12. Sedikit Debaran Di Perpustakaan

1034 Words
9 November 2015... Dengan langkah ringan dan juga bibir yang mengulas senyum bahagia, aku pun memasuki area sekolah. Mataku kemudian menatap ke sekitar, mencari seseorang yang hari ini tidak bisa menjemputku karena ia harus mengantar adiknya ke sekolah terlebih dahulu. Siapa lagi jika bukan Abdee. Tapi sepertinya dia belum datang, karena aku tidak melihat motornya di parkiran. Aku pun melanjutkan langkahku menuju kelas. Senyumku pun kian lebar saat melihat kedua sahabatku berdiri di depan kelas--seakan sengaja menungguku. "Pagi, Ke. Pagi, Nab." Keduanya menoleh padaku. Mereka langsung merentangkan tangan dan memeluku erat. "Aduh, kenapa nih?" "Selamat ya, buat pementasan lo kemarin. Gue suka sama jalan ceritanya." "Sama, gue juga! Gue bahkan udah bela-belain buat dateng cepet biar bisa duduk paling depan." Aku tertawa, merasa bahagia karena dukungan dua sahabatku ini. "Makasih ya kalin udah mau nonton. Padahal akting gue nggak terlalu bagus," "Santai aja kali. Yang penting lo udah berani berdiri diatas panggung graha. Itu suatu kebanggan loh," ucap Nike sambil merangkul bahuku. "Iya. Gue juga nggak yakin bisa tampil kayak lo kemarin," balas Nabila. "Nah gimana kalo abis pulang sekolah nanti kita ke mall? Gue traktir deh," "Serius nih?"  "Seriuslah! Jadi pada setuju?" "Oke setuju!" jawab Nike dan Nabila serempak. Aku hanya terkekeh, lalu merangkul leher kedua sahabatku itu dan mengajaknya masuk kelas. Tapi sebelum benar-benar masuk, aku menolehkan kepalaku ke belakang hanya untuk melihat apakah Abdee sudah datang. Dan untungnya aku melihatnya sedang berjalan menuju ruang OSIS. Yah, setidaknya hanya dengan melihatnya, aku jadi bisa lebih tenang sekarang. *** Ketika bel istirahat berbunyi, aku sudah mengatakan pada Nike dan Nabila jika aku akan ke kelas Abdee dulu, lalu akan menyusul ke kantin nantinya. Jadi disinilah aku sekarang, berdiri di depan kelas Abdee untuk mencari keberadaannya. Aku memindai setiap sudut kelas, tapi tidak menemukannya dimana pun. Keningku lantas mengerut bingung. "Dia kemana?" gumamku. Tidak biasanya Abdee sudah tidak ada dikelas, biasanya setelah bel istirahat berbunyi, cowok itu masih berada dikelas. Entah untuk menghapus tulisan di papan tulis, merapikan meja guru atau mengumpulkan buku-buku PR untuk diletakan diruang guru.  Akhirnya aku pun memilih untuk bertanya pada salah satu teman sekelas Abdee. Aku lihat name tag-nya, jika namanya Romi.  "Eh, gue boleh nanya nggak?" tanyaku canggung. Rasanya agak tidak nyaman harus bertanya pada orang yang hanya aku tahu namanya. "Nanya apaan?" ia menatapku dari atas ke bawah secara terang-terangan, msmbuatku berdiri risih di tempatku. Sepertinya aku salah bertanya padanya, karena mendadak aku merasa takut dengannya. "Oh, lo anak kelas sebelah ya? Yang sering bareng Abdee?" ucapnya kembali menatap mataku. "Um...iya," "Jadi lo mau nanya apa?" ia melipat kedua tangannya didada. "Gue mau nanya, lo tahu Abdee dimana? Gue liat dia nggak ada dikelas," "Oh Abdee, dia di perpustakaan." "Oke, makasih." Setelah menunjukan senyum tipisku, aku pun buru-buru pergi dari sana.  Bahkan ketika aku sudah sedikit jauh dari kelas Abdee, aku masih bisa merasakan jika cowok tadi masih menatapku.  *** Sampai di perpustakaan, aku pun segera melangkah memasuki perpustakaan. Mataku kembali memindai perpustakaan seperti yang aku lakukan dikelas Abdee tadi. Untungnya kali ini aku langsung menemukannya. Dia tengah berdiri di lorong kedua perpustakaan, sementara matanya menatap satu persatu buku di depannya. Aku memilih mendekat, berjalan mengendap agar ia tidak mengetahui keberadaanku. Niatnya aku ingin mengejutkannya, tapi apa daya usahaku itu gagal saat salah satu buku yang ada didekatku justru terjatuh dan mengenai bahuku. "Aduh!" Aku meringis sakit sesaat setelah buku itu mengenaiku. Tanganku pun mengusap pelan bahuku. "Loh, Je? Lo kenapa?" Abdee mendekat, memungut buku di dekat kakiku dan meletakannya kembali di rak buku. Kemudian ia menatapku. "Lo nggak apa-apa?" "Nggak apa-apa gimana? Sakit tahu!" "Coba gue liat," Tanpa aba-aba, Abdee tiba-tiba saja menyingkap rambutku, meletakannya di satu sisi. Lalu ia menggantikan tanganku untuk memijat bahuku pelan. Hal itu tentu saja membuatku menahan nafas karena jarak wajah kami yang sangat dekat. Astaga! Semoga saja Abdee tidak mendengar suara detak jantungku yang menggila. "Masih sakit?" tanya Abdee. Ia kemudian menatap kedua mataku dengan jarak dekat. Tak ingin terlalu lama di posisi seperti itu, aku lantas mendorongnya menjauh dengan rasa canggung. Tapi sayangnya, doronganku terlalu kencang, membuat punggung Abdee menabrak rak buku dibelakangnya hingga beberapa buku terjatuh dan menimpa Abdee. "Aduh! Sorry, Dee." Aku mendekat, membantunya memungut beberapa buku yang terjatuh. "Sorry banget, gue nggak sengaja." ucapku menyesal. "Santai aja. Gue nggak apa-apa kok," ia menyengir lebar sambil mengusap kepalanya. Lihat? Padahal dia sedang kesakitan seperti itu, tapi dia malah mengatakan tidak apa-apa. "Jangan bohong, Dee. Pasti kepala lo sakit kan?" "Sedikit. Tapi beneran nggak apa-apa kok. Kita keluar yuk?" ajaknya sambil membersihkan debu dikepalaku. "Emang lo udah dapet buku yang lo cari?" "Soal buku, bisa gue cari nanti. Yang penting lo keluar dulu, gue takutnya nanti lo ketimpa buku lagi."  Belum sempat aku menjawab, Abdee sudah lebih dulu mengamit tanganku dan membawaku keluar. Selama Abdee menggenggam tanganku, aku hanya bisa menatap genggaman tangan kami dengan senyum tertahan. Ya Tuhan! Semoga saja tidak ada yang melihat wajah konyolku karena menahan senyuman. "Oh iya, lo mau ngapain sampe nyari gue tadi?" Aku tersadar. Menarik tanganku ketika tahu jika saat ini kami sudah berada di depan ruang OSIS. "Oh itu, gue cuma mau bilang kalo nanti gue nggak bisa pulang bareng lo." "Kenapa?" "Gue mau jalan sama Nike dan Nabila." "Kemana?" "Ke Mall. Gue mau traktir mereka berdua." "Dalam rangka apa?" Aku memutar mataku malas. "Dalam rangka perayaan pentas gue kemarin." "Sampe sore?" Sontak saja aku langsung menyubit lengannya karena dia banyak bertanya. "Nggak usah kepo deh! Ini tuh urusan cewek." Bukannya marah, Abdee malah terkekeh sambil mengusap bekas cubitanku tadi. "Sorry, abis gue khawatir. Selama ini kan lo kemana-mana selalu sama gue." "Bohong banget! Mana ada sama lo terus," "Dih! Sok-sok lupa lo. Nih ya gue sebutin satu-satu. Pulang-pergi sekolah lo sama gue. Latihan teater sama gue. Ke toko buku sama gue. Ke--" "Oke-oke!" Aku menutup mulutnya dengan tanganku. Dan aku dapat merasakan jika ia tersenyum dibalik tanganku itu. Ish! Dia ini maunya apa sih?! "Gue kalah, jadi berhenti nyebutin semuanya." Abdee menurunkan tanganku, membuatku bisa melihat senyumnya dengan lebih jelas. "Ya udah. Perginya hati-hati. Kalo misal lo pulangnya kesorean, jangan naik angkot. Telpon gue aja, biar gue jemput." "Siap!" Aku memberikan hormat padanya. "Kalo gitu gue ke kantin dulu. Bye!" ucapku sambil melambaikan tanganku lalu berbalik pergi dari sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD