Weekend

1606 Words
Olivia, Rena, dan Ardi, menghabiskan waktu mereka dengan pergi berbelanja di mall. Mereka saat ini tengah membelanjakan uang dari bonus yang atasannya berikan sebagai tanda terima kasih atas kerja keras mereka selama ini. Mungkin itu bukan bonus yang pertama kali mereka dapatkan dari atasannya mereka. Tapi, bagi Ardi, Rena, dan Olivia, kali ini adalah bonus terbanyak yang pernah mereka dapatkan. Ardi selalu mengekor kemana kaki kedua gadis yang tengah bersamanya itu melangkah. Bahkan ia juga tetap mengikuti Olivia dan Rena, saat mereka masuk ke dalam sebuah toko yang hanya memperjualbelikan pakaian dalam. Ardi bahkan menjadi bahan perbincangan para gadis-gadis yang sedang memilih pakaian dalam di toko itu. “Wah, ada juga ya cowok yang mau nemenin pacarnya belanja pakaian dalam.” “So sweet tau. Gue mah juga mau punya cowok kayak gitu.” Kedua gadis itu terus saja menatap Ardi yang masih setia menunggu Olivia dan Rena. "Kenapa mereka terus menatap gue ya? Astaga! Apa gue jadi omongan para gadis-gadis nih!" gumam Ardi dalam hati. Olivia dan Rena hanya mampu menahan tawa saat melihat wajah Ardi yang mulai memerah karena menahan rasa malunya. “Ren, apa lo nggak kasihan sama pacar lo. Lihat wajahnya, sudah seperti kepiting rebus gitu saking malunya,” canda Olivia. “Kasihan sih, tapi ya mau gimana lagi. Masa gue suruh dia untuk pergi, nanti kalau dia ilang gimana?” canda Rena balik sambil terus tersenyum menatap Ardi yang masih betah menunggunya memilih pakaian dalam. “Lo belanjanya udah belum? Kalau udah, kita langsung ke kasir. Gue kasihan melihat Ardi. Gak tega gue melihat pacar lo jadi bahan gosip kayak gitu.” Rena menganggukkan kepalanya. Ia lalu mengikuti Olivia menuju kasir untuk membayar barang belanjaannya. “Ar, ayo,” ajak Rena sambil merangkul lengan Ardi. “Udah belanjanya?” Olivia dan Rena menganggukkan kepalanya. “Kita cari makan dulu ya, gue lapar banget nie,” pinta Olivia dan langsung mendapat anggukkan kepala dari Rena dan Ardi. Mereka lalu keluar dari toko itu dan mencari restoran yang berada di dalam mall itu. Ardi melihat buku menu, ia membaca satu persatu menu yang tertulis dalam buku menu itu, hingga membuat Olivia dan Rena menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ardi. “Ar, nggak usah lo baca semua kali. Gue sama Rena ngikut aja, lo mau pesan apa.” “Gimana kalau nasi goreng seafood? Kayaknya enak tu?” usul Ardi. “Ok, tapi gue minumnya es lemon tea ya. Gue mau diet,” pinta Olivia. Rena tertawa. “Gue nggak salah denger nih? Lo mau diet? Badan udah seksi gitu masih mau diet. Memangnya lo mau punya tubuh kerempeng?” candanya. Olivia menyengir kuda. “Tapi, berat badan gue naik 2 kg setelah gue pisah sama Rian,” keluhnya. “Itu tandanya, lo bahagia, karena lo bisa terbebas dari pria b******k seperti Rian,” ucap Ardi lalu memanggil pelayan dan mulai memesan makanan dan minuman yang mau mereka pesan. “Ya... gue nggak menampik itu sih. Gue merasa lega setelah lepas dari Rian. Selama ini gue tersiksa, karena Rian sama sekali nggak pernah memperlakukan gue seperti istrinya. Bahkan, sekalipun Rian nggak pernah nyentuh gue. Gue pikir, Rian itu orangnya belok, tapi ternyata, ia malah ada main dengan sahabat gue sendiri,” ucap Olivia dengan nada kesal. Ardi dan Rena saling menatap, mereka sama-sama membulatkan kedua matanya. Satu fakta yang baru mereka tau. Bukan karena Rian yang selingkuh, tapi hal lain yang membuat mereka begitu tercengang tak percaya. “Jadi lo masih segelan?” tanya Ardi dan Rena bersamaan. “Hu um. Gue masih virgin. Rian selalu menolak saat gue ajak untuk berhubungan,” sahut Olivia sambil menganggukkan kepalanya. Entah mengapa Ardi dan Rena merasa lega, karena Olivia masih virgin, meskipun statusnya sudah menjadi janda. “Jadi lo beneran janda kembang dong? Beruntung pria yang akan menjadi suami lo kelak,” celetuk Ardi dan langsung mendapatkan tatapan mengintimidasi dari Rena—sang kekasih. “Beruntung? Tapi tetap aja status gue janda!” seru Olivia. Seorang pelayan datang mengantarkan makanan dan minuman yang tadi di pesan oleh Ardi. “Selamat menikmati makanannya Mas, Mbak,” ucap pelayan itu setelah meletakkan makanan dan minuman itu ke atas meja. “Terima kasih, Mas. Kami akan sangat menikmati makanan ini,” ucap Rena dengan senyuman di wajahnya. Pelayan ini cakep juga, batin Rena. “Kalau begitu saya permisi,” pamit pelayan itu. Olivia dan Ardi hanya menggelengkan kepalanya saat melihat Rena yang masih terus menatap punggung pelayan itu yang bahkan sudah semakin jauh melangkah. “Ren, inget, lo udah punya pacar,” ucap Olivia mengingatkan. “Nggak apa lagi, Vi. Gue nggak akan mengikat Rena untuk selalu setia sama gue. Jika Rena....” “Udah, kalian pada ngomongin apaan sih? Lagian siapa juga yang suka sama pelayan itu. Gue Cuma kagum sama tampang dia aja,” potong Rena lalu mulai menikmati makanan yang ada di depannya. Ardi mengusap puncak kepala Rena gemas. "Maafin gue ya, Ren. Gue memang belum bisa sepenuhnya nyerahin hati dan cinta gue buat lo. Tapi, gue janji, gue akan dengan perlahan melupakan Olivia. Gue tau, jika gue masih punya harapan untuk bisa mendapatkan Olivia. Tapi, gue nggak akan melakukan itu, karena gue nggak ingin semakin nyakitin lo. Gue akan belajar untuk mencintai lo, gue janji," gumam Ardi dalam hati. “Vi, apa lo ada rencana buat cari pacar gitu?” tanya Rena lalu kembali memasukkan satu suapan ke mulutnya. Olivia mengedikkan kedua bahunya. “Gue belum memikirkan itu. Saat ini, gue hanya ingin fokus dengan pekerjaan gue. Apalagi beberapa hari lagi, CEO perusahaan kita akan digantikan dengan orang yang belum kita tahu bagaimana sifat dan sikapnya. Gue masih takut, jika anak Pak Farhan itu nggak sama seperti beliau.” “Iya sih, lo pasti kepikiran terus sampai sekarang. Lo kan yang paling akan sering bertemu tatap sama dia.” “Ya mau gimana lagi. Semoga aja pengganti Pak Farhan nanti sifatnya baik dan ramah kayak Pak Farhan. Itu sih keinginan gue ya,” ucap Olivia sambil menyengir kuda. Setelah selesai makan, mereka lalu keluar dari restoran itu. Tapi, saat mereka sudah keluar dari restoran itu, tiba-tiba Olivia menabrak seseorang. Olivia terjatuh ke lantai, dan barang-barang belanjaan Olivia jadi berceceran dimana-mana. “Hai! Kamu punya mata nggak sih! Kalau jalan itu liat-liat dong!” teriak seorang wanita yang berdiri di samping pria yang ditabrak oleh Olivia. “Sayang, kamu nggak apa-apakan?” tanyanya kemudian kepada pria yang telah ditabrak oleh Olivia. Rena merasa tidak terima melihat sahabatnya di bentak-bentak oleh wanita itu. “Hai! Bilang sama cowok lo itu, kalau jalan jangan cuma pakai kaki, mata juga harus dipakai! Jangan bisanya cuma nyalahin orang lain! Dasar!” serunya kesal. “Lo nggak apa-apa kan, Vi?” Ardi membantu Olivia berdiri. “Gue nggak apa-apa kok. Gue yang salah, karena gue jalan nggak liat depan.” Olivia lalu menatap pria yang sejak tadi menatapnya. “Maafkan saya,” ucapnya mencoba meminta maaf kepada pria yang sudah ditabraknya. “Enak aja minta maaf!” seru wanita itu lagi. “Sudahlah, lebih baik kita pergi dari sini. Aku masih ada urusan yang lebih penting daripada ngurusin hal sepele kayak gini,” ucap pria itu. “Tapi, Sayang, dia kan udah....” “Kalau kamu masih mempermasalahkannya, terserah! Aku mau pergi dari sini!” seru pria itu lalu melangkah meninggalkan wanita itu. Pria itu bahkan tidak meminta maaf kepada Olivia. “Awas kamu ya!” ancam wanita itu lalu bergegas mengejar pria yang sudah lebih dulu pergi. Rena membantu Olivia untuk memunguti barang belanjaan Olivia. “Kalau gue jadi tu cowok, udah gue putusin tu cewek yang punya mulut sepedas cabe!” seru Rena kesal. “Udahlah, Ren. Ini semua salah gue juga kok. Jadi, wanita itu berhak untuk marah-marah.” Olivia lalu berdiri, “kita pulang aja ya, gue capek.” Rena dan Ardi menganggukkan kepalanya. Mereka lalu melangkah menuju lift untuk turun ke basement. "Ah sial! Kenapa juga gue tadi menabrak pria itu! bikin mood gue jadi hancur aja!" umpat Olivia dalam hati. Setelah selesai membersihkan diri, Olivia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju dapur. Ia merasa sangat lapar. Entah mengapa akhir-akhir ini nafsu makannya semakin bertambah. “Kalau kayak gini terus, bisa-bisa tubuh gue jadi gemuk dong?” Olivia lalu menggelengkan kepalanya. “Gak! Gue nggak mau gemuk! Gue belum melepas segel gue! Kalau gue jadi gemuk, nanti gue nggak cantik lagi dong?” Olivia yang awalnya ingin makan, akhirnya mengurungkan niatnya dan memilih untuk menonton televisi. Apalagi itu sudah waktunya drama korea kesukaannya di putar. “Cha Eun Woo ganteng banget sih. Andai gue punya cowok seganteng itu, udah gue ajak nikah tu cowok.” Olivia kamu terlalu menghayal. Jangan ketinggian menghayalnya. Olivia melihat drama korea kesukaannya sambil menikmati cemilan yang tadi ia beli saat berjalan-jalan di mall bersama dengan Rena dan Ardi. Saking menikmati drama yang ditontonnya, Olivia bahkan melupakan jika dirinya saat ini tengah melakukan program diet. Ia malah semakin menikmati camilan yang berada dalam toples, bahkan saat ini toples itu sudah beralih ke pangkuannya. Drama korea yang Olivia tonton sudah selesai, begitu juga dengan camilan satu toples kini tinggal toplesnya aja. “Astaga!” seru Olivia sambil menepuk keningnya sendiri. Sepertinya Olivia baru menyadari jika ia sudah menghabiskan satu toples cemilan. “Kalau kayak gini, bukan diet ini namanya,” sesalnya. “Mendingan mulai besok, gue ikut senam ibu-ibu komplek aja kali ya. Tapi, gue takut, kalau nanti mereka akan mulai gosipin status gue yang janda,” ucap Olivia sambil menghela nafas. "Nasib-nasib... jadi janda di usia muda ya kayak gini deh! Serba salah pokoknya." Olivia akhirnya beranjak dari duduknya, ia merasa sangat mengantuk. Daripada pusing mikirin cemooh orang-orang, Olivia memilih untuk positif thinking. Ia yakin, ada kebahagiaan yang kini tengah menantinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD