Chapter 03

1476 Words
George kecil sangat menyukai kuda, dan jika dihadapkan dengan pilihan untuk memeroleh segunung emas atau seekor kuda arab yang gagah, maka dengan mudahnya George akan memilih kuda arab tersebut. Sebagai anggota keluarga dari Earl of Torrington, hidup George tidaklah sulit. Ia bersekolah bersama bangsawan lainnya di Eton dan menghabiskan masa kecil yang menyenangkan. Namun yang paling membuatnya senang adalah mengurus peternakan keluarganya yang nantinya akan diwariskan kepadanya. George tidak membutuhkan gelar atau kekayaan berlimpah, yang ia butuhkan hanyalah kesibukan untuk mengurus peternakannya yang luas, yang darinya pula George bisa hidup dengan lebih dari cukup bersama para pekerjanya. Sementara kedua orang tuanya hidup mewah di London sebelum mereka meninggal lima tahun yang lalu dalam kecelakaan, ketika mereka akan mengunjungi George. George tidak berlarut-larut dalam kesedihan, karena tidak ada bedanya antara ada atau tidaknya kehadiran kedua orang tuanya dalam kehidupannya. George kecil tumbuh tanpa kasih sayang kedua orang tuanya, namun Lady Gresham, bibinya selalu memberikan kasih sayang berlimpah kepadanya. Saat George remaja dan harus bersekolah di Eton, ia jarang bertemu kedua orang tuanya. Bahkan setelah ia lulus dari sana, hubungan dengan kedua orang tuanya tidak kunjung membaik. George terlalu asik dengan peternakannya. Hubungan orang tua dan anak telah kandas sejak ibunya telah melahirkan George. Dan bagi George, satu-satunya orang yang dengan tulus menyayanginya adalah bibinya, Lady Gresham. George tidak lagi memandang hormat kepada kedua orang tuanya ketika dengan mata kepalanya sendiri, delapan tahun yang lalu ibunya dengan terang-terangan menjalin afair dengan seorang viscount yang tidak lebih baik dari ayahnya. Sedangkan sang ayah, hidup bebas dengan banyak gundik dan membuat George memiliki banyak saudara tiri yang ia sendiri tidak tahu berapa jumlahnya, atau di mana mereka berada. Yah, lagi pula George juga tidak peduli. Meskipun kedua orang tua George tidaklah memiliki gelar bangsawan, mereka tetap memiliki paham bahwa mereka harus, setidaknya memiliki seorang anak yang nantinya akan mengurus bisnis keluarganya, dan calon yang mungkin saja akan dilimpahkan gelar bangsawan jika saja terjadi sesuatu kepada penerus Earl of Torrington yang sesungguhnya. Dan itulah yang terjadi. Dua tahun yang lalu, George menerima kabar bahwa James, sepupunya telah gugur ketika ditugaskan untuk menjaga perbatasan. Dikabarkan bahwa James menderita sakit yang cukup parah sampai akhirnya ia dinyatakan gugur di sana. Semua saudara James adalah perempuan yang sudah memiliki suami yang tidak lagi memberatkan George. Karena itulah, George bisa menghindar untuk menampakkan diri selama dua tahun belakangan. Namun, seperti gelar yang ia dapat, itu berarti George juga diwajibkan untuk meneruskan keturunannya dan itulah alasan yang kuat membawa sang bibi kembali mengusik kehidupannya. Seperti sekarang, ketika George dengan tidak rela menuruti keinginan sang bibi untuk hadir dalam pesta Duke of Wellington. Suasana pesta yang gegap gempita sedikit sepi ketika pelayan mengumumkan kehadirannya. Tiga puluh menit di awal kedatangannya George menerima perhatian yang berlebihan terhadap dirinya dan ia dengan cerdik menghilang ketika tamu-tamu lainnya terpesona kepada siapa pun sosok yang membuat aula hening untuk sesaat. George yang memanfaatkan situasi tersebut menyingkir ke pojok ruangan dengan membawa segelas anggur merah yang mungkin saja membuatnya lebih rileks. Ia menatap kerumunan dengan bosan dan menyesap sedikit demi sedikit anggur di tangannya. Terakhir kali ia datang di acara seperti ini adalah delapan tahun yang lalu. George muda terlihat bersinar, dengan binar mata memukau dan sifat hangatnya kepada siapa pun. Ia tidak khawatir sedikit pun akan statusnya yang tanpa gelar, dan karena bibinya menikah dengan seorang Duke, membuatnya turut dihormati oleh bangsawan lain. Tapi tentu saja, George bukanlah bujangan paling diminati saat itu karena ketiadaan gelar yang melekat pada namanya. Pesta terakhir itulah barangkali adalah pesta terburuk sepanjang eksistensi kehidupannya di mana ia menemukan ibunya b******u dengan tidak tahu malu dengan sang viscount tua itu. Pun ketika George menegur ibunya setelah sampai di kediamannya, sang ibu hanya tertawa sambil berlalu meninggalkannnya. Dan sejak saat itu, George merasa selama ini ia hidup dengan mata tertutup. Ia bahkan baru menyadari kelakuan memalukan sang ayah dengan para gundik yang sering berseliweran di rumah sewaan mereka di London. George terluka, tentu saja. Sejak saat itu, ia meninggalkan hingar bingar London dan menyepi di peternakannya. "Apa yang kau lakukan di sini, George." Suara bibinya yang kental teguran membuyarkan lamunan George. Dia meneguk sisa limun di gelasnya dan menatap malas pada bibinya. Yang membuatnya terkejut kemudian adalah kehadiran mata emerald dibalik sosok sang bibi yang terlihat menatapnya tanpa berkutik. Sang bibi yang melihat arah pandangan George segera bereaksi. Ia menarik Kate yang tampak linglung di sampingnya. "Kenalkan, dia adalah Lady Wood. Katherine Wood," jelas sang bibi dengan senyum merekah. "Dan dia adalah keponakan tersayangku, George Blake, Earl of Torrington." Senyum lady Gresham tetap merekah, apalagi melihat keterkejutan dalam mata Kate, dan yang membuatnya lebih senang adalah melihat keponakannya terlihat tersihir oleh mata emerald Kate. Lady Gresham memberikan sedikit waktu bagi kedua pasangan itu untuk saling menyelami satu sama lain sebelum dia berdeham. Menghancurkan mantra yang mengikat keduanya. George kemudian berdeham. Menyadari bahwa ia sebagai seorang gentleman seharusnya bersikap hormat pada gadis di depannya. "Maafkan saya. Senang bertemu dengan Anda, My Lady," katanya seraya mengambil sebelah tangan Kate dan mencium punggung tangannya sopan. Kate terlihat masih sedikit linglung dan itu membuat Lady Gresham bertambah senang. Setelah tiga degup jantung, akhirnya Kate berhasil mengembalikan sikap sempurna sang lady miliknya. Dengan susah payah, ia mengulas senyum tipis. "Saya merasa terhormat bisa bertemu dengan Anda, My Lord." George berdeham merasakan tatapan dari gadis di depannya. Ia lebih memilih memfokuskan tatapannya kepada sang bibi yang terlihat lebih sumringah dari biasanya. "Oh, dansa telah dimulai. Bukankah akan lebih bagus jika kalian segera beranjak ke sana?" sergah Lady Gresham sembari mendorong keduanya mendekati lantai dansa. Sementara itu, dari ujung matanya Lady Gresham mengawasi tunangan Kate yang terlihat masih asik dengan suami Lady Gresham, orang yang tentu saja, ia utus malam ini demi kelancaran rencananya. "Apa-apaan ini. Bibi tidak-" Lady Gresham memberikan cubitan di lengan George dan membuat protes yang akan dilancarkan olehnya menghilang dengan segera. Lirikan matanya menunjuk kepada Kate dan George tahu, ia bisa bersikap kurang ajar jika menolak perintah bibinya kali ini. Dengan mengehela napas panjang, akhirnya George meminta ijin kepada Kate dan membawanya ke lantai dansa. Musik mulai mengalun, membawa tangan mereka mau tidak mau berangkulan erat sambil menari mengikuti musik. Merasa harus memulai pembicaraan, George berdeham pelan. "Maafkan perilaku bibiku. Dia memang tukang paksa." Kate tersenyum kecil. Bukan sekadar senyum sopan yang biasanya ia tampilkan, membuat wajahnya terlihat bersinar dengan keanggunannya tersendiri. "Saya sudah terbiasa menghadapi tingkah ajaib bibi Anda." George mengangguk. "Saya harap, permintaan apapun yang bibi saya minta kepada Anda, tidak akan memberatkan Anda," ujar George kemudian. "Percayalah, bibi Anda adalah orang yang terlalu menyenangkan untuk bisa diabaikan siapa pun." George, untuk pertama kalinya di malam itu tersenyum senang dari hatinya yang paling dalam. Ia senang karena bertemu dengan seseorang yang menyayangi bibinya dengan tulus. "Jika memang begitu, kuharap kita bisa berteman?" Senyum yang awalnya menghiasi wajah cantik Kate memudar mendengar penawaran George. Tapi dengan lihai, Kate kembali mengubah wajahnya dengan senyum sopan yang biasa. "Tentu My Lord. Suatu kehormatan bisa berteman dengan Anda." "George, panggil saja aku George." Geroge tertawa kecil, "Sebenarnya panggilan kehormatan itu sangat tidak sesuai denganku. Jelas-jelas bukan aku yang seharusnya menerima gelar itu." Kau sangat cocok George, hanya saja kau tidak pernah menyadarinya. Pikir Kate masam. Dia hanya bisa tersenyum menanggapinya. George yang tertawa di depannya jelas-jelas adalah sosok pemuda hangat yang sama, yang ia temui sepuluh tahun yang lalu. Dan yang membuat Kate heran adalah, karena sosok itu tidak bisa Kate temui beberapa saat yang lalu. George yang beberapa saat lalu sangat menjaga jarak dan terkesan tidak acuh kepada sekelilingnya. Membuat Kate bertanya-tanya untuk sesaat jika saja sosok di pemuda di depannya bukanlah cinta pertamanya. Namun keraguan itu segera terlewati dan dengan obrolan santai mereka sebagai teman, Kate merasa enggan untuk melepaskan diri dari belitan lengan kokoh yang memeluk pinggangnya. George melepaskan lengannya dan memberikan penghormatan ketika musik berhenti. Kemudian ketika dia kembali tegak, ia menemukan seorang pria yang sudah berdiri di samping Kate dengan memegang mesra lengannya. "Aku dengar kau memang datang ke pestaku. Dan suatu kehormatan bisa bertemu denganmu secara langsung," kata pria itu ramah. George mengernyit bingung, "Oh, maafkan ketidaksopananku. Aku adalah Thomas Hardy, Duke of Wellington." Ia tersenyum lebar sembari menambahkan, "Tunangan Lady Katherine Wood." George mengangguk dan merasa aneh ketika ia menangkap ada sedikit perasaan tidak suka ketika pria itu berkata dengan lantang kepadanya, mengenai gadis dengan surai cokelat dan mata emerald itu. "Terima kasih sudah menerima saya untuk datang ke pesta Anda," jawab George dengan sopan. "Sepertinya sudah saatnya saya mencari keberadaan bibi saya dan kembali ke perlindungannya." George mencoba mencairkan suasana yang entah mengapa terasa berat. Dengan ekor matanya, George melihat ke arah gadis itu yang terlihat risih dengan perlakuan dari tunangannya. Bukankah dia seharusnya tidak bersikap seperti itu? Pikir George bingung yang segera ia tepis jauh-jauh. Saat ini tidak ada waktu baginya mengurusi kehidupan orang lain, karena saat ini, yang terpenting bagi George adalah mendapatkan mempelai untuk dirinya dan segera kembali ke peternakannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD