Hal yang tak terduga

1902 Words
“Ren, gue mau mengajak lo untuk menjenguk ibunya Ardi. Apa lo mau ikut?” “Gue....” Rena terdiam. Ia sebenarnya juga ingin mengenal keluarga Ardi. Apalagi setelah mendengar kabar jika ternyata ibu kekasihnya itu tengah sakit. Tapi, sampai sekarang, Ardi sekalipun tidak pernah mengajaknya untuk bertemu dengan keluarganya. “Kalau lo nggak mau, gue juga nggak akan pergi.” Rena mengernyitkan dahinya. “Lho kenapa? bukankah ibunya Ardi sangat ingin bertemu sama lo?” “Ren, gue nggak mau membuat ibunya Ardi berharap lebih sama gue. Lo tau apa alasan gue. Hanya saja, gue nggak bisa mengabaikan permintaan beliau begitu aja. Untuk itu, gue ingin lo ikut. Sekalian lo kenalin diri lo sama ibunya Ardi.” Rena menggelengkan kepalanya. “Gue nggak bisa,” ucapnya sambil menepiskan senyumannya. “Lo tau kan kalau Ardi itu masih....” “Suka sama gue, gitu?” Rena menganggukkan kepalanya. Olivia menghela nafas. “Apa lo nggak percaya sama gue?” “Bukan seperti itu, hanya aja Ardi belum yakin dengan perasaannya ke gue. Dia bahkan nggak berniat untuk mengenalkan gue kepada keluarganya. Jadi, gue juga nggak bisa....” Rena menghentikan ucapannya saat mendengar deheman dari arah belakang. Kedua mata Olivia membulat dengan sempurna. Begitu juga dengan Rena. “Pak Devan!” serunya bersamaan. “Sedang apa kalian disini? Bukankah jam pulang kerja sudah lewat 15 menit yang lalu?” Ardi berlari menghampiri Rena, Olivia dan Devan. Ia lalu menyapa atasannya itu. “Maaf, Vi, Na. Gue tadi ada urusan sebentar. Vi, lo jadi ke rumah gue ‘kan?” Devan mengernyitkan dahinya. "Untuk apa Olivia pergi ke rumah Ardi? Apa mereka benar-benar mempunyai hubungan spesial?" gumamnya dalam hati. “Ar, gue akan pergi, jika Rena juga ikut sama kita?” Ardi lalu menatap Rena. “Nggak masalah. Lagian, Rena juga belum pernah ke rumah gue kan?” Rena menggelengkan kepalanya. “Gak, Ar. Gue gak bisa. Lo pergi sama Olivia aja.” Devan berdehem, hingga membuat perdebatan antara Ardi, Olivia, dan Rena terhenti. “Sebenarnya ada apa ini. Kenapa kalian malah berdebat di depan saya?” Ardi, Rena, dan Olivia baru menyadari, jika sejak tadi ada atasannya yang masih berada bersama dengan mereka. “Ar, saya dengar ibu kamu sedang sakit. Apa itu benar?” tanyanya kemudian. “Iya, Pak. Sekarang ibu saya ingin bertemu dengan Olivia,” sahut Ardi sambil menatap Olivia. “Apa saya boleh menjenguk ibu kamu?” Ardi, Olivia, dan Rena, mereka bertiga membulatkan kedua matanya. Mereka bahkan mencoba untuk mencerna kata-kata yang atasannya itu katakan. “Kenapa kamu diam? Apa saya tidak boleh menjenguk ibu kamu?” tanya Devan lagi. “Bukan begitu, Pak. Tentu saja boleh.” “Kalau begitu, biar Olivia satu mobil dengan saya. Kamu pergilah duluan sama Rena.” Olivia semakin membulatkan kedua matanya. Apa-apaan ini? apa dia sedang menyusun sebuah rencana untuk ngerjain gue lagi? Ardi sebenarnya tidak suka dengan usul Devan. Tapi, ia juga tidak bisa menolak keinginan atasannya itu. Dengan terpaksa, ia pun akhirnya menganggukkan kepalanya. “Ren, ayo,” ajaknya lalu melangkah keluar dari lobby. Olivia menatap Devan dengan tatapan penuh kecurigaan. Devan hanya tersenyum. “Ayo,” ajaknya lalu melangkah keluar dari lobby. Olivia tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemana kaki atasannya itu melangkah. Dalam perjalanan menuju rumah Ardi, sama sekali tidak ada percakapan antara Devan dan Olivia. Olivia merasa canggung berada dalam satu mobil dengan atasannya itu. “Apa hubungan kamu dengan Ardi?” tanya Devan membuka pembicaraan. “Bapak tidak perlu tau, apa hubungan saya dengan Ardi. Selain itu, itu juga bukan urusan Bapak.” Olivia menjawab tanpa menatap lawan bicaranya. Ia tidak peduli, jika sikapnya ini akan membuatnya kehilangan pekerjaannya. Selama satu bulan ini, ia sudah mencoba untuk bertahan, tapi sepertinya ia sudah tidak sanggup lagi bekerja dibawah pimpinan Devan. Devan hanya tersenyum mendengar jawaban Olivia. “Apa kamu dan sahabat kamu itu mencintai lelaki yang sama?” Olivia mengernyitkan dahinya, ia akhirnya mengalihkan tatapan ke arah Devan. “Apa maksud Bapak?” “Saya tadi tidak sengaja mendengar pembicaraan kamu sama Rena. Dari situ, saya bisa menyimpulkan, kalau Ardi menyukai kamu. Dan sahabat kamu itu menyukai Ardi, hanya saja....” “Anda jangan asal menebak kalau tidak tau apa yang sebenarnya terjadi!” Devan tersenyum. “Kalau kamu ingin saya untuk tidak asal menebak, bukannya lebih baik kamu menjelaskannya kepada saya?” “Itu bukan urusan Pak Devan!” tegas Olivia. Devan menghentikan mobilnya di depan toko buah. “Untuk apa kita berhenti disini?” tanya Olivia penasaran. “Bukannya kamu ingin menjenguk ibunya Ardi yang sedang sakit? Apa kamu akan datang dengan tangan kosong?” sindirnya. Olivia merasa sangat malu. Kenapa ia sampai tidak memikirkan hal itu. “Terima kasih sudah mengingatkan saya. Tolong tunggu sebentar.” Olivia lalu membuka pintu dan keluar dari mobil Devan. Begitu juga dengan Devan. Ia bahkan saat ini berdiri di samping Olivia, dan itu justru membuat Olivia semakin gugup dibuatnya. “Tuan, Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” tanya pelayan toko buah itu. “Tolong bungkuskan berbagai macam buah dan buat seperti itu,” sahut Devan sambil menunjuk parsel buah yang sudah dibentuk sedemikian rupa. “Saya ingin buah yang masih segar,” lanjutnya. Pelayan itu mengangguk mengerti. “Silahkan ditunggu sebentar, kami akan segera menyiapkannya.” “Pak! Apa yang anda lakukan?” “Membeli buah, memangnya apalagi.” “Tapi kan... seharusnya saya yang....” “Tuan, Nyonya, ini buah yang anda pesan,” ucap pelayan itu sambil memberikan sekeranjang buah yang sudah dibentuk dalam bentuk parsel. Devan menatap Olivia dan memintanya untuk menerima parsel buah itu. Olivia menghela nafas. “Terima kasih,” ucapnya setelah menerima parsel buah itu. “Jadi semuanya totalnya berapa?” tanyanya kemudian. Devan mengambil dompet dari saku celananya, ia lalu mengambil kartu kreditnya. “Pakai ini saja,” ucapnya lalu memberikan kartu kredit itu kepada pelayan toko buah itu. “Maaf, Tuan. Kami tidak melayani kartu kredit,” tolak pelayan itu. Olivia tertawa. “Dasar orang kaya. Semuanya berapa, Mbak?” tanyanya lagi kepada pelayan itu. Melihat Olivia tertawa, entah mengapa membuat kedua sudut bibir Devan tertarik membentuk sebuah senyuman. “Total semuanya lima ratus ribu,” sahut pelayan itu. Olivia memberikan keranjang buah itu kepada Devan. Setelah itu ia mengambil dompetnya dari dalam tas jinjingnya. Ia lalu mengeluarkan 5 lembar seratus ribuan dan diberikan kepada pelayan toko itu. Pelayan toko itu mengambil uang itu, lalu melangkah menuju meja kasir. Setelah itu ia kembali dan memberikan struk pembayaran kepada Olivia. “Terima kasih telah berbelanja di toko kami,” ucap pelayan itu. Olivia menganggukkan kepalanya. Ia lalu kembali mengambil alih keranjang buah yang ada di tangan Devan. Setelah itu ia kembali berjalan menuju mobil. Olivia, kenapa kamu selalu membuatku merasa penasaran? Ibu Ardi terlihat sangat bahagia bisa bertemu dengan Olivia lagi. Begitu juga dengan Olivia. Mereka saling memeluk satu sama lain. “Nak Via, Ibu senang bertemu dengan Nak Via lagi. Ardi sudah menceritakan semuanya.” Olivia hanya tersenyum. “Maafkan Via ya, Bu. Karena Via jarang main kesini lagi.” Wanita paruh baya itu mengusap lengan Olivia. Ia lalu menatap ke arah Devan yang sejak tadi hanya diam. “Ar, siapa pria tampan ini?” tanyanya. Devan tersenyum, karena saat ini ada yang memujinya tampan. Gue memang tampan. “Maafkan Ardi, Bu. Ardi lupa memperkenalkan beliau. Beliau adalah atasan Ardi di kantor, Bu. Namanya Pak Devan,” sahut Ardi. Devan lalu melangkah menuju ranjang. Ia berdiri tepat di samping Olivia. “Ibu apa kabar?” tanyanya kemudian. Olivia menendang kaki Devan, hingga membuat Devan menatap ke arahnya. “Apa?” tanyanya lirih. Olivia memberi isyarat kepada Devan untuk memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada ibunya Ardi. Devan mengangguk pelan. Ia lalu mengulurkan tangannya. “Saya Devan, Bu. CEO di tempat Ardi bekerja.” Ibu Ardi menjabat uluran tangan Devan. “Apa Ardi bekerja dengan sangat baik di kantor? Apa dia membuat anda susah?” Devan menggelengkan kepalanya. “Ibu tenang saja. Ardi adalah karyawan yang sangat rajin.” Olivia tersenyum. Entah mengapa melihat interaksi Devan dengan ibunya Ardi membuatnya merasa tersentuh. “Nak Devan. Sebenarnya Ibu sangat ingin melihat Olivia dan Ardi menikah. Bukankah mereka sangat cocok?” tanya ibu Ardi dengan senyuman di wajahnya. Olivia membulatkan kedua matanya. Ia lalu menatap Rena yang saat ini tengah menundukkan wajahnya. “Bu, kenapa Ibu berkata seperti itu? bukankah Ardi sudah pernah bilang kalau Ardi dan Olivia....” “Ibu hanya mengatakan keinginan Ibu, itu saja,” potong wanita paruh baya itu. Wanita paruh baya itu lalu menggenggam tangan Olivia. “Nak Via, apa salah jika Ibu ingin melihat kalian bisa bersama seperti dulu lagi?” “Bu, bukan begitu. Hanya saja sekarang....” Olivia membulatkan kedua matanya saat Devan tiba-tiba merangkul bahunya. Bukan hanya Olivia, tapi Ardi dan Rena juga tampak terkejut dengan sikap atasannya itu. “Bu, saya minta maaf, jika saya mengecewakan Ibu. Tapi, Olivia tidak bisa menikah dengan anak Ibu, karena Olivia adalah kekasih saya,” ucap Devan yang mampu membuat Ardi, Rena, dan Olivia terkejut bukan main. Apa-apaan dia! Apa dia sudah gila! “Nak Via, apa itu benar? apa kalian memang menjalin hubungan?” tanya ibu Ardi dengan raut wajah penuh kekecewaan. “Bu, sebenarnya....” Devan mencengkram bahu Olivia. “Maafkan Via, Bu. Jika Via sudah mengecewakan Ibu. Tapi, ada wanita lain yang sangat cocok untuk menjadi istri Ardi,” lanjutnya. “Siapa itu?” tanya wanita paruh baya itu. Olivia menatap ke arah Rena. “Namanya Rena. Dia adalah kekasih Ardi sekarang.” Rena membulatkan kedua matanya. Ia tidak menyangka, Olivia akan mengatakan itu kepada ibu dari kekasihnya. Olivia dan Devan memilih untuk pergi terlebih dahulu. Sedangkan Rena masih tinggal di rumah Ardi, karena ia masih di interogasi oleh ibunya Ardi. “Pak, kenapa anda berbicara seperti itu tanpa persetujuan saya? Apa anda sadar dengan apa yang anda katakan tadi akan berdampak buruk untuk saya?” Devan memilih untuk melajukan mobilnya daripada mendengar amarah Olivia. “Apa yang akan dipikirkan Ardi dan Rena nanti?” lanjutnya. Olivia menundukkan wajahnya. “Mereka pasti akan berpikiran yang macam-macam,” lanjutnya lagi. “Seharusnya kamu berterima kasih sama saya, karena hari ini saya sudah menyelamatkanmu. Kalau tadi saya tidak bicara seperti itu, pasti sampai sekarang ibunya Ardi masih akan mengharapkan kamu untuk menjadi menantunya.” “Saya tau itu. Tapi kenapa Anda harus mengaku kalau anda kekasih saya? Kan masih ada cara lain?” Devan menghentikan mobilnya. Ia lalu menatap Olivia. “Cara lain? Apa itu? apa kamu akan bilang kalau Rena dan Ardi berpacaran?” Olivia menganggukkan kepalanya. “Saya merasa tidak enak hati sama Rena. Saya yakin, jika dia sakit hati saat mendengar ucapan ibunya Ardi tadi.” “Apa kamu pikir, dengan kamu memberitahu ibunya Ardi tentang hubungannya dengan Rena, beliau akan mundur untuk menjodohkan kamu dengan Ardi?” Devan menggelengkan kepalanya. “Ibunya Ardi akan berhenti mengharap kan kamu jika beliau tau kamu sudah menjadi milik orang lain.” Olivia memiringkan wajahnya menatap atasannya itu. “Tapi, saya....” Devan tersenyum, ia lalu mengusap puncak kepala Olivia. Saat Devan memperlakukannya seperti itu, jantung Olivia berdetak dengan sangat kencang. Wajahnya mulai bersemu merah. “Soal pengakuan saya tadi, saya akan bantu kamu untuk menjelaskan kepada sahabat kamu, agar mereka tidak salah paham.” Olivia hanya mampu menganggukkan kepalanya. Entah mengapa tenggorokannya seperti tercekat, lidahnya kelu dan tidak mampu untuk mengucapkan satu patah kata pun. Bahkan untuk sekedar mengucapkan kata terima kasih. “Sekarang saya akan mengantar kamu pulang. Dimana rumah kamu?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD