BAB 9

1825 Words
Gala menjemput Awina kedepan parkiran, sengaja Gala meninggalkan Allura diruangannya karena anaknya itu masih sibuk dengan pelajarannya untungnya saja Awina mau diajaknya untuk masuk kedalam kantor. Dari sisi manapun keduanya memang terlihat sebagai pasangan yang serasi namun sayang hubungan mereka sekarang hanya sekedar orangtua untuk Allura, tak tahu bila Tuhan memberikan jalan lain untuk mereka. Benarkan tebakan Gala, pasti mereka akan menatap Gala yang membawa mantan istrinya berjalan dengan akur dan beriringan, setelah ini gosip besar akan beredar bahwa Gala akan rujuk pada sang mantan istri, tak apa Gala akan meng-aminin doa itu, memang tujuan Gala membawa Awina kembali pada pelukannya dan hidupnya kan. “Kenapa sih temen-temenmu kaya enggak pernah lihat orang ya?” protes Awina yang masih berjalan disamping Gala. “Biasalah, orang-orang kepokan gitu haus dengan gosip—santaiin ajalah.” Gala berujar santai. Sampai dibelokan ruangan Gala, mereka bertemu dengan Ayusita si pihak paling Awina benci dulu namun untuk sekarang ia sudah biasa saja enggan menanggapi wanita ular berwajah baik hati bak ibu peri itu. Mata Ayusita melihat penampilan Awina dari atas hingga bawah. “Udah Mbak yang lihat sayanya?” sarkas Awina. “Eumm—maaf Mbak Awina,” Ayusita merasa tak enak. “Ka—kalian balikan lagi?” Bukankah ini waktu untuk pas berbalas perbuatan Ayusita dulu, dulu Awina pernah dibuat kesal dengan tingkah manja Ayusita yang membuatnya dengan Gala cemburu, namun kali ini Awina akan membalas rasa kesalnya. Awina merangkul lengan Gala dengan mesra memperlihatkan bahwa kali ini ia yang menang mendapatkan Gala kembali. Gala yang melihat tangan Awina memeluk lengannya ia hanya bisa tersenyum samar. “Kami duluan Yu, diruanganku ada anakku sendiri.” pamit Gala membawa Awina pergi. “Mari Mbak Ayu.” Awina tak lupa memberikan senyum paling manisnya pada Ayusita. Disini sudah tampak bukan, dulu ia pernah kalah karena sikap emosi dan cemburunya tapi kali ini Awina ingin satu kali lagi diatas angin karena Gala masih memilihnya, masih menginginkan dirinya menjadi masa depannya bukan Ayusita si nenek lampir berkedok ibu peri. Setelah masuk ke ruangan Gala, Awina cepat-cepat melepas rangkulan tangannya dan menuju ke arah anaknya yang sedang fokus menyelesaikan tugas rumahnya, hmm—bila dlihat Gala baik juga mengingatkan dan mengajari Allura menyelesaikan tugas rumahnya. “Rara..” “Mamaaa,” “Lagi ngerjain tugas ya?” Rara mengangguk. “Rara cuman ngulangin lagi Ma, soalnya sama Papa udah dibantu.” senang Rara karena sekarang ia ada sosok Papa yang akan membantunya dalam segala hal, akan selalu ada dimanapun ia inginkan. “Sudah bilang terima kasih ke Papa?” Rara menggeleng kemudian menghampiri Papanya memeluknya, “Terima kasih ya papa, jadi nanti malam Rara bisa habisin buku dongeng.” cengir Rara karena tugas sekolahnya selesai. “Sama-sama, Rara mau makan sekaranga apa sama Mama nanti?” “Sama Papa!” “Sayang banget, Papa harus balik kerja—sama Mama dulu ya.” “Yahh—ya udah deh.” “Besok Papa yang jemput kita makan bertiga sama Mama, mau?” Allura mengangguk setuju. “Ya udah, sekarang Rara beresin buku-bukunya kita pulang.” “Aku enggak mau kalo pulang ke rumah Uti Mama.” “Terus mau pulang kemana? Mama masih harus ngantor lagi lho sayang.” Awina memberipengertian. “Kamu ajak ke kantormu enggak boleh?” “Boleh, tapikan aku kerja takut dia nanti ngantuk.” Gala memandang putrinya dengan wajah cemberut, tumben sekali putrinya ini dititipkan pada tempat Utinya tidak mau, biasanya Allura mau-mau saja dititip disana entah kenapa gadis ciliknya itu mengambek. “Ya udah, gini aja—Rara mau nunggu Papa disini?” “Mass—kamu kerja lho ini, jangan ah—ayo Ra, Mama anter ke Uti aja ya?” “Nggak mauu!!” “Udah, enggak apa-apa aku enggak lama juga kok, aku cuman bacain putusan enggak lama.” Awina menghela nafasnya. “Nggak apa-apa Rara ditinggal disini? Papa mau pengadilan lho nanti kamu sendiri.” “Enggak apa-apa Mama.” yakin Allura. “Nanti biar aku suruh pacarnya Ramlan disini, buat nemenin dia juga suka anak kecil, aman.” “ya udah kalo gitu—Mama balik ya nanti pulang sama Papa apa Mama?” “Papa!” Awina memutar bola matanya sekarang ia kalah dengan Gala. “Mama pamit ya.” Allura melambaikan tangannya pada sang Ibu. Gala kembali mengantar Awina untuk kembali ke parkiran mobilnya, namun sebelum mereka beranjak keluar Gala mencekal lengan Awina membalikkan perempuan yang selama ini masih menempati sisi hatinya itu. Gala menatap Awina dengan sorot kerinduan yang juga bisa Awina lihat dan rasa, bahkan kilatan mata yang dulunya redum sekarang seperti bercahaya kembali. “Apa?” Gala mengedikkan bahunya. Setelahnya ia mendekat ke arah Awina, mencium keningnya seperti dulu kala ia akan melakukan sidang, karena mencium kening Awina membuat Gala merasakan ketenangan dan mampu menjalan pekerjaannya. “Masss..” “Vitamin buat aku.” lantas Awina mendahului Gala berjalan. ∆∆∆ Setelah pertemuan dengan Allura untuk pertama kali, hingga sekarang kedekatan Allura dengan sang Papa tak bisa dipisahkan, mereka sudah seperti lem perangko yang kemana-mana lengket. Awina hanya bisa menyaksikan keirian mereka berdua, dulu Allura sangat ketergantungan dengan dirinya namun sekarang Awina nempelnya dengan Gala. Disutu sisi Awina juga mengikhlaskan toh Allura anak mereka bersama, bila allura bahagia ia juga harus ikut bahagia, tak ada lagi Allura yang merengek menginginkan Ayah ditengah-tengah mereka, sekarang mereka bisa bertemu. Apalagi baru kemarin mereka menghabiskan weekand bertiga ke bogor, begitu saja Allura sudah berteriak gembira. “Win, kalo Allura aku ajak ketemu Mama Papaku gimana?” Gala meminta ijin pada pada Awina. “Loh—kenapa mesti ijin ke aku, Allura juga anak kamu Mas, mau kamu kenalin ke orangtuamu juga nggak apa-apa.” “Beneran?” Awina mengangguk dan kembali mengalihkan pandangannya ke layar tv. Malam itu Awina dan Gala tengah berbincang diruang keluarga, tadinya mereka bertiga namun sayang Allura tidur dengan cepat di lengan Gala. Pertama suasana jadi canggung namun Awina mencoba menyamankan dirinya karena ia bersama dengan mantan suaminya bukan siapa-siapa. Apalagi ketika Gala memindahkan Allura kekamarnya, suasana sepi tak bersuara kembali hanya suara televisi yang mengeluarkan suaranya. Bahkan duduk keduanya saja berdekatan membuat Gala bebas melakukan apa-apa. “Awina..” “Hmm—“ Awina menatapkan pada Gala yang menatapnya dengan jarak dekat. “A—apaa?” “Mau kamu—“ “Apa sih, inget ya status kita apa.” Galak Awina. “Makanya ayo nikah sama aku lagi, kita bikin kehidupan baru lagi bareng-bareng lagi.” ajak Gala. “Nggak sekarang, aku masih mau mikir-mikir.” “Mikirin apa lagi sih, Win kamu nikah sama mantan pacar dan suamimu, aku masih tetap ganteng kan.” “Ngomong apa sihhhh!” malu Awina namun menahannya. Gala tersenyum karena sukses membuat Awina malu-malu, ia suka Awina yang malu-malu seperti ini, bukan Awina dewasa namun tampak seksi dimatanya. Cukup didepannya saja Awina bersikap seksi. “Ayoo dongg—“ Gala semakin mendekatkan wajahnya di telinga Awina. “Mass—jauh-jauh nggak!” Gala tersenyum sebelum menjauh dari Awina ia mengecup pipi Awina cepat untungnya yang mengenai juga ujung bibir Awina. “MAS!!” ∆∆∆ Weekand ini Gala kembali mengajak Allura beserta sang Mama untuk berkunjung ke rumah orangtua Gala, awalnya Awina menolak dan akan dirumah saja namun rengekan Allura dan Gala membuatnya harus tetap ikut, mana bisa Allura diam saja ketika rengekan keduanya sudah memekakkan telinganya. Rasa cemas dan ketar-ketir pasti ada, setelah berpisahnya dengan Gala kala itu Awina tak lagi menginjakkan rumah besar milik orangtua Gala. Tak lama mereka sudah berada dirumah besar itu, Gala memakirkan mobilnya dicarport, semenjak Gala bercerai dengan Awina ia memilih untuk tinggal diapartement dan akan sesekali pulang ke rumah orangtuanya atau sekedar menginap dirumah megah itu. “Yuk, turun.” ajak Gala. “Ayoo.” semangat Allura turun dari mobil dengan diikuti Awina. Ketiga menuju ke pintu utama itu, bahkan disana Ibu Dalilla ibu dari Gala sudah menunggu mereka dengan senyuman merekah senang. Sebelum Gala mengajak Awina dan Allura ke rumah orangtuanya Gala sudah menceritakan pada Mama serta Papanya, mereka menangis tentu dan memarahi Gala namun bagaimana lagi sudah terlanjur. “Cucu Oma, udah besar sekalii..” “Oma, halloo—ini Allura Faine Permadi.” Allura memperkenalkan dirinya. “Hallo, pintar sekali cucu oma.” puji Dalila membuat Gala juga Awina tersenyum. “Awina apa kabar, nak? Mama kira kamu udah enggak tinggal disini lagi.” “Baik, Tante. Tante dan om bagaiamana?” “Kok tante? Mama dong—kami semua sehat semua.” “Syukurlah—ayo ayo masuk didalam sudah ada kakaknya Gala.” Ajak Dalilla. Mereka berempat masuk ke dalam rumah, benar saja Awina masih disambut dengan hangat oleh Kanaya kakak dari Gala, mereka saling berpelukan bak sahabat lama. “Ya ampun Awina, makin cantik banget kamu mana sekarang udah jadi hot Mama ya.” puji Kanaya. “Pantas, Gala kaya cacing kepanasan lihat Awina yang udah beda ya.” “Mbak Kanaya nih bisa aja, Mbak juga kok makin oke kok.” “Udah-udah ayo duduk dong, masak sambil berdiri.” Awina dan kanaya serta Dalilla sudah kembali berbincang seperti dulu, Awina kira ia akan mendapatkan sapaan yang menyakitkan ternyata mereka masih sama saja, Gala sudah dibermain bersama dua gadis cilik membantu merangkai rumah-rumahan berbie milik Nadia begitupun dengan Allura yang juga ikut bermain. “Awina..” “Iya Ma?” “Terima kasih, sudah mengijinkan Allura kenal dengan kami aplagi dengan Papanya.” Awina menggeleng menyangkal. “Jangan begini Ma, Awina yang awalnya salah enggak langsung memberitahu kalian tentang adanya Allura, Awina saat itu cuman—“ “Ssttt—sudah, yang lalu biarlah berlalu yang sekarang adalah masa sekarang kita lupakan.” “Jadi, kapan nih kamu mau jadi adik ipar Mbak lagi, Win?” Awina hanya tersenyum bingung menanggapi. “InsyaAllah secepatnya.” “Jangan lama-lama kasihan tuh dia nganggur.” kikik Kanaya menggoda Awina. “Mbakk—“ “Kanaya, kamu ini apaan sih!” tapi sayang yang ditegur hanya tertawa. “Mau kapanpun kamu siap, kami akan segera menyiapkan pernikahan kalian lagi kok, Mama mau kalian bersatu lagi Awina, Mama enggak mau menantu lain, karena kalian juga sudah memiliki Allurakan, pikirkan keberadaan Allura yang membutuhkan kedua orangtua yang utuh.” “Iya, Ma—Awina akan pikirkan kembali Ma, Mbak Nay.” Kedua perempuan itu tersenyum senang. Gala melihat ketiga wanita tersayangnya itu dengan tatapan bahagia, Mama dan Kakaknya masih menerima baik kehadiran Awina disana. Gala beranjak dari duduknya dan menghampiri ketiga wanita tersebut. “Ma, Aku lapar nih.” “Sana, makan—ajak Awina sama Allura juga makan.” “Kita masih kenyang Ma..” tolak Awina. “Ih—paling enggak ambilin makan buat Gala, gih.” Kanaya menggoda Awina. “Nah benar, yuk—Winn.” “Mass—“ namun akhirnya Awina tetap beranjak dari duduknya. Gala membawa Awina ke arah dapur, seperti biasa kesempatan dalam kesempitan, Gala mengelendot ditubuh kecil Awina itu membuat Kanaya dan juga Dalilla menggoda kedua pasangan itu. “Semoga mereka bersatu lagi ya, Ma.” “Amiinn..” ∆∆∆
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD