Mawar, Melati

1610 Words
Makan siang bersama dengan keluarga sang suami membuat Sena tidak bisa berhenti tersenyum karenanya. Apalagi saat dia melihat dua perempuan dengan wajah yang sama sedang datang ke arahnya. Terlihat dari raut wajahnya, mereka terlihat exited dengan keberadaan dirinya. “Huahhh, ada kakak ipar,” ucap salah satu dari mereka dan merentangkan tangannya untuk memeluk Sena yang berdiri. “Aku Melati, adik bungsu keluarga Surawisesa.” “Aku Mawar, yang lebih tua lima menit dari dia. Salam kenal kakak ipar, keren banget gayanya. Swaaggg gitu,” ucap Mawar sambil tertawa, membandingkan penampilannya bersama sang kakak ipar yang berbeda jauh. “Kakak alisnya bagus banget, itu disulam dimana?” "Bibirnya juga lucu, pake filler ya, Kak?" “Duh udah jangan tanya-tanya, kasian dia belum makan,” ucap Mama Dara menghentikan. Memberikan isyarat untuk kedua anaknya duduk dengan tatapan yang tajam. Mawar dan Melati itu lebih tua lima tahun dari Sena, tapi mereka tetap memanggil Sena dengan sebutan Kakak dengan sopan. Memperlakukan Sena dengan baik bahkan mengajari Sena cara memegang sumpit. “Kayak gini nih, Kak,” ucapnya dengan senyuman yang manis. Membuat Sena salah tingkah dibuatnya, baru pertama kalinya dia diperlakukan dengan baik dan dijadikan anggota keluarga sesungguhnya. Dan senyuman Sena membuat si kembar terus menatap kakak iparnya itu, Sena terlampau manis. “Ngapain sih kamu liatin menantu Mama kayak gitu?” Malah Mama Dara yang menjadi ketus. “Lagi mengagumi ciptaan Tuhan yang bakalan tinggal seumur hidup sama kulkas berjalan. Semoga Kakak sehat selalu ya, sehat lahir batin hadapin Abang Sam.” Si bungsu mengangguk menyetujui. “Btw Kakak kan dijodohin ya sama Bang Sam? Pas pertama tau karakter dia gimana? Kaget gak? Pasti mau cerai seketika ya?” “Heh.” Kini Ajun yang berucap membuat dua anak gadisnya langsung terdiam seketika. Membuat Sena tersenyum miring melihat dua manusia itu ketakutan, jadi dia berbisik, “Nanti abis makan kita cerit- cerita okay?” “Okay,” balas Mawar dan Melati dengan suara yang rendah. Semangat karenanya. “Tapi, Kak, kakak kan punya adek ya? kenalin juga dong sama kita, biar bisa temenan.” Itu Mawar yang berucap. “Ngenalin siapa? Orang Sena itu bungsu. Ada juga Kakak.” Mama Dara masih saja sinis. “Lah, bukannya Bang Sam dijodohin sama anak sulung keluarga Argawijaya.” “Gak ada, soalnya mereka bilang dia udah punya pacar, jadi sama Sena aja. tapi Mama seneng, Sena lebih mudah adaptasi. Kalau Kakak kamu kayaknya sulit ya? dia pendiem gitu. Pas dipesta juga dia diem aja, gak ada itikad buat mulai percakapan gitu.” “Wah gawat kalau misalnya Abang Sam sama Kakaknya Kak Sena,” ucap Melati. “Kalau Bang Sam dijodohin sama yang pendiem, udah kayak kuburan itu rumah.” Mereka tertawa mendengar lelucon itu. "Udah, makan dulu, nanti keselek," ucap Ajun dengan lembut pada perempuan-perempuan kesayangan keluarga Surawisesa. Selesai makan siang, Sena masih memiliki waktu bersama dengan si kembar. Sementara mertuanya kembali bekerja. Mama Dara merupakan dokter anak, dan Ajun direktur utama rumah sakit. Jadi mereka langsung pergi setelah makan siang dan meninggalkan Sena bersama dengan si kembar. Ngomong-ngomong, Mawar dan Melati melanjutkan kuliahnya di Cambridge, Amerika Serikat. Hanya Samudra saja yang masuk ke jurusan hukum dan menjadi Jaksa. “Maaf ya, Kak, kita gak di sini pas kalian nikah. Aku sama Melati ada ujian soalnya.” “Gak papa, asal hadiahnya bisa dipertimbangkan untuk penerimaan maaf.” Pembawaan Sena yang santai membuat mereka menjadi lebih cepat akrab, bahkan membuat Mawar dan Melati betah untuk mengobrol di saat kedua orangtuanya sudah meninggalkan restauran tersebut. Mengingat si kembar di sini hanya beberapa minggu untuk liburan semester, akan menghabiskan waktu bersama dengan keluarga dan teman temannya di sini. “Hadiahnya sekarang aja gimana nih? Kita mau ajak Kakak nyalon,” ucap si bungsu. “Boleh ayok.” “Kakak emang gak masuk kuliah lagi? Ini udah lewat belum sih sama jam istiratnya?” Sena menatap jamnya, dia menimangnya kemudian berkata, “Gak papa deh, kapan lagi bisa morotin duit kalian kan?” sena berdiri lebih dulu. “Mau ke toilet dulu ya.” Meninggalkan si kembar yang saling bertatapan. “Yeay, kita punya ipar yang gokil. Kayaknya kalau diajak ngejulid bareng bisa masuk deh.” Melati mengangguk antusias. “Hooh, kayaknya bakalan cepet cairin es nya si Abang deh.” Karena mereka berdua tau bagaimana sifat Kakak laki-laki mereka, yang membuat keduanya khawatir jika pernikahan tidak bertahan lama apalagi hal ini didasari oleh perjodohan. “Dia agak urak urakan ya?” “Iya, kita agak lurusin yuk rambutnya.” Mawar mengangguk antusias. “Lentikin bulu matanya.” “Pakai dress, jangan baju sobek sobek kayak gitu.” “Oh luluran juga. Pokoknya kita ubah total penampilannya.” “Deal?” “Deal.” Si kembar saling menjabat tangan satu sama lain yang mana membuat Sena memicingkan matanya curiga saat dia keluar dari kamar mandi. “Kenapa itu dua bocah kayak gitu?” *** Sena kaget bukan main saat dia dihajar habis habisan oleh si kembar dengan dibawa ke klinik kecantikan untuk merubah penampilannya. Bahkan perawatan yang dia lakukan saat hendak menikah tidak se-ekstrem ini. “Emang Kakak mau itu bulu bulu di kaki keliatan? Terus bikin Abang aku bergidik ketakutan gitu?” Membuat Sena memutar bola matanya malas. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, dia dirombak habis habisan. Bahkan untuk penampilannya, Sena dipakaikan gaun selutut dengan lengan panjang berwarna merah muda. Rambut yang lurus dengan dihiasi bando itu terlihat begitu cantik. Berbeda dengan saat dirinya menikah yang tidak memancarkan aura itu, kini Sena terlihat bahagia luar dalam hingga senyumannya begitu cerah. “Nah, cantik kalau sekarang,” ucap Mawar. “Terus? Menurut kalian tadi gak cantik gitu?” “Tadi juga style nya keren, Kak. Cuma agak jamet aja. kalau wajah udah mulus cantik kayak gini kan meskipun pake baju apa aja pasti masuk.” Si kembar berdiri bersebelahan dan menatap Sena dari bawah ke atas, terus aja seperti itu. “Kalau pake style tadi juga bagus sih, soalnya muka Kakak gak dekil lagi sekarang.” “Heh!” Keduanya malah tertawa dan memeluk Sena sambil meyakinkan kalau apa yang mereka katakan itu hanya sebuah candaan saja. mawar bahkan membelikan satu paket lengkap untuk kecantikan Sena, mengatakan dengan kalimat, “Biar wajah kakak glowing, shimmering terus, pake ini ya. biar gak balik lagi ke dekil.” Terlihat ada satu paket termasuk untuk mandi. “Makasih, Upin Ipin.” Sena tersenyum dengan penuh haru. “Sering sering ya jajanin Kakak kayak gini.” “Asal kakak cepet-cepet hamil, nanti aku kasih klinik kecantikan ini buat Kakak.” Mawar tidak ingin kalah. “Kalau Kakak hamil, aku juga bakalan ngasih saham di bagian farmasi.” Yang membuat mata Sena berbunga-bunga seketika oleh uang. Dia mengangguk dengan senyumannya yang lebar, bahkan hidungnya ikut mengembang. “Okey, pokoknya semangat dihamilin!” teriak Sena yang membuat para pengunjung di sana menoleh ke arah mereka. “Kakak jangan kekencengan,” bisik keduanya membawa Sena keluar dari klinik kecantikan. “Kakak pulang naik apa?” “Bawa motor.” Baru Sena sadar dengan penampilannya. “Tapi kayaknya gak bisa kalau penampilan gini. Mana baju yang tadi.” “Ih Kakak jangan, udah cantik gini udah siap ketemu Bang Samudra. Masa mau pake baju dekil itu lagi?” mawar tidak terima. “Gini aja deh, aku nyuruh orang buat bawain motor Kakak ke apartemen. Nah Kakak pulang bareng kita dianterin pake mobil.” “Aku harus ke rumah orangtua dulu, ada beberapa pakaian yang ketinggalan.” “Kita anter.” Kata itu membuat Sena sedikit khawatir, takut kondisi di rumahnya sedang kacau dengan orang-orang yang dipastikan sudah berada di rumah sore ini. Maka dari itu begitu sampai di halaman depan rumah, Sena turun lebih dulu begitu mobil sampai. “Tuh, parkirin ke sana.” “Tungguin ih masa aku gak diajak masuk.” “Nanti diajak, mau liat dulu,” ucap Sena mencari alasan supaya dia masuk ke dalam lebih dulu. Dan benar saja, dia mendengar pertengkaran antara Ibu dan juga Ayahnya. Tesa dan juga Dimas memperlihatkan wajah marahnya pada satu sama lain. “Harusnya kamu tanya Ayah dulu, Mas. Tentang siapa yang bakalan jadi calon menantu keluarga kita. Kalau Surawisesa, pasti Tiara gak bakalan nolak dan gak bakalan kabur dari rumah.” “Mana sempat aku nanyain gitu, orang kamunya udah nangis nangis minta dilempar aja ke Sena.” Dimas terlihat marah pula. “Kakek yang gak mau ngasih tau siapa calonnya, dia cuma minta kesiapan dari Tiara.” “Tapi Tiara sekarang nyesel. Nanti dia mau kerja di rumah sakit Surawisesa. Masa si Sena jadi majikannya, majikan anak kita gitu? Atau sekarang kamu udah sayang sama anak kamu sama jalang itu?” Sena menghela napasnya dalam dan masuk begitu saja. “Jangan ribut, ada si kembar adiknya suami aku ke sini.” “Sejak kapan kamu di sana?” Tesa terlihat kaget. “Dari tadi. Jangan ribut mulu, malu diliatin mereka.” Saat itulah Tiara turun dari lantai dua. “Ngapain kamu ke sini?” “Ada barang yang ketinggalan. Jangan nyolot ya, ada ipar aku di sini. Si kembar adiknya Samudra Surawisesa,” ucap Sena menjauh dari sana untuk menyambut si kembar. Kedekatan Sena dan juga si kembar membuat keluarganya hanya melihat bagaimana Sena dengan mudahnya berbaur, mendapatkan hati mereka bahkan dimanjakan oleh Mawar dan juga Melati. “Kak Sena, abis ini mau makan donat gak? Aku punya temen yang baru aja buka. Makan di sana yuk.” “Atau belanja baju dulu kek. Baju gaun buat khusus kalau lagi sama suami. Ya gak ya?” Menerima dengan tangan terbuka keberadaan Sena, menyebabkan kecemburuan pada Tiara yang memaksakan senyuman ketika si kembar bertanya, “Kak Tiara, katanya calon dokter ya? nanti mau ya kerja di rumah sakit Surawisesa?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD