapak kita pagi ini, dan barang dagangan kita langsung habis pagi itu juga,” jawabku. “Tapi Eishi, bukankah itu bagus kalau kita bisa menjual semuanya? Kita untung besar kan pagi ini,” kata Lyod. “Emm... Kau benar, kita memang mendapatkan banyak keuntungan, dan itu bagus. Tapi Lyod... Bukan itu yang aku incar. Mendapatkan uang dan keuntungan memang penting, tapi yang lebih penting adalah mendapatkan relasi.” “Jika kita tetap berdagang di sini, aku takutnya Tuan Putri Selcan melakukan sesuatu seperti yang tadi pagi ia lakukan. Kita tidak akan pernah mendapatkan kemajuan kalau begitu. Paman Bern... Aku datang ke Kerajaan ini untuk mendapatkan sesuatu yang besar, bukan keuntungan dan uang semata,” imbuhku. “Kau melihat segala sesuatu dengan sangat luas, Nak. Saat aku seusiamu aku tidak akan bisa melihat hal-hal itu. Mungkin takdirmu... Merupakan takdir yang besar, yang akan membawa perubahan ke dalam dunia ini. Ntah kau akan menjadi Raja atau Kaisar nantinya, tapi aku percaya kau akan membimbing kami semua,” kata Paman Bern. “Apa yang di katakan oleh Tuan Bern benar, Kepala Desa pasti mengemban sebuah Takdir yang sangat besar di atas pundaknya. Hathor ini sangat percaya, dan akan mengikuti kemanapun Kepala Desa pergi,” sahut Hathor. Ya... Tanggung jawab besar memang sudah di embankan pada kami para Champion, entah itu aku atau Champion lain, tapi aku akan berjuang... Untuk mencegah kehancuran dunia ini, dengan caraku, dengan cara seorang Crafter. *** Rya kembali dengan aman, nampaknya Putri Selcan memang tidak menyimpan niat buruk pada Rya. Aku sangat cemas karena Selcan itu cukup licik untuk membuatku tidak dapat berpikir. Semuanya tidur dengan nyenyak malam ini, Haha... Karena ruangannya cukup luas di sini aku meminta Paman Bern tidur di pojok, dia benar-benar pendengkur handal, aku tidak yakin dia sering tidur dengan istrinya. Karena terlalu memikirkan banyak hal aku jadi tidak bisa tidur terlalu nyenyak, mungkin aku akan mencari udara segar. “Tuan Ichigaya, apakah anda ingin pergi ke belakang?” ujar seorang penjaga yang berjaga di depan ruanganku. Dia bertanya padaku apakah aku hendak pergi ke toilet, maksudnya. Satu hal yang membuatku tidak nyaman tentang dunia ini adalah Toilet yang tidak tersedia, saluran pembuangan di sini masih tidak begitu maju, akibatnya penyakit yang disebabkan oleh saluran pembuangan yang tidak baik jadi bermacam-macam. Karena terlalu banyak pikiran aku sampai tidak sempat membuatnya. Saat aku pulang, desaku pasti akan memiliki saluran pembuangan yang baik. Dan... Pemandian air panas! Itu pasti, Onsen adalah jiwa orang jepang sepertiku. “Tidak, sebenernya saya keluar untuk mencari udara segar. Tuan Penjaga, apakah anda siang dan malam berdiri di depan tempat ini?” tanyaku. “Haha, Tuan Ichigaya. Bangsa Dwarf tidak jauh berbeda dengan manusia, kami juga perlu tidur tentunya, hanya saja saya bertugas berjaga di malam hari, siangnya ada orang yang menggantikan saya.” “Ahh... Begitu, ya. Kalau begitu, jika ada orang lain yang keluar dari ruangan ini, bilang saja kalau saya pergi ke taman, Tuan Penjaga,” kataku. “Baiklah, Tuan Ichigaya.” Ku pikir tadinya Kerajaan Palapis menggunakan sistem perusahaan hitam yang memaksa setiap karyawannya untuk lembur, untungnya orang-orang di sini sangat manusiawi. Aku jadi teringat pada orangtuaku yang harus bekerja siang dan malam tanpa pulang. Bagaimana keadaan mereka ya? Kurasa mereka sedih saat aku menghilang untuk pertama kalinya, tapi kurasa saat ini mereka sudah bisa menerima dan mulai beraktivitas seperti biasa. Di dunia ini pun ada bulan purnama, ya. Hanya saja... Rasanya bulan itu terasa jauh lebih dekat. “Benar-benar indah.” “Apa yang anda maksud itu adalah saya, Tuan Ichigaya?” Suara yang tiba-tiba terdengar begitu dekat itu adalah suara Selcan, Tuan Putri itu seperti tau saja kalau aku sedang pergi ke luar. Apa gerak-gerikku di kerajaan ini sedang di awasi? “Meskipun anda mencintai Rya, bagaimana bisa anda memuji perempuan lain di belakangnya?” imbuh Selcan yang kemudian duduk juga di taman, tepatnya dia sedang duduk di hadapanku saat ini. “Tuan Putri, saya tidak sedang memuji anda. Saya hanya memuji bulan purnama yang terlihat indah itu.” “Oh... Apakah anda tidak sedang mencoba berkelit?” “Untuk apa saya berkelit, Tuan Putri. Saya benar-benar sedang memuji sang Rembulan.” “Oh... Apakah bagi Tuan Eishi saya tidak cukup cantik untuk mendapatkan sebuah pujian? Apa karena saya memiliki tanduk yang umumnya tidak dimiliki oleh ras manusia? Sehingga anda enggan memuji saya?” Selcan mengatakannya tanpa melihat ke arahku, dia berdiri di tengah taman dan melihat sang rembulan. Sosok Selcan yang bermandikan cahaya rembulan benar-benar layaknya seni. Begitu indah dan membuatku terpana. Rambutnya yang panjang dan kulitnya yang kecoklatan, telinganya yang lancip dan juga gigi taringnya yang terlihat tajam. Seperti sebuah keindahan yang liar. Bahkan aku sempat berkata dalam hatiku. Gigit aku! Pikirku. “Kenapa anda terdiam, Tuan Ichigaya? Apa anda diam-diam memuji saya di dalam hati anda?” ucapnya sambil tersenyum. “Apa anda seorang peramal, Tuan Putri. Saya merasa anda hampir bisa menebak setiap yang saya pikirkan. Wanita yang memiliki insting tajam itu musuh para laki-laki.” “Hahaha... Kuharap anda tidak memusuhi saya jika bisa. Saya bersungguh-sungguh ingin menjadi istri anda, Tuan Ichigaya.” “Apakah saya boleh tau alasan anda melamar saya, Tuan Putri?” “Tentu, akan tidak adil jika anda tidak mengetahuinya.” “Tuan Ichigaya...” “Tidak, sebaiknya anda memanggil saya Eishi, atau jika anda tidak nyaman anda boleh memanggil Ichigaya saja,” selaku. “Oh ho, apa kita sudah sedekat itu sekarang, atau... Anda sedang ingin menggoda saya?” Kuhh, kalau sudah begini aku tidak bisa memberikan tanggapan lagi. “Begini saja, agar adil... Bagaimana jika kita saling berhenti bersikap formal. Aku akan memanggilmu Eishi dan kau boleh memanggilku Selcan. Lagipula, suatu saat kita akan memiliki banyak waktu untuk mengenal satu sama lain.” “Jadi ini sebagai pijakan awal kita, kau tau.” “Baiklah, aku akan memanggilmu Selcan mulai sekarang.” “Eishi, apa kau pernah membaca tentang tradisi dari Bangsa Dwarf di buku? Hal itu berkaitan dengan alasanku melamarmu.” “Tidak, aku belum pernah membaca mengenai hal itu, bisakah kau beri tau aku?” “Bangsa Dwarf adalah sebuah Bangsa di mana kaumnya sangat mencintai kerajinan. Kami dikenal sebagai bangsa penempa atau bangsa pencipta, di seluruh benua tidak ada yang lebih baik dari kami dalam membuat sesuatu.” “Kau tau kenapa? Karena kami adalah keturunan langsung dari Dewa Penempa, sang Dewa memberikan kami anugerah berupa kemampuan pengrajin yang lebih baik dari siapapun selain bangsa kami.” “Saat kami berusia tiga tahun dan mulai mampu berjalan dan berbicara dengan fasih, kami tidak di berikan kertas atau pena. Melainkan sebuah palu dan juga kikir, atau alat-alat pengrajin lainnya. Baru dengan itu kami diajari untuk membuat pena, tinta dan kertas. Lalu kami diajarkan baca tulis.” “Saat kami mulai dewasa dan siap untuk menikah, seorang anak laki-laki akan membuat sebuah benda yang sangat langka, semakin tidak bisa di tiru benda itu akan semakin bagus. Itu bisa jadi benda apapun, alat musik, pakaian, atau senjata.” “Benda yang berhasil di tempa akan menjadi mas kawin untuk kami para gadis, begitulah cara bangsa kami melamar. Jika skill penempaan yang di miliki seorang anak laki-laki mencapai level yang tidak bisa di setarakan dengan yang lain, akan semakin tampan anak itu terlihat.” “Kami Kaum Dwarf tidak menjadikan fisik sebagai alasan utama kami untuk memilih suami kami, tapi barang indah apa yang bisa di buatnya.” “Tunggu dulu? Apa menurutmu aku jelek? Setelah kau mengatakan kalimat terakhir itu aku merasa agak tersinggung disini,” ujarku. “Hahaha... Eishi, jangan merasa seperti itu. Kau itu tampan dan tidak ada yang bisa di samakan denganmu, Pria Berambut dan bermata hitam pekat, serta kulitnya yang seputih salju.” “Berhentilah memujiku jika kau tidak terlihat tulus melakukannya.” Jadi seperti itu yang sebenarnya. Bangsa Dwarf adalah bangsa yang mencintai tempa lebih dari apapun. Itulah kenapa, ketika dia melihat barang buatanku yang sangat langka di dunia ini, dia langsung jatuh cinta. “Terima kasih, Selcan. Karena telah memberi tahukan alasanmu melamarku. Sekarang aku ingin bertanya padamu, kenapa kau malam-malam begini bisa datang menemuiku? Apa sebenarnya aku sedang di mata-matai?” ucapku. “Tidak, kami tidak sedang memata-matai atau mengawasimu. Sebenarnya malam ini aku sedang melakukan penelitian bersama dengan ayahanda dan juga Pamanku, Murad.” “Penelitian? Apa yang kau teliti sampai malam begini?” “Tentu saja sepeda yang kau ciptakan itu. Kami mengambil banyak buku dari perpustakan, mencoba mencari tahu logam jenis apa yang kau gunakan untuk menciptakan benda itu.” “Kami bertiga menyerah karena sama sekali tidak mengerti bagaimana benda itu di buat. Kau tau? Ketahanan sepedamu itu bahkan lebih baik dari besi, bagaimana kau bisa membengkokkan bentuknya? Teknik pembuatanmu itu sama sekali tidak bisa kami mengerti.” “Aku benar-benar tidak bisa menyombongkan diri padamu, sebagai keturunan langsung Dewa Penempa, kami malah kalah dalam hal menempa denganmu. Sebenarnya aku kesal dengan kenyataan ini.” “Tapi Eishi, karena benda rumit yang kau buat itu, pamanku Murad merestui hubungan kita. Dia adalah penempa terbaik di Kerajaan Palapis ini. Dia ingin memberikan sesuatu secara pribadi besokbesok sebagai bentuk hadiah dan juga restunya pada hubungan kita.” “Benarkah? Haha... Ntah bagaimana aku tiba-tiba menjadi seorang menantu dari sebuah kerajaan. Takdirku benar-benar tidak bisa di prediksi.” “Takdirku juga. Aku tidak pernah terpikir untuk jatuh cinta pada seorang manusia, nampaknya penempa yang ada dalam mimpiku adalah dirimu, Eishi. Seorang Peerless Crafter.” “Peerless apa?” “Crafter. Itu adalah sebutan untuk seorang penempa agung yang skillnya tidak akan bisa di setarakan. Dan Peerless artinya adalah tidak terkalahkan. Kaum kami kalah padamu, itu membuktikan bahwa dirimu tidak akan pernah terkalahkan dalam hal menempa.” “Tuan Peerless Crafter!” Penempa yang tidak terkalahkan, kah? Tidak buruk... Aku memang merasa tidak ada yang lebih ahli di bandingkan denganku dalam urusan ini. *** Paginya... Setelah sarapan, aku siap untuk berpamitan pada Raja Goktug dan yang lainnya. Saatnya bagiku untuk pulang. Urusanku di sini juga sudah selesai, walaupun tidak berjalan sesuai dengan yang ku rencanakan, tapi rangkaian peristiwa yang terjadi tidak buruk juga. “Nak Ichigaya, menantu dari Kakak ku. Orang yang menciptakan benda yang sama sekali tidak bisa ku mengerti. Kurasa aku sudah tidak bisa menyandang gelar penempa terbaik lagi, kau sungguh membuka mataku. Aku akan berikan ini padamu, kau harus menjaganya baik-baik.” Sebuah layar pemberitahuan muncul, sebuah item yang sangat langka telah di dapatkan. Palu Dewa Penempa, palu yang pernah di gunakan oleh Dewa Penempa sendiri. Menambah kecepatan penempaan dan menambah akurasi sebanyak seratus. Begitulah yang tertulis pada tabel ketika aku dapatkan Palu Dewa Penempa ini dari Paman Murad. “Simbol yang menunjukkan bahwa kau adalah penempa terbaik telah tersemat padamu, Eishi. Dengan palu itu mungkin kau akan mencapai lebih banyak hal,” kata Raja Goktug. Aku hanya tersenyum. Nyatanya aku memiliki benda yang lebih baik dari ini yang selalu bersamaku. “Eishi, ingat janji yang pernah kau katakan padaku. Untuk memperlakukan putriku setara dengan Rya,” ujar Ratu Zihan sambil membelai pipiku dan tersenyum. “Saya akan mengingatnya Ratu, serahkan hal itu pada saya.” Selcan datang menghampiriku. “Bulan depan aku pasti akan datang. Setelah itu, akan jadi giliranku, ya kan?” ucapnya. “Tentu, setelah pernikahanku dengan Rya. Aku akan menikahimu juga, tapi... Berikan aku sedikit waktu,” jawabku. “Dan ya! Aku ada sesuatu untuk di berikan padamu.” “Fogging Brain!!” Aku menciptakan sebuah kotak musik dengan skill ku. Lalu ku berikan itu pada Selcan. “Apa ini? Bagaimana kau melakukannya?” tanyanya. “Aku menempanya dalam kepalaku,” jawabku. “Jadi kau masih berkelit dan ingin bilang bahwa dirimu bukan seorang Reinkarnasi Dewa Penempa?” gurau Selcan. “Ntahlah,” sahutku sambil tertawa kecil. “Aku menyadari beberapa hal saat datang ke Kerajaan ini. Bangsa Dwarf tidak hanya mencintai tempa, tapi musik juga. Saat kau memutar sebuah kunci di kotak itu, sebuah suara musik akan terdengar.” Selcan memutarnya, lalu sebuah melodi terdengar dari kotak itu. Dan suara melodi yang indah itu, adalah suara yang mengiringi kepergian kami dari Kerajaan Palapis. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD