Eleanora Zein - 2

1021 Words
CHAPTER 2 Selepas jamaah magrib, kami para penghuni Asrama putri berkumpul di ruang TV. Yaitu sebuah ruangan yang cukup luas, berisi bangku dan meja panjang yang disusun menghadap arah depan. Di dinding tersebut tergantung sebuah televisi berukuran 50 inci, yang sedang menayangkan berita. "Besok ini lanjut ya, OWB-nya," kata Nita yang duduk di sebelahku. Dia lantas menyendok nasi Padang di piring. "Iya, tinggal sehari lagi, terus malamnya penutupan," jawabku di sela kunyahan. "Tugasmu gimana?" tanya Nita. "Abis ini temenin aku gerilya minta tanda tangan, ya?" pintaku. "Ogaaahhhh! Capek aku, Ra. Pengen leyeh-leyeh sambil baca komik." "Gak setia kawan," cibirku. "Salahmu sendiri, bangun kesiangan, udah dibangunin berkali-kali juga, nggak mempan. Mentang-mentang lagi nggak salat!" "Bawel!" Aku beranjak dari kursi lantas bergegas ke dapur untuk mencuci piring. Namun di tengah perjalanan, ada kaki yang mengganjal langkahku. Untung saja aku sigap, kalau tidak, pasti aku sudah tersungkur bersama piring yang kubawa. "Meaaawww!" jeritan itu memotong kalimat u*****n yang akan kukeluarkan. Seekor kucing berlari keluar dari kolong meja. "Makanya hati-hati, Dek, kalau jalan. Jangan buru-buru," tegur Mbak Rani, kakak tingkat penghuni kamar sebelah. "Eh, iya, Mbak. Maaf," kataku sambil berlalu. Duuhhh malu banget. Gara-gara mikir tugas OWB sampai nggak lihat kucing lewat. Mana udah hampir saja mau nyemprot orang. Setelah kucuci piring dan peralatan makan lainnya, aku bergegas mengambil buku tulis yang menjadi tempat untuk meminta tanda tangan para pengurus. Berbekal sebuah ballpoint aku kembali ke ruang makan. Bergerilya menanyai para senior yang mungkin menjadi pengurus. "Mbak, Rani. Minta tanda tangan, dong," todongku tanpa basa basi. "Buat apa Dek?" tanyanya sambil terus merajut. Iya, Mbak Rani itu hobi banget bikin tas atau dompet dari benang rajut. Padahal bukan kuliah jurusan tata busana, tapi Kimia. Yah, kita nggak bisa menebak hobi orang dari jurusannya bukan? "Tugas OWB, Mbak." "Oh," katanya sambil menerima pulpen dan buku yang kusodorkan. "Siapa lagi ya, Mbak. Di sini yang jadi pengurus?" tanyaku saat Mbak Rani sibuk membubuhkan tanda tangan. "Lah, bisa kamu lihat itu di ruang tamu. Ada papan susunan organisasi Asrama. Lengkap," jawabnya sambil menyerahkan kembali kedua alat tulisku. "Oh, iyakah? Wah, makasih banyak Mbak," jawabku sambil melihat tulisan tangan Mbak Rani. Dia jadi koordinator bidang kajian ilmiah. Wuusss, mantab. Walau aku gak paham maksudnya, hahahaha. Malu juga mau tanya, tadi siang sudah dijelasin sama Kak Yongkie Komaladi. Eh, lama-lama namanya kok kayak merek sepatu ya? Aku bergegas menuju ruang tamu. Sambil berlari-lari kecil melewati jalan setapak dari beton, membelah taman--ruang terbuka di tengah asrama putri--yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang TV. Namun begitu membuka pintu ruang tamu. Aku terperanjat. Beuh, banyak benar tamu malam ini. Tiga set sofa hampir penuh. Aku celingak-celinguk mencari dinding yang ditempeli papan struktur organisasi pengurus. "Nyari tamu siapa, Ra?" tanya Yeni, petugas piket malam ini. Dia seangkatan denganku, baru masuk asrama. Kamarnya nomor 18, di lantai dua, berseberangan dengan kamarku, nomor 36. "Nggak cari siapa-siapa kok, Yen. Mau lihat papan itu, susunan pengurus," jawabku. "Oooo," katanya sambil kembali konsentrasi pada layar hape. Memang di ruang tamu ini disediakan satu meja khusus untuk petugas piket yang ditempatkan di sudut ruangan, dekat pintu tengah. Aku baru kena dua kali piket, tapi keduanya sore, jadi jarang tamu. Tanpa peduli sekitar aku mendekati dinding sebelah kananku. Dengan berdiri kucatat semua nama pengurus di sana. Hemm, yang pengurus dari asrama putri bisa kutuntaskan malam ini. Tapi yang putra? Sepertinya besok baru bisa selesai. Duuhh, kena hukuman lagi gak ya? "Nyatet apa?" tanya suara di belakangku. "Nama pengurus," jawabku tanpa menoleh. Aku masih sampai di bagian Bidang Perlengkapan. "Ehem, butuh bantuan nggak?" tanyanya lagi. Aku menoleh. "Kamu?" Cowok itu ternyata adalah moderator OWB tadi siang. "Rezi," jawabnya sambil mengulurkan tangan. "Aku Nora," kataku tanpa menyambut tangannya. Ribet bawa buku Ama pulpen. "Kamu yang dihukum Bang Yo, ya?" tanyanya. "Yah, begitulah," jawabku, sambil terus menulis. "Eh, kamu ngapain ke sini, nyari siapa?" tanyaku. Jelas nggak mungkin anak ink ke sini buat nyari aku. "Aku nemenin Bang Yo, tuh," katanya. "Bang Yo?" Aku melihat ke arah telunjuknya. Haduh, itu kan kak Yongkie. "Kenapa gak bilang dari tadi?" sergahku. "Eh, nama aslinya sapa dia?" Kubisikkan pertanyaan itu sambil melirik cowok yang sedang serius ngobrol di sofa paling pojok. "Kalau kuberitahu kamu, aku minta imbalan, gimana?" "Apa imbalannya?" tanyaku tak sabar. "Salamin ke Rani, anak Kimia. Dari Zuhdi Fahrezi, Akuntansi 2014." "Heh? Kamu kakak tingkatku dong? Maapkan aku Kakak senior yang terhormat," ucapku sambil membungkuk ala Korea. "Bawel kamu! Udah, mau nggak?" tanyanya. "Beres itu mah," jawabku sambil membuat salam dua jari. "Janji ya?" "Iya, Kak. Janji!" "Nama aslinya Bang Yo itu adalah..." "Jik! Ayo cabut!" panggil orang yang sedang kami bicarakan. Dia berjalan mendekat. "Eh, kamu? Anak baru, gimana sudah lengkap tanda tangannya?" cibirnya. Ni orang, beneran deh! Nggak ada rasa kasihan sama sekali. "Belum, Kak. Masih dapet satu," jawabku jujur dan setengah memelas. "Males, sih," tambahnya. Duuuhhhhh! Jahaaatt! "Udah urusannya?" sahut Kak Eji, eh Kak Rezi. "Udah, cabut yuk! Cari makan, laper gue," jawab orang nyebelin itu sambil ngeloyor pergi. "Siapa namanya?" bisikku pada Kak Rezi. "Yusuf," jawab Kak Eros sambil berbisik. "Yusuf siapa? Yusuf Kalla? Yusuf Mansyur?" tanyaku bingung. Sedari tadi tidak ada nama Yusuf di struktur kepengurusan Asrama. "Jiiii, buruan!" teriak Kak Yo dari ambang pintu. "Iya Bang, bentar!" Kak Rezi langsung ngacir meninggalkanku dalam misteri nama Yusuf. Bah! Yusuf? Macam mana pula ada Yusuf, tak ada pun. Aku geleng-geleng kepala menatap struktur organisasi. Namun begitu, kuteliti lagi satu persatu nama yang tertera di papan itu, mencoba mencari nama dengan awalan huruf Y. Hanya satu nama yang berawalan huruf Y, itupun hurufnya disingkat, dan tidak di awal nama. Gavin Y. Akbar. Apa ini namanya dia? Gavin Yusuf Akbar. Nice name. But ... but ... oh my God! I am really in trouble. Ternyata mister Yongkie Komaladi adalah ... Presiden Utama Asrama Mahasiswa. Gawat! Rasanya dadaku tiba-tiba sesak. Ah, nggak kok, lebay ini mah. Ya, cuma kaget aja. Betapa malang nasibku, langsung bermasalah sama pentolannya pengurus. Hiks hiks, gimana kalau aku sampai ditendang dari sini? Duuuhhh, harus lembur beneran malam ini. Baiklah, sekarang juga aku berangkat ke asrama putra minta tanda tangan. Anggap saja ngapelin cowok pengurus asrama putra di malam Minggu. Demi ... demi tanda tangan. Ganbatte! ... bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD