BAB 8

1853 Words
Gala dan Allura menangis bersama, Allura memeluk sang Ayah seperti enggan untuk dipisahkan kembali, akhirnya doanya selama ini di kabulkan oleh sang Tuhan, surat cintanya pada Tuhan tersampaikan dan saat ini ia memeluk sang Ayah dengan erat. Awina yang melihat keduanya semakin merasa bersalah seharusnya ia tak terlalu lama memisahkan Allura dengan Papanya. Namun yang namanya nasi sudah menjadi bubur tak bisa mereka ulang lagi, namanya sebuah penyesalan pasti akan datang diakhir cerita bukan diawalan. Awina mengikuti duduk dibawah mensejajarkan posisi Allura dengan Gala, Awina menggelus kepala putrinya yang masih menangis terisak di dekapan Gala. “Maafin Mama Allura, baru kali ini Mama mempertemukan kamu sama Papa, Mama yang salah disini.” Gala menggeleng tak menyalahkan Awina ini hanya persoalan waktu saja. “Enggak ada yang salah disini, ini sudah jadi jalan Tuhan ngerti, jadi Mama enggak salah, Allura enggak salah, Papa enggak salah.” “Papa jangan pergi-pergi lagi, Allura mau sama Papa dan Mama.” “Setelah ini Papa enggak akan kemana-mana lagi 24 jam lebih Papa bakal setia untuk Allura sama buat Mama, Papa janji sayang.” “Jangan suka janji kalo kamu enggak bisa buktiin!” omel Awina disela-sela isaknya. “Iya, iya—aku bakal buktiin enggak cuman ngomong doang—yaudah dong jangan nangis semua begini.” “Papa—“ rengek tangis Allura. “Kok nangis lagi sih, udah—Mama aja udah diam lho.” “Papa enggak akan pergikan setelah ini?” Gala menggeleng. “Papa untuk Allura sekarang.” “Mass—jangan gitu, kitakan—“ “Kamu ganti baju dulu gih abis itu kita makan siang bareng ya, Ra.” Pinta Gala pada putrinya. “Tapi jangan pergi ya, Pa?” “Janji—pingky swear sini.” Gala mengacungkan jari kelingkingnya begitupun Rara menerima janji itu. Allura beranjak dari pangkuan Gala, kini giliran Gala memberikan perhatian untuk mantan istrinya ini yang sampai sekarang semakin terlihat semakin cantik. Gala menarik tangan Awina untuk ia ajak duduk dikursi. “Aku tahu setelah ini pasti enggak akan biasa-biasa aja Win, kita bakal saling ada berkaitan dengan Allura, Allura udah tahu aku bapaknya aku mau jadi superhironya yang nggak pernah ia rasakan, nah gimana buat kamu apa kamu keberatan?” “Aku sih enggak apa-apa asal Mas tahu posisiya, Mas Gala boleh ngajak Allura main kemanapun asal aku tahu, kamu boleh kenalin Allura kedua orangtuamu, aku enggak lara, kamu boleh nemenin Allura dirumah, antar jemput gantian sama aku, cuman aku minta hanya sebatas antara Allura aja.” “Mana bisa gitu, lambat laun Allura itu makin tahu dan pintar. Dia juga pengen tahu orangtuanya bersatu Win, enggak sendiri-sendiri begini, makanya aku mau berusah buat jadi jodoh kamu lagi.” Awina sudah tahu pasti ujung-ujungnya seperti ini. “Nggak, aku belum siap buat nikah lagi—semantara kita gini aja sambil pelan-pelan jelasin ke Raranya.” “Win,  oke fine—tapi kalo suatu saat Tuhan menakdirkan buat kita bersama kamu harus mau aku pinang lagi, meski nanti aku bakal dapat penolakaan mentah-mentah sama orangtuamu tapi seengaknya  Allura ada sama aku nanti.” “Capek ngomong sama Mas Gala yang selalu begitu.” Awina memutar matanya kesal. “Udah sana kamu pulang aja!” “Mana mau, aku mau satu sama anakku—kamu kalo mau balik ke kantor pakai mobilku aja.” Gala memberikan kunci kontak mobilnya dan mengambil ponselnya yang ia simpan disaku untuk memesankan makan siang untuk putrinya. “Jangan kasih Allura makanan udang, kacang, sama pedas—dia enggak bisa makan itu, sama kaya kamu. Jangan kasih yang aneh-aneh pokoknya.” Awina mengingatkan Gala. “Yes, Ma’am.” Awina siap-siap untuk kembali ke kantornya karena sudah amat sangat lama ia meninggalkan kantornya dengan ijin keluarganya sedang berada didarurat. “Nanti mobilku gimana kalo aku pakai mobil kamu? Udah aku grabcar aja.” “Gampang nanti bisa aku ambilkan.” “Aku naik GrabCar aja deh Mas, daripada repot.” Ngotot Awina kembali memberikan kunci mobilnya Gala. “Mama? Mama mau balik kerja ya?” tanya Allura setelah menganti baju seragamnya. “Iya, enggak apa-apa ya dirumah sama Papa dulu—Mama nanti pulang cepet kok.” “Oke, Mama hati-hati.” ujar Allura seperti acuh lantas ia mendekati sang Ayahnya kembali memeluk Gala. Sepertinya setelah ini ia tak akan memiliki tim membela dirinya karena mungkin mulai hari ini Allura akan berada dipihak sang Ayahnya. Namun begitu tak apa, putrinya berhak bertemu dengan Papanya apalagi menghabiskan waktu yang terbuang sia-sia kala itu. “Aman Rara sama aku, hati-hati Mama,” Gala mengedipkan matanya pada Awina yang dibalas dengan tatapan sengit . Awina meninggalkan keduanya meski awalnya tak rela meninggalkan mereka berdua tapi sayang pekerjaannya membutuhkan perhatianny, fokus Awina saat ini Allura bahagia dan senang begitupun dengan dirinya. ∆∆∆ Awina pulang dengan badan lelah serta capek, punggungnya terasa seperti ingin lepas saja. Awina masuk kedalam rumah, dalam bayangannya rumahnya akan seperti kapal pecah karena meninggalkan dua manusia yang sama-sama spesiesnya tidak bapak tidak anak sama saja tingkahnya. Namun saat Awina masuk kedalam rumah tepatnya diruang keluarga disana Gala dan juga Allura tengah terlelap bersama, Gala memeluk erat putrinya seakan Allura akan pergi darinya. Enggan menganggu tidur keduanya, Awina bergagas untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu dan menyiapkan makan malam untuk dirinya dan juga Gala serta Allura. Disepanjang Awina membersihkan diri pikirannya melayang, bila saja dulu pernikahannya tak pisah begitu saja pasti saat ini perjalanan rumah tangganya dengan Gala masih berjalan dengan semestinya, mungkin saat itu Awina masih belum bisa mengontrol emosinya apalagi keadaannya Awina saat ttu juga sedang hamil Allura jadi emosinya masih naik turun. Awina mengalihkan pikiran-pikiran yang mengatakan seandainya dan menyudahi acara mandinya itu, teringat ia harus memasakkan makan malam untuk dua orang yang tengah tertidur nyenyak diruang keluarga itu. “Masak apa ya, kira-kira.” gumam Awina sembari keluar dari kamar setelah memakai baju terusannya. Tanpa Awina sadari Gala juga baru saja menidurkan Allura dikamarnya tanpa mereka sangka dipertemukan dengan ketidaksengajaan. “Astaga!” jerit Awina hampir menabrak badan kokoh Gala. “Ngapain sih pakai jerit-jerit segala,” omel Gala menatap Awina. “Lagian Mas juga ngapain tiba-tiba nonggol!” “Tuh—“ Gala menunjuk kasur Allura yang sudah diisi Allura. “Lagian kamu pakai baju putih kaya gini, kaya enggak ada baju lain.” Gala menatap pakaian Awina dari atas hingga kebawah. “Heh! Matanya ya!” berang Awina melihat Gala menatapnya penuh minat. “Hehehehe—“ Gala malu salah tingkah mengaruk kepalanya. “Sana deh, kalo enggak Mas pulang aja kan Allura udah tidur tuh, ntar kal—“ “Oh jadi kamu mau ngusir aku?” Gala mendekat kearah Awina, refleks Awina mundur kebelakang. Awina buntu, dibelakangnya sudah mentok ke tembok ditambah dengan keberadaan Gala didepannya ini. “Ma—Mas mau ngapain?” “Mau apa ya?” Gala berpura-pura berpikir. “Coba tebak aku mau ngapain?” laki-laki dengan tubuh kokoh itu memegang pinggang ramping Awina membuat wanita itu tersentak, posisinya ini sangat tidak baik, ya tidak baik untuk pikiran dan hatinya. Sialan! Gala semakin mendekat kearah wajah Awina, sebagai wanita pemberani Awina membalas tatapan gala yang sekarang jaraknya 5 centimeter dari hidungnya, apalagi dengan kepala gala yang memiring itu membuat otak Awina tak lagi sinkron apalagi remasan tangan Gala dipingganganya membuatnya semua ambruladul. “Mass—“ “Hmm.” “PAPA—MAMA!” Mampus! Triple kill mampus! ∆∆∆ Semenjak kejadian dipergoki putrinya, Gala memang harus berhati-hati melakukan sesuatu pada Awina agar putrinya tak lagi mempergoki mereka saat sedang berdua. Itu juga salah satu bentuk cara meluluhkan seorang Awina, ya Awinanya Gala yang tak boleh dimiliki siapapun. Siang ini Gala meminta ijin pada Awina agar Allura yang menjemputnya dia saja dan akan ia bawa ke kantor dimana selama ini ia bekerja, Gala yakin pasti teman-temannya pasti bertanya-tanya tak pernah sekalipun Gala membawa anak kecil ke kantornya itu dan kali ini ia membawa putrinya untuk ia kenalan pada teman-teman dekatnya bahwa ia ternyata memiliki seorang peri kecil dalam hidupnya. “Papa, nanti Mama jemput aku kesini?” Gala mengangguk membenarkan. “Iya, Papa nanti masih ada kerjaan jadi harus Papa kerjain dulu, nah Rara pulang dulu sama Mama ya nanti.” “Siap, kapten!” hormat Allura pada Ayahnya. Sampai dikantor Gala membukakan pintu untuk putrinya, membantu membawakan tas sekolahnya setelah itu membawa masuk ke dalam kantornya. Benar saja, keberadaan putri kecil Gala membuat semua menatapnya dengan minat. Sebuah rekor Gala membawa anak kecil ke tempat kerjanya. “Pak Gala, siapa tuh yang dibawa?” “Anak kecil gini, kamu enggak lihat?” sarkas Gala pada wanita yang menanyakan Allura. “Iya, maksud saya tuh anak siapa yang Pak Gala bawa.” “Oh anak saya.” santai Gala tanpa dosa. “An—anak?!” “Yuk Ra, keruangan Papa nanti kalo laper bilang Papa ya.” bisik Gala pada Rara. “Okey, Papa!” Ramlan dan fadli mendengar kabar bahwa teman baik mereka pulang membawa anak kecil, anak gadis bahkan mereka mendengar anak kacil itu memanggil Gala dengan sebutan Papa. Lantas keduanya tak sabaran untuk segera memastikan berita yang penyebaran secepat kuman itu. Fadli yang memang tak sabar lupa tak mengetuk pintu ruangan Gala. Terlihat gala sedang mengajari gadis kecil itu dalam pelajaran, Fadli tersenyum canggung bahw ia sudah masuk dengan lancang. “Jadi benar ya, Gal—lo bawa anak kecil.” tanya Ramlan cepat. Gala yang mengetahui teman-temannya yang kepo angkut itu langsung memantap Allura. “Nak, kasih salam sama Om Ramli dan Om Fadli dulu.” “Oke, Papa,” Allura beranjak dari duduknya menghampiri kedua laki-laki yang bengong itu. “Halo, Om Ramlan—Om Fadli, salam kenal dari Allura anak Papa Gala sama Mama Awina. “APAAA?!!!” teriak keduanya bersamaan. Gala sudah mempersiapkan semua ini akan terjadi maka dari itu Gala menanggapi dengan santai, mempersilahkan Fadli dan juga Ramlan ini duduk darpada bengong bak orang bego. “Jelasin!” cecar Ramlan. Gala menatap Allura yang kembali tenang dengan pekerjan rumahnya. Ia mengambil nafas dalam sebelum ia memulai asal mula semua ini pada kedua temannya ini. “Intanya, pas gue sama Awina pisah—mantan istri gue itu lagi mengandung tanpa kasih tahu gue, jadi kami berpisah itu Allura udah tumbuh diperut Awina.” “Sampai akhirnya semuanya terbuka, aku tahu keberadaan Allura dan baru kemarin aku bisa meluk dia dari dekat.” “Wahh—gila sih, terus-terus lo tahu dari mana kalo Allura adalah anak dari lo?” “Lihat wajahnya sama, alerginya aja sama, isengnya sama, semua niru gue kecuali bibir sama alisnya dan bola matanya nurut punya Awina selebihnya itu mirip gue.” “Gila sih, gue yakin pasti lo bahagia banget.” Ramlan mengimbuhi. “Bukan lagi, apalagi juga gue juga lagi usaha dapatin Mamanya lagi bukankah itu sebuah anugrah indah. “Papa—Mama telepon!” “Oke sayang—jadi para om-omnya Allura silahkan keluar karena kami akan mengahabiskan makan siang bersama dan tak menerima kalian berdua. “Sialan, belagu banget.” “Awas lo nangis-nangis lagi!” Setelah kepergian Ramlan dan juga Fadli, Gala mengajak Allura menjemput Awina di luar, dan ia semakin yakin setelah ini sekantor kejaksaan akan tercengang menatap kearahnya memang dasar Gala. ∆∆∆
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD