64. Pesan Suara

1302 Words
"Aku rasa, mending kamu keluar dulu sekarang. Melvin butuh waktu untuk mikirin semua ini." Itu yang akhirnya dikatakan oleh Lea pada Selatan setelah lagi-lagi, laki-laki itu mencetuskan untuk mengeksekusi Savero sebagai langkah mereka selanjutnya, setelah menemukan bukti jika memang Savero lah dalang dari ini semua. An eye for an eye, katanya.  Lea benar-benar kesal pada Selatan karena sikapnya yang begitu tidak peka dan tidak paham dengan situasi. Ia tidak mencoba mengerti betapa terguncangnya Melvin sekarang. Juga tidak paham jika membunuh Savero bukan sesuatu yang rasanya bisa atau mampu untuk Melvin lakukan, tidak peduli jika Savero sudah menyakiti keluarganya dengan begitu jahat.  Dari yang Lea tahu, hubungan Melvin dan Savero begitu dekat. Daripada membuat Melvin benci dan ingin melakukan hal yang sama terhadap Savero karena fakta ini, kenyataannya justru Melvin lebih merasa kecewa dan sakit hati. Dan tidak, menghilangkan nyawa Savero untuk mengganti nyawa ayahnya, sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Melvin. Tidak sedikit pun. Selatan berdecak dan membuang napas kasar. "Apa ditampar kenyataan masih kurang?" Ejeknya. "Trust me, dia nggak akan tobat hanya karena lo bilang kejahatannya udah ketahuan dan lo nyuruh dia berhenti. Lagian, apa lagi yang mau lo lakuin ke dia sebagai hukuman? Kayak yang udah gue bilang, penjara nggak akan mempan . So, killing him is the better option." Setelah sebelumnya hanya diam, kali ini Melvin baru mendelik ke arah Selatan. Ada kilat marah di matanya, namun ia tidak tahu apakah amarah itu ditujukannya untuk Selatan, atau justru untuk Savero.  "Gue nggak tau kalau ternyata lo sangat psycho dan dengan mudahnya menyarankan gue untuk membunuh seseorang," ujarnya. Selatan tertawa sinis. "Ini pekerjaan gue. Lo sendiri udah tau kan gimana cara kerjanya Kahraman? Bisnis kami ilegal, bisnis bayang-bayang yang nggak mementingkan aturan pada umumnya. We protect people by our own rules. Dan untuk mencapai tujuan itu, kita bisa melakukan apapun, termasuk membunuh. Jadi, gue rasa lo nggak bisa bilang gue psycho di saat lo sendiri masih pakai jasa Kahraman untuk melindungi diri lo dan keluarga lo. Kalau begitu, bukannya lo juga sama psycho-nya?" "Oke, cukup. Kamu keluar sekarang." Lea meraih lengan Selatan dan menariknya untuk keluar dari ruang kerja Melvin. Jika mereka berada di ruangan yang sama lebih lama lagi, maka pertengkaran mereka akan terus berlanjut, dan tidak menutup kemungkinan jika hal itu bisa memperburuk kerja sama mereka.  Masalah ini belum selesai. Melvin masih membutuhkan Selatan untuk membantunya, sementara Selatan masih harus bertanggung jawab untuk membereskan masalah ini. Sampai semuanya selesai, mereka tetap harus memiliki hubungan yang baik.  Sudah cukup keduanya ngebut karena masalah Bantar Gebang tempo hari. Tidak perlu ditambah masalah lain.  "Tapi gue nggak kayak kalian. Mungkin lo masih bisa tidur nyenyak setelah membunuh orang, sementara gue? Bahkan membayangkan harus membunuh Savero, walaupun dia udah jahat sama gue sekali pun, udah cukup untuk bikin hidup gue nggak tenang."  Melvin kembali bersuara ketika Lea hampir membawa Selatan sampai ke pintu. Selatan pun jadi menoleh lagi pada Melvin.  "Oh ya, emang membunuh orang adalah sesuatu yang sangat gue suka." Selatan berujar dengan nada sarkastik yang begitu kentara. "Jadi, mending lo kasih tau gue kapan harus membunuh si Savero itu. Semakin cepat semakin baik, karena gue nggak sabar banget untuk nutup kasus ini dan mengakhiri kerja sama yang bikin gue muak ini." Setelahnya, Selatan menarik lepas lengannya dari cekalan Lea, dan keluar begitu saja. Satu hari yang buruk lagi bagi Melvin dan Selatan, serta situasi yang sangat tidak bersahabat di antara mereka.  Lea kembali menghampiri Melvin setelah Selatan keluar. Sama seperti tadi, Melvin masih terlihat begitu terguncang karena bukti-bukti yang baru dia lihat. Lea hendak memberikan moral support lagi pada Melvin, dengan memberikannya sebuah pelukan yang diharapkan bisa menenangkannya. Namun, Melvin menghindar, menolak pelukan yang hendak diberikan Lea padanya. "Sorry..." gumamnya. "Aku mau sendiri sekarang. Nggak apa-apa, kan?" "Melvin--" "Aku butuh waktu buat mikir. Please, leave me alone." Lea tahu, dirinya tidak punya pilihan lain karena Melvin sudah bilang begitu. Sometimes, when someone is so broken, they tend to push people away. Dan sepertinya, itulah yang terjadi pada Melvin sekarang.  Akhirnya Lea hanya bisa menghela napas dan memberikan Melvin sebuah anggukan kepala. "Okay, take your time," ujarnya mengalah. "Tapi, satu hal yang harus kamu tau, kamu nggak perlu dengerin apa katanya Selatan tadi. Semua keputusannya ada di kamu, Melvin." Melvin mengangguk singkat. "Aku tau." "Well, okay. Aku keluar dulu. Kalau kamu butuh sesuatu, bilang aja." "Lea." "Ya?" "Is it a bad thing if deep down inside, I agree with him?" Melvin menanyakan itu sebelum Lea berbalik untuk berjalan meninggalkannya sendiri di ruangan itu. *** Melvin meminta waktu sendiri karena ia butuh berpikir dan menjernihkan sedikit pikirannya, meski usaha untuk melakukan itu tidak sepenuhnya berhasil dilakukan.  Semua yang terjadi bagai sebuah mimpi buruk baginya. Dan ketika sebuah mimpi buruk menjadi kenyataan, rasanya sama sekali tidak menyenangkan. Bahkan, hal ini merupakan suatu hal paling buruk yang terjadi dalam hidupnya. Lebih buruk dari ketika ayahnya pergi untuk selamanya.  Sebab ketika ayahnya meninggal dunia, Melvin merasa sedih karena ia ditinggal selamanya oleh orang yang dia sayang.  Sementara mendapati Savero sebagai otak yang menyakitinya dan keluarganya, membuat Melvin tidak hanya sedih tapi juga marah dan kecewa. Terbukti bahwa Savero telah mengkhianatinya, mencoreng kepercayaan yang sudah diberikan kepadanya selama ini, juga membalas kebaikan Melvin dengan sebuah kejahatan.  Bodohnya Melvin, setelah apa yang sudah dilihatnya terbukti terjadi, ia justru masih merasa bersalah karena sebagian dari hati kecilnya setuju pada perkataan Selatan.  An eye for an eye, he said. Savero harus mendapatkan balasan setimpal yang susah dilakukannya. Karena itu, nyawa harus dibayar nyawa.  But he really feels bad to think that way. Meski ada rasa marah dan kecewa yang begitu besar terhadap Savero, bagaimana mungkin ia bisa membunuh laki-laki itu? Tapi di sisi lain, Melvin juga tahu jika Selatan juga benar. Tidak akan ada hukuman setimpal lain yang bisa dilakukan untuk menghukun Savero. Penjara tidak akan cukup, bahkan bisa dengan mudah dimainkan oleh orang-orang yang memiliki kuasa. Sekedar permintaan maaf pun juga tidak bisa Melvin terima untuk memaafkan Savero. Sementara ia juga tidak bisa menjatuhkan Noir karena mereka memiliki kekuatan yang besar. Dan Melvin pun yakin, Noir tidak akan berhenti sampai mereka berhasil memenuhi klien mereka. Sekali lagi, Selatan ada benarnya. He got the point. Membunuh Savero bisa membuat semua kekacauan ini selesai. Noir tidak akan lagi melanjutkan misi mereka jika sang klien sudah tidak ada. Sementara Kahraman sanggup melakukan itu karena memang sudah menjadi bagian dari pekerjaan mereka. Pertanyaannya, apa Melvin sanggup untuk membunuh Savero? Sanggup untuk menerima aftermath dari semuanya jika melakukan itu? Jawabannya, Melvin tidak tahu.  Tidak lama setelah Lea pergi meninggalkannya sendirian, Melvin mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Savero. Sebelum memutuskan harus melakukan apa, ia ingin mendengar pengakuan Savero secara langsung.  Dari bibir Savero langsung, Melvin ingin tahu apa alasannya melakukan ini semua. Apa salah Melvin dan keluarganya sehingga Savero bisa setega ini. Dan ia juga ingin tahu apakah selama ini hanya dirinya saja yang menganggap Savero sebagai keluarga, sementara Savero justru menyimpan dendam pada mereka karena tidak bisa merasa diterima. Telepon pertama Melvin tidak diangkat oleh Savero. Ia masih berpikiran positif dan berpikir jika Savero masih sibuk dengan event yang Melvin perintahkan padanya untuk dihadiri. Namun, telepon kedua hingga kelima, tetap tidak mendapat jawaban apapun.  Akhirnya, Melvin mengirimkan pesan suara kepada Savero, yang dia harap akan langsung didengar oleh laki-laki itu tepat setelah ia memeriksa ponselnya.  "We need to talk. Langsung temuin gue setelah urusan lo selesai. Gue udah tau semuanya, Ro...jadi gue mau lo mengakui semua kesalahan lo ke gue nanti." Sayang, sikap Melvin yang masih bisa dibilang lunak terhadap Savero itu justru tidak berbalas dengan baik. Sebab tidak lama setelah Melvin mengirimkan pesan suara tersebut kepada Savero, pintu ruang kerjanya menjeblak terbuka dan Lea datang dengan keadaan yang begitu panik. "Savero kabur." Apa yang diumumkan oleh Lea padanya membuat Melvin jadi bertanya-tanya, sebenarnya sudah sejauh apa ia mengenal Savero selama ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD