15. The Wedding

1807 Words
Setelah upacara pernikahan yang dilakukan di katedral, pesta pernikahan Melvin dan Lea diadakan pada malam harinya di hotel bintang lima milik keluarga Wiratmaja. Sudah bisa ditebak, tentu saja pesta pernikahan Melvin dan Lea dilangsungkan secara megah mengingat siapa mereka. Ballroom tempat pesta itu dihias menjadi tempat pesta pernikahan yang bertabur kemewahan. Nyaris semua bagian dari langit-langit ballroom itu dihiasi oleh lampu-lampu yang menjuntai bagai bunga. Meski tamu yang diundang banyak, namun tidak ada satu pun tamu yang tidak kebagian tempat duduk. Ada banyak meja persegi yang diatur sedemikian rupa bagi para tamu. Dan setiap meja yang berlapis kain putih itu ditata cantik dengan cutlery berornamen bunga-bunga berwarna emas, lilin, serta vas berisi bunga mawar putih. Semua meja tamu itu disusun sedemikian rupa memenuhi ballroom dan menyisakan bagian tengah yang dilapisi karpet putih dengan barisan lilin dan bunga-bunga menghiasi sisi kiri kanannya, menjadi jalan bagi pengantin untuk lewat menuju venue dimana mereka akan jadi raja dan ratu malam ini. Venue itu juga tidak kalah megahnya, tentu saja. Pihak dekorasi membuat venue tersebut dinaungi oleh sebuah pohon yang daunnya berwarna putih seolah pohon tersebut di tertutup salju di musim dingin. Lampu berwarna-warna hangat pun berpendar dari pohon itu, menyajikan perpaduan cahaya yang begitu cantik. Di depan venue, ada sebuah wedding cake yang tinggi dengan hiasan yang begitu detail. Dihiasi dengan bunga-bunga dan pearls. The cake is big and pretty. Sebenarnya, semua komponen dalam pesta pernikahan ini menunjukkan keindahan. Melvin agak takjub karena keluarganya bisa menyiapkan pesta semegah ini dalam waktu yang bisa dibilang singkat. Tapi, ia juga tidak bisa heran, karena apapun bisa dilakukan jika ada uang. Dan tidak mungkin juga ibunya mau mengadakan pesta biasa saja bagi putra sulungnya. Tidak hanya ballroom ini saja yang dihias cantik, Melvin dan Lea juga didandani hingga mereka betulan terlihat seperti raja dan ratu. Melvin mengenakan pakaian yang membuatnya terlihat seperti anggota kerajaan, begitu pun dengan Lea. Tapi, Melvin lebih beruntung karena ia tidak perlu mengenakan gaun yang beratnya belasan kilo, seperti yang terjadi pada Lea. Walau gaun itu cantik dengan bagian bawah yang mengembang dan bertabur swarovski, tapi Lea tidak terlalu senang memakainya. "This dress is shit." Tebakan Melvin benar. Lea baru saja mengeluhkan itu. Apa yang dikeluhkan oleh Lea tadi, hanya bisa didengar oleh Melvin karena sekarang mereka sedang berdansa sehingga begitu dekat antara satu sama lain. Ini dansa pertama mereka sebagai pasangan suami istri, dan memang termasuk ke dalam rangkaian pesta pernikahan ini. Keduanya berdansa dengan gerakan perlahan mengikuti irama musik yang melantun lembut. Kedua lengan Melvin melingkari pinggang Lea, sementara Lea meletakkan kedua tangannya pada pundak Melvin. Keduanya sama-sama tidak suka berdansa, tapi masih bisa melakukannya dengan baik. Menjadi seseorang yang berasal dari kalangan elite memang mengharuskan mereka untuk bisa berdansa seperti ini, meski hanya basic-nya. "But it's pretty," ujar Melvin jujur. Lea jadi terkekeh. "Kayaknya kamu terpesona banget sama aku ya hari ini?" "Jangan terlalu percaya diri. Aku cuma ngomong jujur. Semua orang juga bisa liat kalau kamu hari ini cantik." "Berarti biasanya enggak?" "Today is the prettiest." "Ah, I see." Lea berputar, lalu kembali dalam dekapan Melvin. "Kiss me, Melvin." "Hah?" "Lagunya udah mau selesai. Biasanya first dance pengantin begitu, diakhiri dengan sebuah ciuman." Yang dikatakan oleh Lea memang ada benarnya. Jika mereka tidak melakukan itu, mungkin para tamu yang melihat akan merasa aneh. Walau Melvin sendiri yakin jika hampir semua orang disini tahu kalau dirinya dan Lea menikah karena dijodohkan, tapi bukan berarti mereka boleh secara terang-terangan menunjukkan tidak saling cinta. Sebaliknya, Melvin dan Lea harus bersikap harmonis dan terlihat saling mencintai demi menghindari rumor. Karena kalau sampai ada rumor buruk tentang mereka, itu juga bisa mempengaruhi perusahaan. Karena ini sudah kali ketiga (atau mungkin lebih), jadi Melvin sudah merasa biasa saja ketika mencium bibir Lea. A kiss is never a big a deal for him. Karena semasa sekolahnya di Melbourne dulu pun, orang-orang kerap berciuman hanya karena bermain truth or dare. Riuh tepuk tangan para tamu terdengar karena melihat mereka. Begitu Melvin dan Lea memisahkan diri, mereka sama-sama tersenyum dan bisa melihat bagaimana orang-orang disana juga tersenyum untuk mereka. Mereka pikir semuanya nyata, padahal itu semua hanya lah pura-pura. Tanpa sengaja, di antara para tamu yang hadir, mata Melvin justru tertuju pada seseorang yang duduk nyaris di sudut belakang ballroom. Meski begitu, Melvin masih bisa menangkap kehadirannya dengan jelas. Siapa lagi kalau bukan Gema. Ada kecewa yang dirasakan oleh Melvin menyadari bahwa Gema sama sekali tidak melihat ke arah venue, ia justru sedang sibuk menyuapi Harlan makanan. Menyedihkan sekali, bahkan di hari pernikahannya, Melvin tidak bisa mendapat perhatian lebih dari perempuan itu. "Can I have a dance, brother in law?" Melvin tersentak dan perhatiannya pada Gema terpecah karena Letta yang menghampirinya dan menanyakan itu. Musik sudah mengalunkan lagu lain dan Lea kini sudah berdansa dengan Hermadi. Setelah mempelai berdansa bersama, mereka memang dipersilahkan berdansa dengan yang lain, begitu juga dengan para tamu yang ingin ikut berdansa di dance floor. Melvin mengangguk pada Letta yang kini sudah resmi jadi kakak iparnya, lalu ia meraih tangan perempuan itu dan mereka pun mulai berdansa. Melvin pun jadi berpikir kenapa Letta mengajaknya berdansa seperti ini, padahal setelah dengan Lea, harusnya Melvin berdansa dengan ibunya tau dengan Abby. Tapi, tidak mungkin juga Melvin menolak ajakan Letta tadi. "You stared at your ex-girlfriend," ujar Letta. Melvin memandangnya terkejut, sama sekali tidak menyangka jika Letta akan mengatakan itu. Apa memang seluruh anggota keluarga Sadajiwa tahu tentang sejarah Melvin dan Gema? Letta sendiri hanya tersenyum manis, yang di mata Melvin masih terlihat tidak ikhlas. Ia masih merasa jika saudara-saudara Lea tidak menyukainya. Mereka bisa dibilang tidak akrab, bahkan mengobrol pun jarang. Sepertinya, ini kali pertama Letta mendekati dan mengajak Melvin mengobrol duluan. "Didn't mean to do that," jawab Melvin atas apa yang dikatakan Letta. "It's okay. Aku tau kamu masih belum bisa lupain dia dan begitu pun dengan Lea yang masih belum bisa lupain orang lain." Sebelah alis Melvin terangkat. Ia tidak mengerti apa maksud Letta dengan pembicaraan ini, namun ia menebak jika Letta tahu mengenai Lea dan Selatan. "Ya, semoga aja situasi yang begitu nggak akan bertahan lama," lanjut Letta. "Kalau kalian bertahan begitu, nggak akan bagus untuk pernikahan kalian." Melvin tertawa. "Dari awal juga pernikahan ini nggak bagus buat kami," bisiknya. "Tapi masih dipaksain." "That's for the best. Walaupun aku nggak terlalu suka kamu, tapi aku pikir kamu bisa cocok dengan Lea." Melvin tidak mampu berkata apa-apa lagi dan hanya bisa tertawa. Ia sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran kakak sulung Lea ini. "Lea paling dekat sama aku, jadi kalau suatu hari nanti kamu bikin dia sakit atau patah hati, aku akan jadi yang paling pertama tau." "Maksud kamu bilang begitu apa? Mau ngancam aku?" Letta menggelengkan kepala. "Just saying," katanya. "Aku cuma nggak mau Lea jadi kayak aku. So please, I beg you not to hurt her. Ever." Melvin tidak mengerti apa maksud Letta. Wanita itu pun tidak menjelaskan lebih lanjut, karena setelahnya ia langsung pergi dari hadapan Melvin dan menghampiri seorang laki-laki tinggi yang Melvin ketahui sebagai suami Letta, yang selama ini memang jarang kelihatan. Lea sempat memberitahu Melvin jika kalau suami Letta bekerja di luar negeri sehingga jarang ikut dalam acara keluarga. Tapi, bukan suami Letta yang menarik perhatian Melvin, melainkan tato yang terlihat di bagian belakang pundak Letta karena wanita itu memakai dress berpotongan off shoulder. Tato huruf 'K' itu lagi. Melihatnya juga ada pada tubuh Letta membuat Melvin yakin jika semua anggota keluarga Sadajiwa juga memiliki tato tersebut. Tapi, apa artinya? *** Setelah pesta pernikahan itu selesai berlangsung, Melvin dan Lea tidak langsung pulang ke rumah. Malam ini mereka menginap di hotel itu karena memang sudah disediakan kamar khusus untuk pengantin. Karena itu, malam ini mereka akan sekamar. Seperti kebanyakan kamar-kamar untuk pengantin baru lainnya, kamar itu sudah dihias sedemikian rupa hingga memberi kesan romantis dan hangat. Tapi, Melvin tidak peduli sama sekali dengan dekorasi kamar tersebut. Toh, ia tidak akan melakukan apa-apa dengan Lea malam ini dan hanya akan tidur karena terlalu lelah. Melvin sudah berbaring di atas tempat tidur dan siap untuk terlelap ketika Lea keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri. Pintu kamar mandi yang terbuka menyebabkan wangi sabun perempuan itu menyebar ke kamar mereka. It smells like black opium. Lea sudah berpakaian ketika ia keluar, bahkan rambutnya juga sudah setengah kering. Melvin memang sempat mendengar suara hair dryer dari dalam kamar mandi tadi. Perempuan itu hanya mengenakan gaun malam satu jari yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Melvin tidak bermaksud melihat, tapi ia tidak sengaja menyadari jika Lea tidak pakai bra di balik gaun malam berwarna merahnya itu. But it doesn't matter tho. Melvin sudah terlalu lelah dan tidak memiliki keinginan untuk melakukan aktivitas seksual apapapun. "Kita nggak mau ngapa-ngapain kan?" tanya Lea sebelum ia naik ke tempat tidur. Melvin hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan itu. "Oke, bagus. Aku juga capek banget karena semaleman ini nyeret gaun dua belas kilo! Aku mau langsung tidur," ujar Lea. Lalu, ia bergabung dengan Melvin di tempat tidur, dan menutupi tubuhnya dengan selimut tebal itu. "Anyway, you're hot, Melvin." "What?" Lea hanya terkekeh, tapi jelas matanya tadi tertuju pada Melvin yang memang sekarang sedang bertelanjang d**a. Melvin memang terbiasa tidur tanpa pakai baju. "Good night, Mr.Wiratmaja," ujar Lea sebelum dirinya membalikkan tubuh membelakangi Melvin. "Good night too, Mrs.Wiratmaja." Melvin bisa mendengar dengusan Lea karena balasan itu. Sepertinya, ia tidak terlalu senang dengan nama belakangnya yang baru. Berhubung Lea yang sedang membelakanginya, Melvin jadi bisa melihat dengan jelas tato yang ada di belakang leher istrinya itu. Tanya di benaknya pun kembali muncul. Ia sudah melihat tato tersebut pada empat orang sekarang, yaitu pada Lea, Hermadi, Letta, dan Selatan. Melvin pun yakin jika Ella dan Poppy juga memiliki tato tersebut meski ia belum melihatnya secara langsung, karena mungkin saja letaknya yang tidak terlihat. Jika yang hanya memiliki tato itu adalah anggota keluarga Sadajiwa, mungkin Melvin bisa menganggapnya sebagai tato keluarga biasa. Tapi, kenapa Selatan juga punya? Itu pertanyaannya. Atau, apakah selain Selatan, ada juga yang memilikinya? Jika memang iya, artinya apa? Apa mungkin karena Selatan merupakan tunangan Poppy? Jika begitu, tandanya Melvin juga akan mendapat tato tersebut nanti? "Lea." Lea berdecak, kesal karena Melvin memanggilnya di saat ia sudah hampir tertidur. Ia jadi berbalik lagi. "Kenapa? Berubah pikiran jadi mau ngapa-ngapain sama aku?" Melvin memutar bola mata. "Kamu tuh emang cuma mikirin itu ya?" "Siapa tau kan, kamu tergoda." "Enggak sama sekali." "Terus kenapa?" "Tato di leher kamu itu, tato apa? Aku juga liat tato itu ada di papa kamu, Letta, sama Selatan." "Ini tato keluarga," jawab Lea sekenanya. "Kenapa Selatan juga punya?" "Because he's a family too. Dia kan tunangannya Poppy." "Jadi, aku bakal dapat tato itu juga karena aku suami kamu?" Kali ini Lea menggelengkan kepala dan tertawa. "Kalau kamu enggak." "Kenapa?" "Because you don't deserve it." Hanya itu jawaban yang diberikan Lea, lalu ia kembali memunggungi Melvin yang jelas kesal dengan jawaban tersebut. Melvin tersinggung. Apa-apaan maksud Lea bicara begitu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD