71. Surat

1753 Words
Teriakan Melvin di kamar mandi dan suara pecahan kaca yang ditinju oleh Melvin terdengar oleh Savero dan yang lainnya. Mereka pun segera mendatangi kamar mandi, menggedor-gedor pintunya yang terkunci hingga Melvin mau membukakan pintu itu dan menunjukkan dirinya yang kacau dengan wajah dan rambut basah, serta satu tangannya sudah dialiri oleh darah dari luka yang ada di sana. Melihat Melvin seperti itu, akhirnya Selatan menarik Melvin secara paksa keluar dari villa. Tidak mengizinkan Melvin untuk melihat jasad Savero lagi yang masih menggantung di ruangan itu. He couldn't handle it. Karena itu, akan jauh lebih baik jika Melvin tidak melihatnya lagi. Selatan membawa Melvin kembali masuk ke dalam mobil. Dan Melvin pun tidak memberikan perlawanan apapun. Menurut saja pada Selatan untuk masuk ke mobil. Mungkin karena Melvin masih terlalu linglung atas apa yang terjadi. Isi kepalanya sedang sangat carut marut sekarang, karena terus-terusan terbayang mayat Savero yang tergantung di ruangan itu. Sehingga Melvin tidak terlalu peduli apa yang dilakukan Selatan kepadanya. Rasanya Melvin hanya setengah sadar ketika Selatan yang juga ikut masuk ke dalam mobil, mengambil kotak P3K yang ada di sana, lalu mengobati sendiri luka yang ada di punggung tangan Melvin. Masih ada beberapa pecahan kecil yang menancap di kulit tangannya, namun Melvin tidak merasa sakit sama sekali ketika Selatan menarik serpihan kaca itu dari kulitnya. Rasa sesak di d**a Melvin tetap lebih mendominasi, sehingga ia tidak bisa merasakan yang lainnya lagi. "Setelah ini, lo mending pulang. Biar gue urus sisanya di sini, karena gue yakin lo nggak akan sanggup untuk balik ke dalam villa lagi. Lo terlalu shock." Melvin diam saja. Tidak mengiakan, juga tidak pula menolak gagasan yang diberikan Selatan itu. Namun, dalam hati ia membenarkan apa yang dikatakannya. Melvin tidak akan sanggup untuk kembali ke sana lagi dan melihat apa yang terjai pada Savero. Baru sebentar ia melihatnya saja, Melvin sudah terus terbayang-bayang. Selatan sudah selesai mencabut semua serpihan kaca yang tersisa di tangan Melvin. Untungnya, luka-luka itu tidak dalam sehingga tidak perlu dijahit. Selatan hanya perlu membubuhkan obat merah pada luka tersebut, lalu membalut tangan Melvin dengan perban. "Lea pasti khawatir kalau liat tangan lo luka begini," ujar Selatan setelah selesai membalut tangan Melvin dengan perban. Ia sedang membereskan kotak P3K yang tadi digunakannya. "Gue udah bilang ke dia kalau lo bakal pulang. Jadi, sebaiknya jangan nambah sesuatu yang bisa bikin dia tambah khawatir. Keep your sanity." Lagi-lagi, Melvin tidak menjawab. Bahkan ia tetap diam ketika Selatan beralih untuk bicara pada supir yang masih stand by di mobil, memberi perintah untuk mengantarkan Melvin pulang ke rumahnya, bersama dengan beberapa anggota Kahraman lain. Mereka tetap harus hati-hati walau sang pelaku sudah ditemukan tewas di dalam sana. "Mungkin, nanti gue akan melibatkan polisi sedikit karena masalah...bunuh diri Savero ini. Tapi, sebelum melibatkan mereka, gue dan yang lain akan cari sendiri bukti untuk memastikan kalau memang Savero bunuh diri. I'll let you know later." Kali ini, Melvin menganggukkan kepala. Ia pikir, setelahnya Selatan akan langsung keluar dari mobil, lalu Melvin bisa segera diantar pulang. Namun, selama beberapa saat Selatan hanya diam dan memandangi Melvin. Hingga kemudian, ia merogoh sesuatu dari saku jaket bomber hitam yang dikenakannya. "Seharusnya, gue belum boleh menyentuh barang bukti apapun dari dalam. But this one is for you." Selatan menyerahkan sebuah amplop putih pada Melvin. "Gue rasa, cuma lo yang diizinkan untuk baca ini." Melvin mengernyit melihat amplop putih tersebut, namun ia tetap menerimanya. "Ini apa?" "A goodbye letter from him, maybe? Gue nemuin itu atas meja yang ada di ruangan tadi. Dan, ada nama di amplop itu. Makanya gue ambil dan gue kasih lo." Mengetahui bahwa amplop tersebut berasal dari ruangan tadi dan kemungkinan besarnya berasal dari Savero untuknya, membuatnya jadi terasa berat di tangan Melvin. Padahal, itu hanya sebuah amplop berisi surat yang bahkan beratnya tidak bahkan tidak sampai seratus gram. "Thanks," gumam Melvin. Selatan hanya menganggukkan kepala, kemudian baru lah ia betul-betul keluar dari dalam mobil. Digantikan oleh anggota Kahraman lain yang masuk untuk memastikan Melvin sampai di rumah dengan selamat. Mobil pun mulai melaju meninggalkan villa itu. Di awal perjalanannya, Melvin hanya diam memandangi surat yang ada di tangannya. Selatan tidak salah, surat itu memang ditujukan untuk Melvin, karena ada namanya tertulis di sana. To : Melvin Oleh sebab itu, surat tersebut tidak bisa dibaca oleh orang lain. Apa lagi kalau sampai dijadikan barang bukti oleh polisi. Sepertinya Savero sudah benar-benar merencanakan ini semua. Ia pasti tahu bahwa dari pesan yang dikirimkannya semalam, Melvin pasti akan mencari keberadaannya. Sehingga Melvin bisa menemukan Savero dalam keadaan tewas seperti itu. Melvin masih tidak yakin kalau Savero bunuh diri, karena semuanya terasa begitu janggal. Untuk memastikan apakah memang Savero menghabisi nyawanya sendiri, Melvin harus membaca surat yang diberikannya untuk Melvin. Mungkin, jawabannya ada di sana. Namun, tidak mudah bagi Melvin untuk membuka dan membaca surat itu. Ia takut untuk membaca apa yang tertulis di sana. Tidak siap untuk mengetahui apa yang hendak diberitahukan oleh Savero padanya. Melvin baru berani membuka amplop surat itu ketika ia sudah dekat dengan rumah. Tangannya sedikit bergetar begitu membuka amplop dan mengeluarkan secarik kertas yang terlipat dari dalam sana.  Dan ketika ia membuka lipatan kertas tersebut, Melvin bisa langsung mengenali tulisan Savero. Mereka sudah sangat lama akrab dan saling mengenal sehingga Melvin bisa langsung mengenali tulisan Savero dalam sekali lihat saja. Karena mau Melvin berusaha seperti apapun, tulisan Savero akan selalu terlihat lebih rapi daripada tulisannya sendiri. Melvin terlebih dahulu menarik napas dalam sebelum ia membaca apa yang tertulis di sana. Untuk Melvin. Kalau lo baca tulisan ini, berarti gue udah nggak ada di dunia ini lagi. Lo mungkin marah dan kesal karena gue pergi begitu aja setelah apa yang gue lakukan. Congrats, Melvin, you figured it out! Gue mengakui semua kejahatan yang gue lakukan. I hired Noir. Gue yang udah ngeracunin bokap lo, gue yang ngirim orang untuk nyakitin lo, nerror Abby, sampai mukulin Darel. Bahkan, gue juga ikut mukulin dia saat itu. You didn't know how great it felt to hear him begging for his life. Haha. Lo pasti kaget banget ya baca ini semua? Nggak nyangka karena gue bisa ngelakuin ini ke lo yang udah percaya banget sama gue? Well, sorry not sorry. Asal lo tau, sedari awal gue nggak pernah mau ada di antara keluarga kalian. It made me sick as f**k. Gue selalu merasa inferior dibanding kalian semua. Di saat lo jadi CEO, gue cuma bisa jadi kacung lo. Di saat Darel dan Tristan punya jabatan mereka sendiri, Larissa kuliah di luar negeri tanpa perlu kerja keras, gue justru jadi orang yang nggak pernah dianggap ada dan sering dihina-hina. Mungkin lo ngerasa sangat baik hati karena udah bantuin gue selama ini. Tapi, gue justru muak sama lo. Karena mau gimana pun lo bilang kalau lo selalu menganggap gue sebagai keluarga dan bersikap baik ke gue, tetap aja di mata kalian gue ini rendahan, kan? Nggak lebih dari anak haram yang hadirnya nggak pernah diharapkan. Kalau lo tanya kenapa gue ngelakuin ini semua? Jawabannya simpel aja. I just hate this whole family. And yes, Melvin, including your family. Dan kalau lo tanya kenapa gue bunuh diri gue sendiri setelah semuanya? Gue sadar kalau lo udah tau tentang semua kejahatan gue. Dan karena gue udah nggak bisa bayar Noir lagi, juga nggak akan pernah membiarkan lo menghukum gue, lebih baik gue mengakhiri semuanya sendiri. Dead is the better option. Walau dengan berat hati harus gue akui kalau gue kalah lagi. It sucks karena sampai akhir, lo tetap jadi yang superior. Privilege banget ya? Dunia ini emang nggak adil. Karena itu, gue memutuskan untuk menghentikan dunia gue sendiri. Just enjoy your life after this, Melvin. Again, sorry not sorry. I'll see you in hell. - Savero Tarangga  Melvin tidak tahu harus bereaksi seperti apa setelah ia membaca surat yang ditulis langsung oleh Savero untuknya, sebelum laki-laki itu memutuskan untuk mengambil nyawanya sendiri. Sesak yang dia rasakan pun semakin banyak, hingga rasanya sulit untuk bernapas. Sakit sekali membaca pengakuan Savero terhadap kejahatan yang dilakukannya. Juga sakit karena mengetahui jika ternyata, selama ini Savero begitu membencinya. *** Sebenarnya, Lea sendiri lah yang meminta Selatan untuk mengirim Melvin pulang setelah Selatan menjelaskan sekacau apa Melvin usai melihat kondisi Savero yang tewas gantung diri. Melvin dikatakan sangat terguncang. Karena itu, Lea meminta Selatan untuk menyuruh Melvin pulang, dan Selatan pun juga setuju dengan kemauan Lea itu. Jika Melvin semakin lama berada di sana, keadaannya justru akan jadi semakin kacau. Akhirnya, Lea pun memutuskan untuk menelepon Abby dan Mayana agar datang ke rumahnya, karena masalah Savero ini merupakan masalah penting yang juga harus mereka ketahui. Lea begitu gelisah menunggu Melvin tiba. Dirinya yang tidak melihat langsung kondisi Savero saja sama sekali tidak bisa tenang, apa lagi Melvin yang melihatnya secara langsung. Lea yang merupakan mantan anggota Kahraman yang sering melihat mayat saja tidak pernah merasa terbiasa soal itu, terlebih lagi Melvin yang Lea yakini, tidak sering melihat mayat di depan mata kepalanya sendiri. Abby dan Mayana tiba lebih dulu sebelum Melvin. Lea merasa tidak sanggup untuk menjelaskan semuanya pada mereka, sehingga ia meminta sang ayah untuk menjelaskan apa yang terjadi. Lea pun memilih menunggu Melvin di teras. Selain karena ia ingin melihatnya tiba secara langsung, Lea juga tidak sanggup berada di dalam, karena tahu bahwa Abby dan Mayana akan sangat terguncang mengetahui kalau Savero ditemukan tewas gantung diri. Beberapa kuku Lea sudah lecet karena sejak tadi, ia tidak bisa berhenti menggigiti jarinya. Satu hal buruk yang selalu dilakukannya setiap kali ia merasa gelisah. Waktu pun terasa bergulir dengan begitu lambat hingga ia merasa kalau Melvin tak kunjung sampai. Begitu melihat mobil memasuki pekarangan rumahnya, Lea yang sebelumnya tidak bisa berjalan mondar-mandir di teras, akhirnya baru bisa berhenti, dan ia pun cepat-cepat menghampiri mobil yang baru tiba itu. Bahkan, di saat mobil itu saja belum sempat terparkir. Ada kelegaan yang begitu besar ketika Lea melihat Melvin keluar dari sana. Meski ia melihat perban membalut satu tangannya dan Melvin memang terlihat kacau, namun Melvin masih selamat. "Melvin..." Melvin berhenti di depan Lea. Wajahnya terlihat begitu sendu, bahkan ia tidak menatap Lea, dan memilih untuk menundukkan kepala. Di tangan Melvin yang tidak terluka, ia menggenggam erat secarik kertas yang Lea tidak tahu apa isinya. "Savero...udah nggak ada..." gumam Melvin. Terdengar begitu hancur ketika mengatakan itu. Semua rasa marah dan kesal yang sebelumnya Lea rasakan terhadap Melvin pun langsung sirna seketika, digantikan oleh rasa khawatir dan sedih. "Aku tau...I'm so sorry, Melvin..." Lea menarik Melvin ke dalam sebuah pelukan. Dan sedetik setelah dirinya berada dalam dekapan Lea, tangis Melvin pun pecah. Lewat tangisan itu, Lea seolah ikut merasakan semua rasa sakit yang kini dirasakan oleh Melvin.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD